Abdul Rahman Saleh (jaksa)

Revisi sejak 24 Januari 2005 01.53 oleh Zaini Suherly (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Abdul Rahman Saleh biasa dipanggil Rahman atau Rahman dalah Jaksa Agung era Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009)

Berkas:Abdul rahman saleh.jpg
Abdul Rahman Saleh

Biodata

  1. Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
  2. Notariat di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).
  • Karier:
  1. Wartawan harian Nusantara Jakarta (1968-1984)
  2. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta (1981-1984)
  3. Sekretaris Dewan Penyantun Yayasan LBH Indonesia
  4. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewaliki Partai Bulan Bintang 1999


Namanya populer tatkala menjabat sebagai hakim agung menyampaikan dissenting opinion (pendapat berbeda) dalam kasus korupsi Bulog II dengan terdakwa utama Akbar Tandjung. Pendekar hukum yang tinggi kurus itu dipercaya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla menjabat Jaksa Agung Kabinet Indonesia Bersatu. Dia berjanji memprioritaskan perkara-perkara korupsi besar pada 100 hari pertama.

Tak disangka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih Abdul Rahman Saleh menjadi Jaksa Agung. Abdul Rahman menggeser nama-nama beken, seperti Marsilam Simandjuntak dan Todung Mulya Lubis, yang diberitakan secara luas akan menjadi pilihan presiden.

Nama Abdul Rahman merebak di media massa hanya ketika sebagai hakim agung menyampaikan dissenting opinion (pendapat berbeda) dalam pemeriksaan kasasi Akbar Tandjung (12 Desember 2004), ketika itu ketua DPR, berkenaan dengan skandal korupsi Bulog II. Setelah itu namanya tenggelam sampai dipanggil Soesilo Bambang Yudhoyono ke Cikeas, Bogor, untuk duduk di dalam kabinet Indonesia Bersatu.

Pria kelahiran Pekalongan 61 tahun lalu itu, lulusan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Abdul Rahman juga lulusan sekolah notariat Fakultas Hukum -Universitas Indonesia, Jakarta. Rahman meninggalkan karir 16 tahun sebagai wartawan harian Nusantara (1968-1984) untuk terjun di bidang hukum. Dia pernah menjadi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta (1981-1984), kini menjabat Sekretaris Dewan Penyantun Yayasan LBH Indonesia. Rahman pernah jadi notaris dan pengacara. Sebelum terpilih sebagai hakim agung, Rahman menjadi anggota KPU, mewakili Partai Bulan Bintang.

Selaku petinggi hukum yang sangat diharapkan memberantas tindak pidana korupsi, Rahman harus membersihkan dirinya sendiri dan lingkungannya. Sebelum melangkah keluar, Rahman merasa perlu membenah aparat kejaksaan. Dia sendiri hanya memiliki tabungan Rp 700 juta lebih, sebuah sedan tua dan mobil Kijang keluaran tahun 1997. Rahman bersama keluarganya menetap di Jalan Arus, Cawang, Jakarta Timur.

Yang akan dijadikan bidikan utama kasus-kasus korupsi berskala besar. Ada juga kemungkinan mengancam para koruptor kakap dengan tuntutan hukuman mati. Tentu Rahman tidak main-main untuk hal yang satu ini, sebagaimana dia telah menerima pesan dari presiden untuk bekerja keras dan konsisten menggenggam hukum di tangannya. Dia menerima dukungan penuh dari sang presiden, siapa pun yang bakal menjadi tersangka. Secara pribadi, dia dan keluarganya dikawal oleh delapan petugas keamanan kejaksaan.

Di pundaknya terbeban tugas berat. Dia selalu dibayangi pesan presiden bahwa dunia penegakan hukum di Indonesia saat ini sangat suram. Rahman sependapat dengan presiden dalam soal korupsi, harus ada tindakan tegas dan konsistensi.

"Aturannya sudah ada, hanya selama ini belum dijalankan secara benar. Selama ini hanya terpidana Narkoba yang dikenakan hukuman mati. Itu pun tersendat-sendat," katanya.

Namun Rahman tidak ingin gegabah di dalam menangani kasus korupsi, karena berkaitan dengan banyak hal. Mesti dilihat kasus per kasus. Soalnya, pemberantasan korupsi tidak hanya berada di tangan kejaksaan, tetapi juga kepolisian. Semua ada aturan mainnya, yang paling pokok tegakkan hukum secara profesional tanpa pandang bulu.

Kisah ke Cikeas'

Dia dipanggil Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Cikeas, mengenakan kemeja batik kusut, membawa sebuah map biru dan buku kerja. Mereka berdialog tentang masalah penegakan hukum. Rahman tiba di kediaman SBY sekitar pukul 14.35. Dia diantar putranya mengendarai sedan Mitsubishi tua warna biru berpelat B 1019 QG.

