Deklarasi Balfour
Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Balfour Declaration di en.wiki-indonesia.club. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
Deklarasi Balfour adalah sebuah pernyataan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah Britania saat Perang Dunia I yang mengumumkan dukungan untuk pendirian "tanah air bagi orang Yahudi" di Palestina, yang saat itu merupakan sebuah kawasan Utsmaniyah dengan populasi minoritas Yahudi. Deklarasi tersebut menyatakan:
Deklarasi Balfour | |
---|---|
Dibuat | 2 November 1917 |
Lokasi | British Library |
Penulis | Walter Rothschild, Arthur Balfour, Leo Amery, Lord Milner |
Penandatangan | Arthur James Balfour |
Tujuan | Mengonfirmasikan dukungan dari pemerintahan Britania untuk pendirian "tanah air nasional" bagi orang Yahudi di Palestina, dengan dua kondisi |
Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk membantu tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya.
Deklarasi tersebut tercantum dalam sebuah surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Britania Raya Arthur Balfour kepada Lord Walter Rothschild, seorang pemimpin komunitas Yahudi Britania, untuk transmisi ke Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia. Teks deklarasi tersebut diterbitkan dalam pers pada 9 November 1917.
Kabinet Perang Britania mulai mempertimbangkan masa depan Palestina setelah deklarasi perang mereka terhadap Kekaisaran Utsmaniyah pada November 1914. Dalam dua bulanl, memorandum tersebut disebarkan kepada cabinet oleh Herbert Samuel, anggota kabinet Zionis, mengajukan dukungan untuk ambisi Zionis untuk mendaftarkan dukungan kepada masyarakat yahudi dalam perang yang lebih luas. Sebuah komite dibentuk pada April 1915 oleh Perdana Menteri Britania, H. H. Asquith, untuk menekankan kebijakan mereka terhadap Kekaisaran Ottoman, termasuk Palestina. Asquith, yang menginginkan reformasi pasca perang bagi Kekaisaran Ottoman, mengundurkan diri pada Desember 1916 dan digantikan oleh David Lloyd George, yang menginginkan pemecahan Kekaisaran Ottoman. Negosiasi pertama antara Inggris dan Zionis dilaksanakan dalam sebuah konferensi pada 7 Februari 1917 yang melibatkan Sir Mark Sykes dan para pemimpin Zionis. Diskusi-diskusi berikutnya berujung pada permintaan Balfour, pada 19 Juni, dimana Rothschild dan Chaim Weizmann mengajukan sebuah kerangka dari deklarasi publik. Kerangka-kerangka lanjutan didiskusikan oleh Kabinet Inggris pada bulan September dan Oktober, dengan keterlibatan dari pihak Zionis dan anti-Zionis namun tanpa melibatkan penduduk lokal di Palestina.
Pada akhir 1917, dampak dari Deklarasi Balfour, perang dunia I mencapai titik henti, dengan dua sekutu Britania yang tidak sepenuhnya terlibat, seperti Amerika Serikat yang belum menderita korban jiwa dan Russia yang sedang di tengah revolusi dengan kaum Bolshevik sedang mengambil alih pemerintahan. Kondisi titik henti ini pecah karena dimulainya pertempuran Beersheba di Palestina Selatan pada 31 Oktober 1917. Rilis dari deklarasi akhir diotorisasi pada 31 Oktober; Diskusi Kabinet awal mereferensikan telah menerima keuntungan propaganda di antara komunitas yahudi seluruh dunia untuk perjuangan perang Sekutu.
Kalimat pembuka dari deklarasi tersebut mewakili ekspresi pertama dari dukungan publik untuk Zionisme dari kekuatan politik besar. Istilah "tanah air" tak sejalan dalam hukum internasional, dan secara intensional menimbulkan pertanyaan tentang apakah negara Yahudi searah dengan hal tersebut. Perbatasan-perbatasan yang ditujukan pada Palestina tak spesifik, dan pemerintah Inggris kemudian menyatakan bahwa kata "di Palestina" artinya adalah tanah air nasional Yahudi dan tak ditujukan untuk meliputi seluruh Palestina. Paruh kedua deklarasi tersebut ditambahkan untuk mensatisfikasikan lawan-lawan dari kebijakan tersebut, yang mengklaim bahwa ini hal lain yang menyerobot penduduk asli Palestina dan mendorong antisemitisme melawan Yahudi di seluruh dunia. Meskipun deklarasi tersebut diserukan untuk hak politik di Palestina untuk Yahudi, hak untuk Arab Palestina, yang meliputi sebagian besar penduduk lokal, terbatas pada lingkup sipil dan agama. Pada tahun 1939, pemerintah Inggris menyadari bahwa pandangan penduduk lokal haruslah dicantumkan dalam catatan, dan pada tahun 2017, menyatakan bahwa deklarasi tersebut seharusnya diserukan untuk perlindungan hak politik Arab Palestina.
