Kaca timbal, atau yang biasa disebut kristal, adalah sejenis kaca yang mengandung unsur timbal sebagai pengganti unsur kalsium yang terdapat pada kaca kalium pada umumnya.[1] Kaca timbal mengandung timbal(II) oksida (PbO) sekitar 18-40% jika dihitung berdasarkan beratnya, sementara kristal timbal modern, secara historis juga disebut kaca batu karena kandungan silikanya, mengandung 20% PbO.[2] Kaca timbal dinilai lebih menarik[3] karena ada unsur dekoratifnya.

Gelas kristal

Pada awalnya ditemukan oleh George Ravenscroft pada 1674, sebuah teknik penambahan timbal oksida (sebanyak 10-30%) mempercantik tampilan sebuah kaca sekaligus membuatnya mudah dibentuk dalam panas menggunakan bahan bakar batubara laut. Pun, teknik tersebut memperlambat proses pengerasan kaca sehingga mempermudah proses 'pengukiran'.

Sementara itu kata kristal timbal, bukan kata yang tepat menggambarkan kaca timbal, sebagaimana sebuah padatan amorf, kaca tidak mempunyai komposisi seperti struktur kristal. Tetapi penggunaan kata tersebut tetap populer dengan alasan bisnis dan nilai sejarah.

Pada awalnya, gelas berbahan kaca timbal sering digunakan untuk menyimpan minuman untuk diminum, tetapi karena timah mempunyai risiko besar bagi tubuh manusia, maka gelas tersebut jarang dipakai lagi. Alternatifnya adalah kaca kristal, yang mana kandungan barium oksida, seng oksida, atau potasium oksida menggantikan unsur timah. Kaca bebas timah pun mempunyai indeks refraksi sama seperti kaca timbal, dan berbobot lebih ringan bila dibandingkan dengan kaca timbal.[4]

Di Uni Eropa, pelabelan produk "kristal" di bawah regulasi Petunjuk Dewan 69/493/EEC, yang menjabarkan empat kategori, tergantung dari susunan kimia dan properti bahan. Hanya produk kaca yang memiliki kadar timbal oksida di atas 24% yang layak menyandang label "kaca timbal". Jika kadar timbal oksida kurang dari 24% atau menggunakan besi oksida lain selain timbal maka harus dilabeli "kristalin" atau "kaca kristal".[5]

Properti

Penambahan timbal oksida pada kaca meningkatkan indeks refraksi kaca tersebut sekaligus menurunkan tempratur kerja dan tingkat viskositasnya. Properti optik terbaiknya dihasilkan dari tingginya kandungan timbal berat. Nomor atom yang disandang timbal memperpadat isi kaca tersebut, karena timbal mempunyai berat atom mencapai 207,2 bila dibandingkan dengan kalsium yang hanya 40,08. Sementara kepadatan kaca soda adalah 24 g/cm3 (0,87 lb/cu in) atau lebih rendah lagi, kaca timbal pada umumnya mempunyai kepadatan sekitar 3,1 g/cm3 dan kaca berkadar timbal tinggi bisa mencapai 4 g/cm3 bahkan bisa mencapai 5,9 g/cm3.[1]

Kunci dari kaca timbal adalah indeks refraksi yang tinggi karena pengaruh unsur timbal. Kaca biasa hanya mempunya indeks refraksi sebanyak n=1,5 sementara penambahan timbal membuat indeks refraksi melejit menjadi 1,7[1] atau 1,8[6]. Peningkatan indeks refraksi ini berhubungan dengan peningkatan dispersi, yang berhubunga dengan sudut kemiringan pemecahan cahaya dari medium sumber menjadi spektrum kasat mata, seperti yang terjadi pada prisma.