SBY menghendaki keberanian dan ketegasan Rahman di dalam penegakan hukum. Dan sang presiden akan memberikan dukungan penuh. Ancaman bagi para koruptor tidak tanggung-tanggung, hukuman mati.

Hanya hakim agung Rahman yang memberikan pendapat berbeda, bersebrangan dengan empat hakim agung lainnya, ketika perkara Akbar Tanjung masuk ke meja sidang kasasi. Keempat hakim itu menyatakan Akbar tidak bersalah, hanya Rahman yang menyatakan sebaliknya. Sikap Rahman mendapat simpati luas dari publik yang kecewa atas keputusan Mahkamah Agung (12 Desember 2004) yang membebaskan Akbar.

Rahman merintis karirnya sebagai pengacara, membela kliennya yang terlibat dalam kasus-kasus politik dan Hak Asasi Manusia. Sekretaris Dewan Penyantun YLBHI ini memang dikenal sebagai aktivis dan pernah menduduki kursi direktur LBH Jakarta. Sosok yang bersahaja ini pernah jadi wartawan Harian Nusantara. Setelah pemerintahan Presiden Soearto jatuh, Arman bergabung ke Partai Bulan Bintang. Namun, jabatannya di partai dilepas ketika dia diangkat sebagai hakim agung tahun 2000.

Prioritas Rahman melakukan pembenahan internal di Kejagung. Di antaranya, menangani jaksa-jaksa nakal. Namun mesti dilihat kasus per kasus, tidak pukul rata. Sebab, dalam penanganan korupsi, ada banyak hal. Masalahnya tidak cuma oleh kejaksaan tapi juga ada di kepolisian dan masyarakat. Kata Rahman, kalau ada jaksa atau polisi yang nakal harus dibersihkan. Langkah nyata yang paling gampang, tegakkan hukum. Semua ada aturan mainannya.

Wartawan Kejaksaan Agung

Kehidupan Rahman, akrab disapa Arman, penuh warna. Sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung, ia pernah jadi wartawan, bintang film, aktivis LSM, notaris dan hakim agung. Selaku wartawan hukum, ia pernah ngepos (ditugaskan) di Kejaksaan Agung. Berbagai profesi ini menempanya menjadi sosok yang hidup bersahaja tanpa sekat-sekat status sosial. Rahman berusaha tampil apa adanya.

Selama ngepos di Kejaksaan Agung, Arman sosok wartawan yang kritis. Ia menulis serinci mungkin setiap penyimpangan di dalam penanganan perkara. Daya kritisnya sempat menarik perhatian Masdulhaq Simatupang, Kepala Humas Kejaksaan Agung. Masdulhaq menawarinya menjadi pegawai kejaksaan yang ditempatkan di biro humas.

Masdulhaq juga pernah menawarkan posisi jaksa pada Arman yang sudah menyandang gelar sarjana hukum. Tidak perlu waktu lama, Masdulhaq mennyediakan posisi itu keesokan harinya. Namun Arman menolak. Arman meraih penghargaan Palang Merah Internasional (1984) untuk advis-advis hukum.

Arman pernah belajar hukum di Jerman. Ia memperoleh beasiswa untuk studi advokasi hukum di sebuah universitas di Jerman. Sepulang dari Jerman, ia meninggalkan dunia jurnalistik. Arman berbelok menjadi praktisi hukum. Kesibukannya di dunia advokasi hukum mengantarnya menjadi direktur LBH Jakarta (1973-1984). Ia pernah jadi pembela kasus subversi Sawito Kartowibowo, subversi Imran (Pembajakan Garuda Woyla di Bangkok 1980), dan Asep Suryaman (tokoh PKI).

Arman juga pernah menjadi bintang film dalam film layar lebar, Kabut Sutra Ungu (1980), dan Walisongo (1982). Di film Kabut Sutra Ungu, Arman bermain bersama aktris Jenny Rachman. Sedangkan di film Walisongo, Arman bermain bersama Guruh Soekarnoputra, Deddy Soetomo, serta George Rudy.

Lepas dari LBH Jakarta, Arman mendirikan Kantor Pengacara Abdul Rahman Saleh-Tuty Hutagalung & Associates (1984-1994). Saat itulah ia melanjutkan studi ke sekolah notaris Fakultas Hukum Universitas Indonesia, lulus tahun 1990. Arman meraih gekar pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1995).

Arman beralih jadi notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tahun 1995]. Namun ia mengaku penghasilannya dari kantor pengacara dan notaris hanya pas-pasan