Deklarasi tersebut memiliki beberapa konsekuensi jangka panjang. Ini sangat meningkatkan dukungan populer untuk Zionisme, dan berujung pada pembentukan Mandat Palestina, yang kemudian menjadi Israel dan teritorial Palestina. Akibatnya, deklarasi tersebut dianggap menyebabkan konflik Israel-Palestina berkelanjutan, yang seringkali dianggap sebagai konflik paling berintrik di dunia. Kontroversi masih melingkupi sejumlah ranah, seperti apakah deklarasi tersebut berseberangan dengan janji-janji sebelumnya yang Inggris buat kepada Syarif Mekkah dalam korespondensi McMahon–Hussein.
Latar belakang
Dukungan Inggris awal
Dukungan politik Inggris awal untuk peningkatan keberadaan Yahudi di wilayah Palestina berdasarkan pada perhitungan geopolitik.[1][i] Dukungan ini dimulai pada awal 1840an[3] dan dipimpin oleh Lord Palmerston, setelah pendudukan Suriah dan Palestina oleh gubernur Utsmaniyah separatis Muhammad Ali dari Mesir.[4][5] Pengaruh Prancis telah berkembang di Palestina dan sebagian besar Timur Tengah sebagai pelindung komunitas Katolik yang mulai bertumbuh, seperti halnya pengaruh Rusia yang telah bertumbuh sebagai pelindung Ortodoks Timur di wilayah yang sama. Ini membuat Inggris tak memiliki lingkup pengaruh,[4] dan sehingga perlu menemukan atau membuat para "protégé" regional mereka mereka.[6] Konsiderasi politik tersebut didukung oleh sentimen Kristen injili simpatetik terhadap "restorasi Yahudi" ke Palestina di kalangan elit politik Inggris pertengahan abad ke-19 - terutama Lord Shaftesbury.[ii] Kantor Luar Negeri Inggris aktif mendorong emigrasi Yahudi ke Palestina, contohnya pernyataan Charles Henry Churchill pada tahun 1841–1842 kepada Moses Montefiore, pemimpin komunitas Yahudi Britania.[8][a]
Upaya-upaya semacam itu bersifat prematur,[8] dan tak sukses;[iii] hanya 24,000 Yahudi yang bermukim di Palestina menjelang pembentukan Zionisme pada komunitas Yahudi di dunia pada dua dekade terakhir abad ke-19.[10] Dengan guncangan geopolitik yang disebabkan oleh pecahnya Perang Dunia I, perhitungan awal, yang diangkat beberapa kali, berujung pada pembaharuan pendirian strategis dan penawaran politik atas Timur Tengah dan Timur Jauh.[5]
Zionisme awal
Zionisme berkembang pada akhir abad ke-19 dalam reaksi terhadap anti-Semitik dan gerakan-gerakan nasionalis eksklusioner di Eropa.[11][iv][v] Nasionalisme romansa di Eropa Tengah dan Timur membentuk pembentukan Haskalah, atau "Pencerahan Yahudi", menciptakan sebuah pemisahan dalam komunitas Yahudi antara orang yang memandang Yudaisme sebagai agama mereka dan orang yang memandangnya sebagai etnisitas atau bangsa mereka.[11][12] Pogrom anti-Yahudi di Kekaisaran Rusia tahun 1881–1884 mendorong pertumbuhan identitas orang yang memandangnya sebagai etnisitas atau bangsa mereka, menghasilkan pembentukan organisasi pionir Hovevei Zion, publikasi Autoemancipation karya Leon Pinsker, dan arus besar pertama imigrasi Yahudi ke Palestina – yang secara retrospektif dinamai "Aliyah Pertama".[14][15][12]
Pada 1896, Theodor Herzl, seorang jurnalis Yahudi yang tinggal di Austria-Hongaria, menerbitkan teks fundasional dari Zionisme politik, Der Judenstaat ("Negara Yahudi"), dimana ia menyatakan bahwa satu-satunya solusi untuk "Pertanyaan Yahudi" di Eropa, termasukl berkembangnya anti-Semitisme, adalah pendirian sebuah negara bagi Yahudi.[16][17] Setahun kemudian, Herzl mendirikan Organisasi Zionis, yang kongres pertamanya menyerukan pendirian "sebuah tanah air bagi orang Yahudi di Palestina seturut di bawah hukum publik". Ukuran-ukuran yang diusulkan untuk meraih tujuan tersebut meliputi promosi pemukiman Yahudi disana, organisasi Yahudi di diaspora, memperkuat rasa dan hati nurani Yahudi, dan langkah persiapan untuk meraih pemberian pemerintah yang dibutuhkan.[17] Herzl meninggal pada tahun 1904 tanpa meraih pendirian politik yang diminta pada agendanya.[10]