Penambahan timbal oksida pada kaca kalium juga mengurangi tingkat viskositas kaca tersebut, membuatnya lebih encer dari pada kaca soda yang suhunya di atas suhu pelunakan (sekitar 600 °C (1.112 °F)) dengan suhu kerja sekitar 800 °C (1.470 °F). Tingkat viskositas kaca berubah-ubah secara drastis sesuai dengan suhunya, tetapi fluktuasi tersebut 100 kali lebih rendah dialami kaca timbal, lebih rendah lagi dari kaca soda biasa di antara suhu kerja (hingga 1.100 °C (2.010 °F)). Dari sudut pandang produsen kaca, hal tersebut menghasilkan dua pengembangan yang lebih mudah. Pertama, kaca timbal dapat diukir pada suhu yang lebih rendah, memungkinkan pelapisan dengan email (glasir), dan kedua, wadah bening dapat dibuat bebas dari gelembung udara yang terperangkap dengan lebih mudah bila dibandingkan dengan kaca biasa, sehingga memungkinkan kaca terlihat lebih bagus dan tanpa cacat. Ketika diketuk, kaca timbal menghasilkan suara yang berdering, tidak seperti kaca biasa. Karena ion-ion potasium saling melekat lebih erat pada matriks silika-timbal dari pada kaca soda-lemon, maka yang pertama lebih banyak menyerap energi. Hal tersebut menyebabkan kaca timbal untuk menghasilkan osilasi tertentu, yang menghasilnya suaranya yang khas.[1] Timbal juga dapat meningkatkan kelarutan pada timah, tembaga, dan antimon, membuat ketiga bahan tersebut dapat dijadikan enamel dan glazes. Tingkat viskositas kaca timbal cair yang rendah membuatnya menjadi bahan untuk solder kaca.

Kandungan timbal yang digunakan pada kaca jenis ini menyerap radiasi gamma dan sinar-X, sehingga digunakan untuk proteksi radiasi (contohnya pada tabung sinar katode, yang mana menurunkan risiko paparan penonton terhadap sinar-X lembut menjadi salah satu prioritasnya).

Jari-jari ion yang tinggi pada Pb2+ membuatnya lebih kaku dan mencegah pergerakan ion-ion yang lain; kaca timbal memiliki nilai hambatan listrik lebih tinggi, sekitar dua kali lebih tinggi dari pada kaca soda-lemon (108.5 vs 106.5 Ohm·cm, DC pada 250 °C (482 °F)),[7] yang membuat kaca berunsur timbal sering digunakan untuk gagang lampu.

penggunaan PbO (kadar dalam %)
Kaca timbal rumahan 18–38
Lapisan keramik dan enamel 16–35
Kaca optik tinggi indeks refraksi 4–65
Tapis radiasi 2–28
Tahanan elektrik tinggi 20–22
Solder gelas 56–77

Sejarah

Kandungan timbal dapat dicampurkan ke dalam kaca baik sebagai isi dari lelehan pertama atau ditambahkan pada kaca yang setengah jadi. Timbal oksida yang digunakan pada kaca timbal bisa didapat dari aneka sumber. Di Eropa, galena, timbal sulfida, mudah ditemukan dan bisa dileburkan untuk menghasilkan logam timbal. Kemudian logam timbal tersebut melalui proses kalsinasi agar menghasilkan timbal oksida dengan memanggangnya dan melepaskan unsur litharge yang terkandung. Pada abad pertengahan logam timbal bisa di dapat dari proses daur ulang dari situs dan pembuangan zaman Romawi yang ditinggalkan, bahkan dari atap gereja sekali pun. Timbal logam diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses cupellation pada perak, dan litharge yang dihasilkan bisa digunakan langsung oleh produsen kaca. Timbal juga digunakan untuk keramik glasir timbal. Saling ketergantungan pada bahan tersebut menunjukkan hubungan kerja yang erat antara tembikar, produsen kaca, dan produsen logam.[8]

Kaca dengan kandungan timbal pertama muncul di Mesopotamia, tempat lahirnya industri perkacaan.[9] Contoh yang paling pertama diketahui adalah pecahan kaca dari Nibru bertanggal 1400 SM dan mengandung 3,66% PbO. Kaca disebut dalam prasasti dari dinasti Asyurbanipal (668-631 SM) dan sebuah resep timbal glasir terdapat pada prasasti Babilonia yang dibuat pada 1700 SM.[10] Sebuah sealing-wax-cake berwarna mera ditemukan di Nimrud, diperkirakan berasal dari abad keenam sebelum masehi dan mengandung 10% PbO. Kandung PbO yang kecil pada beberapa artefak tersebut menunjukkan bahwa timbal oksida tidak ditambahkan dengan sengaja dan tentu saja tidak digunakan pada kaca dari masa itu.

