Sesajen
Sesajen atau sajen adalah kalimat yang disimbolkan dengan bahasa rupa bukan bahasa sastra di kalangan penganut kepercayaan kuno di Indonesia,[1] seperti pada Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Bali dan suku lainnya.[butuh rujukan]
Makna Kata
Makna sajen menurut budaya sunda. Sajen asal kata dari sesaji yang mengandung makna Sa-Aji-an atau kalimat yang disimbolkan dengan bahasa rupa bukan bahasa sastra, dimana didalamnya mengandung makna sebagai bahan pembelajaran / ilmu pengetahuan dan spiritual.
Kata Sajen berasal dari kata Sa dan ajian,
- Sa bermakna Tunggal
- Aji /an bermakna Ajar/ Ajaran.
Bermakna Sa Ajian atau ajaran yang Tunggal. Hyang maha tunggal (monotheisme). Diartikan, sajen adalah ayat-ayat tuhan yg maha esa yang nyata adalah ciptaanNya. Yang bahan dan materinya bukanlah buatan manusia.
Berikut adalah diantaranya yang biasa ada dalam sajian, beserta sedikit ulasan filosofinya.
1. Dupa
Dupa melambangkan 4 unsur kehidupan / bumi. Udara, api, tanah dan air.
2. Kembang 7 rupa.
Kembang 7 rupa ini melambangkan jumlah hari yang setiap hari manusia dianjurkan menjalani hidupnya dengan berbuat baik sehingga dapat menumbuhkan keindahan dan harmoni dilingkungannya.
3. Kelapa
Kelapa, atau dalam pikukuh sunda kalapa. Kala=waktu, Pa=ruang.
Artinya ruang dan waktu. Melambangkan keadaan manusia dalam ruang dan waktu (dunia).
4. Padi.
Padi merupakan hasil karya cipta yang maha kuasa. Yang melambangkan welas asihnya agar manusia senantiasa bersyukur.
5. Semesta alam beserta isinya; termasuk manusia itu sendiri (ngaji diluar dan ngaji didiri)
Benda sesajen
Benda sesajen berbeda dengan benda untuk persembahan, kurban atau tumbal, di mana sesajen hanya dibuat untuk kepentingan upacara adat skala kecil dengan tujuan yang berupa rutinitas adat dan memiliki "tujuan baik".[butuh rujukan]
Benda sesajen biasanya hanya sederhana berupa rangkaian bunga dan daun yang berbau wangi seperti melati dan irisan daun pandan, kemudian buah-buahan dan makanan jajanan pasar, yang kemudian diiringi pembakaran kemenyan sebagai pengantar kepada nenek moyang.[butuh rujukan]
Referensi
- ^ Majalah Asy-Syariah edisi 112 Topeng Tebal Islam Nusantara. Yogyakarta. hlm. 25. Penanda Google Books: EXJiCwAAQBAJ.