Pemimpin Zionis Chaim Weizmann, saat itu Presiden Organisasi Zionis Sedunia, berpindah dari Swiss ke Inggris pada tahun 1904 dan bertemu Arthur Balfour – yang meluncurkan kampanye pemilihan tahun 1905–1906 setelah mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri[18] – dalam sebuah sesi yang diadakan oleh Charles Dreyfus, perwakilan konstituensi Yahudi-nya.[vi] Pada tahun sebelumnya, Balfour berhasil memajukan Aliens Act melalui Parlemen dengan pidato-pidato bersemangat terkait kebutuhan untuk membatasi arus imigrasi ke Britania terhadap Yahudi yang lari dari Kekaisaran Rusia.[20][21] Saat pertemuan tersebut, ia menanyai apa tujuan Weizmann terhadap Skema Uganda tahun 1903 yang Herzl dukung untuk menyediakan sebuah wilayah Afrika Timur Britania kepada orang Yahudi sebagai tanah air. Skema tersebut, yang diusulkan kepada Herzl oleh Joseph Chamberlain, Menteri Kolonial dalam Kabinet Balfour, menyusul kunjungannya ke Afrika Timur sebelum tahun tersebut,[vii] kemudian diurungkan setelah Herzl wafat oleh Kongres Zionis Ketujuh pada tahun 1905[viii] setelah dua tahun perdepatan panas di Organisasi Zionis.[24] Weizmann menganggapi bahwa ia meyakini bahwa Inggris adalah untuk London seperti halnya Yahudi adalah untuk Yerusalem.[b]
Pada Januari 1914, Weizmann pertama kali bertemu Baron Edmond de Rothschild, seorang anggota cabang Prancis dari keluarga Rothschild dan bagian utama dari gerakan Zionis,[26] dalam hubungannya dengan sebuah proyek untuk membangun sebuah universitas Ibrani di Yerusalem.[26] Baron tersebut bukanlah bagian dari Organisasi Zionis Sedunia, namun telah mendanai koloni-koloni pertanian Yahudi dari Aliyah Pertama dan mentransfer mereka ke Asosiasi Kolonisasi Yahudi pada tahun 1899.[27] Hubungan ini membuahkan hasil pada tahun berikutnya saat putra Baron, James de Rothschild, meminta sebuah pertemuan dengan Weizmann pada 25 November 1914, untuk mendaftarkannya dalam orang-orang berpengaruh yang menuntut tanggapan pemerintah Inggris terhadap agenda "Negara Yahudi" mereka di Palestina.[c][29] Melalui istri James, Dorothy, Weizmann bertemu dengan Rózsika Rothschild, yang mengenalkannya dengan cabang Inggris dari keluarga tersebut – terutama suaminya Charles dan kakaknya Walter, seorang zoologis dan mantan anggota parlemen.[30] Ayah mereka, Nathan Rothschild, 1st Baron Rothschild, kepala cabang Inggris dari keluarga tersebut, memiliki sikap terpandu terhadap Zionisme, namun ia meninggal pada Maret 1915 dan gelarnya diwariskan oleh Walter.[30][31]
Sebelum deklarasi tersebut, sekitar 8,000 dari 3000,000 Yahudi di Britania masuk ke sebuah organisasi Zionis.[32][33] Secara global, pada tahun 1913 – tanggal terbaru yang diketahui sebelum deklarasi tersebut – jumlah setaranya berjumlah sekitar 1%.[34]
Palestina Utsmaniyah
Tahun 1916 menandai empat abad sejak Palestina menjadi bagian dari Kekaisaran Utsmaniyah, yang juga dikenal sebagai Kekaisaran Turki.[36] Untuk sebagian besar periode ini, populasi Yahudi mewakili minoritas kecil, sekitar 3% dari seluruh penduduk, dengan kaum Muslim mewakili segmen terbesar dari populasi, dan Kristen yang kedua.[37]
Bangsa Turki mulai menerapkan pembatasan terhadap imigrasi Yahudi ke Palestina pada akhir 1882, dalam menanggapi dimulainya Aliyah Pertama pada tahun sebelumnya.[38] Meskipun imigrasi ini menciptakan sejumlah ketegangan tertentu dengan penduduk lokal, terutama kelas pedagang dan bangsawan, pada tahun 1901, Sublime Porte (pemerintahan pusat Utsmaniyah) memberikan Yahudi hak yang sama dengan orang Arab untuk membeli tanah di Palestina dan persentase Yahudi dalam populasi berkembang menjadi 7% pada 1914.[39] Pada saat yang sama, dengan pertumbuhan ketidakpercayaan Turki Muda – kalangan nasionalis Turki yang telah mengambil kekuasaan Kekaisaran tersebut pada tahun 1908 – dan Aliyah Kedua, nasionalisme Arab bertumbuh dan di Palestina, anti-Zionisme menjadi karakteristik yang berpadu.[39][40] Para sejarawan tak mengetahui apakah pasukan yang menguat tersebut masih akan secara mutlak menghasilkan konflik dalam ketiadaan Deklarasi Balfour.[ix]