Kaca timbal dapat ditemukan pula di Tiongkok pada zaman Han (205 SM - 220 M). Di sana, kaca timbal ditempa agar mirip dengan batu giok, baik untuk barang ritual maupun untuk hiasan. Karena produksi kaca terjadi pada masa itu di Tiongkok, maka dapat diperkirakan bahwa teknologi tersebut dibawa melalui Jalur Sutra oleh produsen kaca dari Timur Tengah.[9]

Di Eropa abad pertengahan dan awal masa modern, kaca timbal menjadi bahan dasar kaca berwarna, terutama untuk tessera mosaik, enamel, lukisan kaca patri, dan bijouterie, yang digunakan sebagai imitasi dari batu mulia. Catatan sejarah dari masa tersebut menjelaskan tentang perjalan dari kaca timbal. Pada akhir abad 11 hingga awal abad 12, Schedula Diversarum Artium (Aneka Gala Kerajinan) yang ditulis oleh "Theophilius Presbyter" menjelaskan penggunaan kaca timbal sebagai tiruan batu mula, dan judul dari bagian yang hilang menyebut tentang penggunaan timbal pada kaca. Pada abad 12-13 penulis dengan pseudonim "Heraclius" menjabarkan proses produksi enamel timal dan penggunannya untuk lukisan kaca dalam bukunya De Coloribus et artibus Romanorum (Of Hues and Crafts of the Romans). Ini menyebut kaca timbal sebagai "kaca Yahudi", mengisyaratkan penyebarannya di Eropa.[11] Sebuah manuskrip yang berada di Biblioteca Marciana, Venice, menjelaskan penggunaan kaca timbal pada enamel berikut resep untuk mengkalsinasi timah untuk membentuk oksida. Kaca timbal cocok untuk mengenamelkan vas dan kaca karena suhu kerjanya yang lebih rendah.

Antonio Neri membahas tentang kaca timbal sebanyak empat seri pada bukunya L’Arte Vetraria ("Seni Kerajinan Kaca", 1612). Pada proses produksi kaca, ia kembali merujuk penggunaan kaca timbal sebagai enamel, gelas, dan sebagai imitasi batu mulia.Christoper Merrett menerjemahkannya pada 1662, membuka jalan untuk produksi kaca timbal oleh George Ravenscroft di Inggris.

George Ravenscroft sendiri memprakarsai produksi massal gelas berbahan dasar kaca timbal. Ia adalah anak seorang pedagang yang mempunyai hubungan dekat dengan Venice, Ravenscroft mempunyai sumberdaya budaya dan finansial yang diperlkan untuk merombak total sistem niaga kaca, membuat basis dari Inggris yang mengambil alih Venice dan Bohemia sebagai pusat produksi kaca pada abad 18-19. Dengan bantuan produsen kaca dari Venetia, terutama da Costa, dan dengan bantuan dari asosiasi produsen kaca, Ravenscroft berambisi untuk menemukan alternatif dari cristallo ala Venetia. Ia menggunakan batu api sebagai sumber silika sehingga melahirkan kata "kaca batu-api" yang merujuk pada kaca-kaca tersebut, meskipun pada akhirnya ia menggunakan pasir.[2] Pada awalnya, kaca tersebut rawan akan pembentukan retakan dalam yang pada akhirnya membuatnya menjadi tidak benar-benar transparan, yang akhirnya dapat diatasi dengan mengganti unsur fluks kalium dengan timbal oksida pada adonan kaca encer, hingga 30%. Retakan di dalam kaca tersebut diakibatkan oleh penghancuran jaringan kaca yang disebabkan oleh kelebihan alkai, juga dapat diakibatkan oleh kelembapan berlebihan dan cacat yang diwariskan pada komposisi kaca.[1] Ia mendapatkan paten pada 1673, lalu tempat produksi dipindahkan dari Savoy ke Henely-on-Thames.[12] Pada 1676, setelah menemukan masalah atas masalah "retakan di dalam kaca" tersebut, Ravenscoft dianugerahi segel kepala gagak sebagai jaminan kualitas. Pada 1681, saat ia wafat, patent tersebut kadaluarsa dan kaca timbal diproduksi oleh banyak perusahaan, yang mana pada 1696 terdapat 27 dari 88 produsen kaca di Inggris yang memproduksi gelas batu-api yang mengandung 30-35% PbO.[2]

