Semong
Smong adalah istilah tradisional masyarakat di Pulau Simeulue, Aceh, untuk menyebut sebuah gelombang laut besar yang melanda setelah sebuah gempa bumi menghantam. Istilah ini berasal dari bahasa Devayan, bahasa asli masyarakat Simeulue.
Kearifan lokal ini menjadi populer sebagai salah satu faktor di belakang minimnya jumlah korban di Simeulue pada saat gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004. Simeulue sendiri sudah pernah dilanda tsunami pada tahun 1907, dan istilah ini secara turun-temurun diwariskan kepada generasi selanjutnya sebagai sebuah peringatan.[1]
Syair
Masyarakat Simeulue memiliki syair tersendiri untuk memperingatkan datangnya smong, salah satunya:[2]
Enggel mon sao curito |
dengarlah sebuah cerita |
Referensi
- ^ Widianto, Stanley (15 Oktober 2018). "Indonesia's Indigenous Languages Hold the Secrets of Surviving Disaster". Foreign Policy. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.
- ^ Karokaro, Ayat (20 Desember 2014). "Kearifan Lokal Selamatkan Warga Simeulue dari Amukan Tsunami". mongabay.co.id. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.
Daftar pustaka
- Suciani, A., Z.R. Islami, S. Zainal, Sofiyan, dan Bukhari (2018). ""Smong" as local wisdom for disaster risk reduction". IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 148 (1). doi:10.1088/1755-1315/148/1/012005. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.
- McAdoo, Brian G., Lori Dengler, Gegar Prasetya, dan Vasily Titov (Juni 2006). "Smong: How an Oral History Saved Thousands on Indonesia's Simeulue Island during the December 2004 and March 2005 Tsunamis". Earthquake Spectra. 22 (S3). doi:10.1193/1.2204966. Diakses tanggal 20 Oktober 2008.
- Rahman, A., Aiko Sakurai, dan Khairul Munadi (Agustus 2018). "The analysis of the development of the Smong story on the 1907 and 2004 Indian Ocean tsunamis in strengthening the Simeulue island community's resilience". International Journal of Disaster Risk Reduction. 29. doi:10.1016/j.ijdrr.2017.07.015. Diakses tanggal 20 Oktober 2018.