Suku Melayu Basemah
Suku basemah sering juga di sebut pasemah adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Kota Pagaralam, kabupaten Empat Lawang, kabupaten Lahat, Ogan Komering Ulu Selatan (Kisam) , dan di sekitar kawasan gunung berapi yang masih aktif gunung Dempo. Suku bangsa ini juga banyak yang merantau ke daerah-daerah di provinsi Bengkulu.
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Kabupaten Empat Lawang Kabupaten Lahat Ogan Komering Ulu Kota Pagar Alam Kabupaten Muara Enim | |
Bahasa | |
Basemah Indonesia Melayu | |
Agama | |
Islam Kristen Protestan Kristen Katolik | |
Kelompok etnik terkait | |
Suku Rejang Suku Serawai Suku Lembak |
Lihat pula
Referensi
Besemah suatu terminology lebih dikenal dekat dengan satu bentuk kebudayaan dan suku yang berada disekitar gunung Dempo dan pegunungan Gumay. Wilayah ini dikenal dengan Rena Besemah. Sedangkan untuk terminology politik dan pemerintahan, dipergunakan nomenklatur Pasemah. Pada masa kolonial oleh Inggris dan Belanda menyebutnya Pasumah, bahkan sampai sekarang Pemerintah Republik Indonesia masih menyebutnya Pasemah.
Asal-usul penyebutan atau penamaan Besemah, diyakini diambil dari nama ikan Semah. Tetapi akibat salah pengejaan dan penulisannya dalam bahasa asing, khususnya penjajah Kolonial Belanda, nama suku ini cenderung disebut “Pasemah”.
Ikan Semah, nama ikan ini memang kurang familiar di telinga kebanyakan masyarakat Sumatera Selatan. Karena, jenis ikan mas ini hanya hidup di aliran air jernih dan berbatu-batu, plus ditumbuhi lumut serta diteduhi pepohonan.
Dari nama ikan Semah inilah diyakini nama etnis Besemah muncul. Ditambah awalan “be” yang berarti “ada”, menunjukkan kawasan Besemah yang banyak ikan semahnya. Namun cerita asal-usul nama Besemah ini juga masih terkait seputar legenda, alias cerita rakyat (folklore, red) yang berkembang secara turun-temurun.
Dari keterangan jurai-jurai tuwe (anak laki-laki pertama pendiri dusun/desa atau suatu wilayah, red), istilah Besemah ini muncul ketika nenek moyang mereka melihat banyak ikan semah yang hidup di aliran sungai serta danau.
Nenek moyang orang Besemah inipun identik dengan pemimpin mereka Ratu Atung Bungsu. Konon, Ratu Atun Bungsu merupakan bangsawan dari Majapahit. Sebutan “Ratu” pada Atung Bungsu bukan berarti perempuan. Ratu itu sebutan lain dari “Raja” istilah saat ini.
Menurut penelusuran Ahmad Bastari Suan, wilayah Besemah ini cukup luas. Penulis buku “Lampik Mpat Mardike Duwe” diterbitkan Pemkot Pagaralam tahun 2008 lalu itu menguraikan, bahwa Kabupaten/Kota seperti OKU, Lahat, Pagaralam, Empat Lawang, Muara Enim hingga Bengkulu Selatan masuk wilayah Besemah.
Wilayah tersebut banyak terdapat kesamaan. Dari budaya hingga strata sosial. Seperti bahasa misalnya, kebanyakan kata-kata berakhiran “e” (pepet, red). Juga dialek atau logat yang serupa. Memang ada beberapa pengucapan yang berbeda, tetapi tak terlalu jauh.
Menariknya lagi, wilayah Besemah ini diyakini para jurai tuwe merupakan suatu kerajaan yang muncul setelah berakhirnya kejayaan Majapahit sekitar abad ke-6 Masehi. Kerajaannya bernama Jagat Besemah. Puncak kekuasaannya pada sekitar abad 15 hingga 17, berpusat di lereng Gunung Dempo.
Akhir kerajaan ketika dipimpin Ratu kesepuluh. Singa Bekurung mengutus para Depati untuk menghadap Ratu Sinuhun istri Pangeran Sido Ing Kenayan, Raja Palembang, untuk bergabung dibawah kerajaan Palembang. Artinya, Besemah bukan ditundukkan oleh kekuatan militer kerajaan Palembang, tetapi bergabung atas kehendak sendiri. Hingga pemimpin ke-12, di Besemah masih menggunakan gelar “Ratu”, meskipun saat itu telah berada dibawah kekuasaan Palembang.
Tentang asal-usul suku Besemah, versi lain menceritakan bahwa ada seorang “Wali Tua” dari salahsatu anggota keluarga Kerajaan Majapahit berangkat ke Palembang, kemudian kawin dengan Putri (anak) Raja Iskandar yang menjadi Raja Palembang. Salahsatu keturunan inilah yang bernama Atung Bungsu yang pada suatu ketika berperahu menyelusuri sungai Lematang dan akhirnya sampai di sungai yang belum diketahui namanya.
Tempatnya menetap dinamakan Benuakeling . Di sungai itu, Atung Bungsu melihat banyak ikan semah yang mengerumuni bekas-bekas makanan yang dibuang ke sungai. Atung Bungsu menceritakan kepada istrinya bahwa di sungai banyak ikan semah-nya.
Konon katanya, nama ikan inilah yang menjadi cikal-bakal asal-usul nama “Besemah” yang artinya “sungai yang ada ikan semah-nya”. Sungai itulah yang sampai sekarang dikenal dengan nama Ayik Besemah, terletak di antara dusun Karanganyar dengan dusun Tebat Gunung Baru sekarang. Jadi, ada beberapa versi cerita mengenai ikan semah sebagai asal nama Besemah, diantaranya versi Atung Bungsu dan versi Senantan Buih.
Di kawasan Besemah ini pula, peninggalan-peninggalan megalith banyak ditemukan. Ini menunjukkan bahwasanya masyarakat Besemah sejak lama telah memiliki peradaban tinggi.