Pada masa itu, nilai jual kaca dihitung berdasarkan beratnya, dan bentuk umumnya terasa berat dan padat dengan dekorasi seadanya. Begitu menggiurkannya pasar kaca timbal pada perdagangan internasional, hingga pada 1746, Pemerintah Inggris menerapkan pajak keuntungan berdasarkan berat. Alih-alih mengurangi kadar timbal dalam kaca, produsen bertindak dengan membuat kaca dengan ukuran sekecil mungkin dan ornamen semeriah mungkin, yang disebut oleh kolektor pada saat ini dengan sebutan Excise glasses.[2] Pada 1780, pemerintah menetapkan Irlandia sebagai pasar bebas kaca tanpa pajak. Produksi kaca pun berdiri di Cork dan Waterford. Pada 1825, kebijakan pajak diperbarui yang mengakibatkan industri tersebut merosot hingga pertengahan abad 19, ketika pajak tersebut dihapuskan.[9]

Mulai abad 18, kaca timbal dari Inggris mulai dikenal di penjuru Eropa, dan sangat cocok untuk dekorasi di sana. Di Belanda, ahli pengukir seperti David Wolff dan Frans Greenwood mendatangkan kaca timbal dari Inggris, sebuah praktik yang bertahan selama abad 19.[9] Menjelang akhir abad 18, kaca kristal-timbal telah diproduksi di Prancis, Hungaria, Jerman, dan Norwegia.[11][13]

Produksi kaca timbal berlanjut selama abad 20, ketika pada 1932 saintis di Corning Glassworks, Negara Bagian New York, mengembangkan kaca timbal baru dengan tingkat kejelasan optik yang tinggi. Hal tersebut menjadi fokus dari Steuben Glass Wokrs, divisi dari Corning, yang memproduksi vas dekoratif, mangkuk, dan kaca bergaya art deco. Kristal-timbal terus dipergunakan dalam aplikasi industri dan dekoratif.

Glasur timbal

Properti fluksitas dan refraksi yang ada pada kaca timbal membuatnya cocok sebagai bahan untuk tembikar atau pun glasur keramik. Glasur timbal pertama kali ditunjukkan pada perabotan Romawi dari abad 1 SM - 1 M, dan produksi perabotan yang sama berlangsung di Tiongkok. Keduanya mengadung kadar timbal yang tinggi, 45-60% PbO, dengan kandungan alkali hanya 2%.[14] Dari masa Romawi, glasur tersebut dipopulerkan bangsa Byzantinum dan masa Islam di Timur Dekat, pada tembikar yang tersebar pada Eropa abad pertengahan, hingga saat ini. Di Tiongkok, glasur yang sama digunakan pada abad 12 untuk enamel berwarna pada peralatan batu, dan dari porselen abad 14. Glasur tersebut diaplikasikan melalui tiga cara. Timah dapat ditambahkan langsung ke permukaan keramik dengan bentuk senyawa timbal, baik dari either from galen (PbS), timbal merah (Pb3O4), white lead (2PbCO3·Pb(OH)2), atau timbal oksida (PbO). Metode yang kedua melibatkan pencampuran senyawa timbal dengan silika, yang juga diaplikasikan langsung. Metode ketiga melibatkan proses fritting senyawa timbal dengan silika, membuat campuran tersebut menjadi bubuk, dan diaplikasikan. [15]

Kaca dan glasur berbahan dasar timbal mempunyai sejarah yang panjang nan rumit yang berlangsung hingga saat ini.

Keamanan

Departemen Kesehatan California mengeluarkan kebijakan tentang timbal yang di antaranya mewanti-wanti agar "anak-anak tidak seharusnya makan atau minum menggunakan alat makan yang mengandung timbal".[16]

Muncul dugaan bahwa asosiasi historis pirai dengan warga kelas atas Eropa disebabkan oleh penggunaan wadah berbahan kaca timbal sebagai tempat penyimpanan wine dan wiski.[17]

