Surau Jembatan Besi

masjid di Indonesia
Revisi sejak 15 November 2018 10.34 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Surau Jembata Besi adalah surau yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1895, yang terletak di lembah kota Padangpanjang sebelah Barat, ke arah jalan pemandian Lubuak Mato Kucing (Lubuk Mata Kucing). Pemberian nama surau ini terinspirasi dari sebuah jembatan besi yang baru saja dibangun oleh pemerintahan Belanda. Surau Jembatan Besi sering juga disebut dengan singkatan SBJ. Pemilihan lokasi pendirian SBJ ditujukan untuk memudahkan para jamaah untuk mengambil wudhu dan bersuci, dan juga letaknya yang  tidak jauh dari pasar, sehingga SBJ ramai juga dikunjungi oleh para pedagang. SBJ juga dijadikan tempat mengadakan wirid pengajian setiap malam Jum’at, sebelum hari pasar di Padangpanjang yaitu  hari Jum’at.[1]

Dan pada tahun 1905 Syekh Abdullah Ahmad digantikan oleh sahabatnya Daud Rasyidi karena ia pindah ke kota Padang. Syekh Daud berasal dari Nagari Balingka, sekitar 13 km sebelah selatan Bukittinggi. Pada kepemimpinan Syekh Daud di SBJ ia memperkenalkan pelajaran kitab-kitab kepada murid-muridnya yang waktu itu sudah mulai banyak yang datang dari sekitar Padangpanjang. [1]

Pada tahun 1907, Syekh Daud akan pergi ke Mekah, ia menyerahkan kepemimpinan SBJ Kepada adiknya Syekh Lathif Rasyidi. Akan tetapi tidak lama Syekh Latif memimpin SBJ, ia meninggal pada tahun 1909. Dan kepemimpinan SBJ dikembalikan kepada Syekh Daud dan kemudian diserahkan kepada Syekh Abdul Karim Amrullah, yang lebih akrap dipanggil dengan nama H. Rasul.

Dibawah kepemimpinan H. Rasul surau itu semakin maju, baik dari mutu pendidikannya maupun dari jumlah muridnya. Muridnya tidak hanya berasal dari Sumatera Barat tetapi juga luar Sumatera Barat seperti yang berasal dari Aceh, Tapanuli dan Malaysia. Dan pada masa kepemimpinan H.Rasul SBJ semakin terkenal dan merupakan sumber inspirasi terbentunya Sumatera Thawalib yang kemudian menjadi PERMI.

Referensi

  1. ^ a b Asnan, Gusti (2003). Kamus Sejarah Minangkabau. Padang: Pusat Pengkajian Islam Minangkabau. hlm. 387. ISBN 979-97407-0-3.