Abdoel Rivai

dokter dan jurnalis di Hindia Belanda
Revisi sejak 13 November 2018 00.38 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-Di tahun +Pada tahun))

Abdoel Rivai (13 Agustus 1871 – 16 Oktober 1937) adalah dokter dan wartawan Indonesia. Ia merupakan orang Indonesia pertama yang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dari Eropa. Rivai dianugerahi gelar sebagai Perintis Pers Indonesia pada tahun 1974 oleh Pemerintah Indonesia.

Kehidupan

Abdoel Rivai lahir dari pasangan Abdul Karim dan Siti Kemala Ria. Ayahnya bekerja sebagai guru di sekolah Melayu. Rivai memiliki watak yang keras, ulet, serta otak yang cemerlang. Pada tahun 1886, di saat masih berusia 15 tahun dia diterima bersekolah di STOVIA. Setamat dari STOVIA pada tahun 1894, ia ditugaskan menjadi dokter di Medan. Penghujung tahun 1899, Rivai melanjutkan pendidikan ke Belanda sambil membantu berbagai surat kabar di Indonesia. Rivai merupakan orang Hindia pertama yang bersekolah kedokteran di Belanda.

Pada awal abad ke-20 Rivai terlibat perdebatan dengan A.A Fokker, pejabat Belanda yang mengklaim lebih fasih berbahasa Melayu ketimbang orang Melayu sendiri. Dalam perdebatan ini Fokker berang karena ada orang inlander yang berani menantangnya. Akibat kegemilangannya dalam berdebat, Rivai diperbolehkan sekolah di Utrecht.

Wartawan

Pada tahun 1900 Rivai memprakarsai surat kabar Pewarta Wolanda. Kendati terbit dari Amsterdam, Pewarta Wolanda hadir dalam bahasa Melayu. Selain mengurusi Pewarta Wolanda, Rivai sering mengirimkan tulisannya ke berbagai media massa yang terbit di Belanda maupun Hindia. Berkat ketajaman tulisannya, Rivai lebih dikenal sebagai seorang wartawan dibanding dokter. Bersama Henri Constant Claude Clockener Brousson, Rivai menerbitkan Bendera Wolanda pada 15 April 1901. Juga bersama Brousson, ia mendirikan usaha penerbitan Bintang Hindia pada Juli 1902. Pada tahun 1904 Dr Rivai pernah menulis sebuah sajak-puja yang ditujukan khusus untuk Ratu Emma. Berikut sajak yang dibuat Dr Rivai:

Sembah didjundjunglah kami

Seru Mengundjung Berami-rami

Ke-arasj Allah, Tuhan yang sami

Terhampar Oetjap alami

Koningin EMMA, Baginda Soeri

Sep'rampat abat tachta di-Puri

Wangi-harumi bagai kasturi

Bani ihatat asoeh-atoeri

Soeri hadlirkan Mustika Bani

Kan jadi radja Nagra insani

Di Insulinda bagai disini

Satu icapan: Soeri Ihsani

Selanjutnya, Rivai memutuskan untuk keluar dari Bintang Hindia pada tahun 1907, hingga akhirnya Bintang Hindia meredup dan akhirnya pada tahun 1910 media yang pernah menggebrak dunia pers Belanda dan Hindia itu berakhir. Ia juga membantu di Bintang Hinen West dan Alegemeen Handelsblad di Amsterdam. Sewaktu mengadakan perjalanan ke berbagai negara di Eropa dan Amerika pada kurun 1919-1921, ia mengirimkan karangannya ke berbagai surat kabar di Indonesia.

Aktivitas Politik

Setibanya dari Belanda pada tahun 1911, Rivai turut mendukung pembentukan Indische Partij (IP) di Sumatra. Tahun 1913 IP dibubarkan karena dianggap membahayakan pemerintah kolonial. Mantan aktivisnya kemudian mendirikan Insulinde. Pada tahun 1918, ia diangkat sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat) mewakili Insulinde.[1] Ia kemudian menetap di Jakarta, sebagai pembantu utama surat kabar Bintang Timur. Sementara itu surat kabar Pewarta Deli, Medan menyebutnya Sebagai "Bapak dalam golongan Jurnalistik".

Referensi

  1. ^ Setiono, Benny. G (2002). Tionghoa dalam Pusaran Politik. Jakarta: TransMedia. hlm. 355. 

http://frontroll.com/read-13996-dr-rivai-sosok-kontroversi-indonesia.html

Pranala luar