Wadah dengan kandungan timbal di dalamnya dapat melepaskan unsur timbal ke dalam makanan yang diwadahinya.[18][19] Bahkan brandy yang disimpan dalam botol berbahan kaca timbal selama lebih dari lima tahun mengandung kadar timbal mencapai 20.000 µg/L,[20][21] sementara batas aman timbal dalam air minum, seperti yang ditetapkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS adalah 15µg/L. Kandungan timbal lebih mudah lepas karena asam; kasus ini terjadi pada wadah kaca timbal yang digunakan sebagai tempat penyimpanan jus jeruk dan minuman asam lainnya.[22][23]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e Newton, Roy G.; Sandra Davison (1989). Conservation of Glass. Butterworth – Heinemann Series in Conservation and Museology. London: Butterworths. ISBN 0-408-10623-9. 
  2. ^ a b c d Hurst-Vose, Ruth (1980). Glass. Collins Archaeology. London: Collins. ISBN 0-00-211379-1. 
  3. ^ Benvenuto, Mark Anthony (2015-02-24). Industrial Chemistry: For Advanced Students (dalam bahasa Inggris). Walter de Gruyter GmbH & Co KG. ISBN 9783110351705. 
  4. ^ "About Lead-free Crystal". 
  5. ^ "Council Directive 69/493/EEC of 15 December 1969 on the approximation of the laws of the Member States relating to crystal glass". 
  6. ^ Refraction of media tutorial. physics.info
  7. ^ James F. Shackelford, Robert H. Doremus (2008). Ceramic and Glass Materials: Structure, Properties and Processing. Springer. hlm. 158. ISBN 0-387-73361-2. 
  8. ^ Fiori, Cesare; Mariangela Vandini (2004). "Chemical Composition of Glass and its Raw Materials". Dalam Marco Beretta. When Glass Matters: Studies in the History of Science and Art from Graeco-Roman Antiquity to Early Modern Era. Florence: Olschki. ISBN 88-222-5318-3. 
  9. ^ a b c d Tait, Hugh, ed. (2004). Five Thousand Years of Glass. University of Pennsylvania Press (orig. British Museum Press). ISBN 978-0-8122-1888-6. 
  10. ^ Charleston, R. J. (1960). "Lead in Glass". Archaeometry. 3: 1–4. doi:10.1111/j.1475-4754.1960.tb00508.x. 
  11. ^ a b Charleston, R. J. (1960). "Lead in Glass". Archaeometry. 3: 1–4. doi:10.1111/j.1475-4754.1960.tb00508.x. 
  12. ^ MacLeod, Christine (1987). "Accident or Design? George Ravenscroft's Patent and the Invention of Lead-Crystal Glass". Technology and Culture. 28 (4): 776–803. doi:10.2307/3105182. JSTOR 3105182. 
  13. ^ "About us – Ajka Kristály". Ajka, Hungary: Ajka Kristály. Diakses tanggal 16 August 2012. 
  14. ^ Tite, M. S.; Freestone, I.; Mason, R.; Molera, J.; Vendrell-Saz, M.; Wood, N. (1998). "Lead Glazes in Antiquity—methods of Production and Reasons for Use". Archaeometry. 40 (2): 241–60. doi:10.1111/j.1475-4754.1998.tb00836.x. 
  15. ^ Tite, M. S.; Freestone, I.; Mason, R.; Molera, J.; Vendrell-Saz, M.; Wood, N. (1998). "Lead Glazes in Antiquity—methods of Production and Reasons for Use". Archaeometry. 40 (2): 241–60. doi:10.1111/j.1475-4754.1998.tb00836.x. 
  16. ^ Questions and Answers About Lead in Tableware. California Department of Public Health
  17. ^ Emsley, John (2005). Elements of murder. Oxford University Press. ISBN 0-19-280599-1. 
  18. ^ Farley, Dixie (January–February 1998). "Dangers of Lead Still Linger". FDA Consumer Magazine. U.S. Food and Drug Administration. 
  19. ^ "Lead Crystalware and Your Health". It's Your Health. Health Canada. 
  20. ^ Storing Wine in Crystal Decanters May Pose Lead Hazard. Lawrence K. Altman. New York Times. 19 February 1991
  21. ^ Graziano, P (1991). "Lead exposure from lead crystal". The Lancet. 337 (8734): 141–2. doi:10.1016/0140-6736(91)90803-W. 
  22. ^ Guadagnino, E; Gambaro, M; Gramiccioni, L; Denaro, M; Feliciani, R; Baldini, M; Stacchini, P; Giovannangeli, S; et al. (2000). "Estimation of lead intake from crystalware under conditions of consumer use". Food Additives and Contaminants. 17 (3): 205–18. doi:10.1080/026520300283469. PMID 10827902. 
  23. ^ Barbee, SJ; Constantine, LA (1994). "Release of lead from crystal decanters under conditions of normal use". Food and Chemical Toxicology. 32 (3): 285–8. doi:10.1016/0278-6915(94)90202-X. PMID 8157224.