Perang Dunia I
1914–16: Diskusi pemerintahan Zionis–Britania awal
Pada Juli 1914, perang pecah di Eropa antara Entente Tiga (Inggris, Prancis dan Kekaisaran Rusia) dan Blok Sentral (Jerman, Austria-Hongaria, dan kemudian pada tahun tersebut Kekaisaran Utsmaniyah).[42]
Kabinet Inggris mula-mula mendiskusikan Zionisme di sebuah pertemuan pada 9 November 1914, empat hari setelah Inggris mendeklarasikan perang terhadap Kekaisaran Utsmaniyah, dimana Mutasarrifate Yerusalem – sering disebut sebagai Palestina[43] – merupakan wilayahnya. Di pertemuan tersebut, David Lloyd George, Menteri Keuangan Britania Raya pada masa itu, "menyebut takdir mutlak dari Palestina".[44] Menteri tersebut, menjalin kesepakatan dengan firma hukum Lloyd George, Roberts and Co, sebelum Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia bekerja pada Skema Uganda,[45] menjadi Perdana Menteri pada masa deklarasi tersebut, dan secara mutlak bertanggung jawab terhadapnya.[46]
Upaya politik Weizmann bergerak cepat,[d] dan pada 10 Desember 1914, ia bertemu dengan Herbert Samuel, seorang anggota Kabinet Inggris dan Yahudi sekuler yang telah mempelajari Zionisme;[48] Samuel meyakini tuntutan Weizmann terlalu sederhana.[e] Dua hari kemudian, Weizmann bertemu Balfour lagi, untuk pertama kalinya sejak pertemuan awal mereka pada tahun 1905; Balfour telah keluar dari pemerintahan bahkan sejak kekalahan elektoralnya pada tahun 1906, namun masih menjadi anggota senior Partai Konservatif dalam perannya sebagai Oposisi Resmi.[f]
Sebulan kemudian, Samuel menyebarkan sebuah memorandum berjudul Masa Depan Palestina kepada para kolega Kabinetnya. Memorandum tersebut menyatakan: "Aku menganggap bahwa solusi masalah Palestina yang akan sangat menyambut para pemimpin dan pendukung gerakan Zionis di seluruh dunia akan menjadi aneksasi negara tersebut ke Kekaisaran Britania".[51] Samuel mendiskusikan sebuah salinan dari memorandum-nya dengan Nathan Rothschild pada Februari 1915, sebulan sebelum Nathan Rothschild meninggal.[31] Ini adalah pertama kalinya dalam sebuah catatan resmi dimana dukungan Yahudi dicantumkan sebagai alat perang yang telah dipersiapkan.[52]
Beberapa diskusi lanjutan menyusul, termasuk pertemuan awal pada tahun 1915–16 antara Lloyd George, yang telah diangkat menjadi Menteri Munisi pada Mei 1915,[53] dan Weizmann, yang diangkat menjadi penasihat saintifik untuk kementerian tersebut pada September 1915.[54][53] Tujuh belas tahun kemudian, dalam War Memoirs buatannya, Lloyd George menyebut pertemuan tersebut merupakan "penghimpunan dan permulaan" deklarasi tersebut; para sejarawan menolak klaim tersebut.[g]
1915–16: Sebelum komitmen Inggris atas Palestina
Pada akhir 1915, Komisioner Tinggi Inggris untuk Mesir, Henry McMahon, berbalas sepuluh surat dengan Hussein bin Ali, Syarif Makkah, dimana ia berjanji kepada Hussein untuk mengakui kemerdekaan Arab "dalam batas dan perbatasan yang dicanangkan oleh Syarif Makkah" sebagai balasan atas peluncuran pemberontakan oleh Hussein melawan Kekaisaran Utsmaniyah. Kesepakatan tersebut mengekecualikan "bagian-bagian Suriah" yang terbentang di barat "distrik-distrik Damaskus, Homs, Hamat dan Aleppo".[62][h] Dalam berdekade-dekade setelah perang, keberadaan eksklusi pesisirnya sangat dipersengketakan[64] karena Palestina terbentang di barat daya Damaskus dan tak secara khusus disinggung.[62]
Pemberontakan Arab diluncurkan pada 5 Juni 1916,[67] atas dasar perjanjian quid pro quo dalam korespondensi tersebut.[68] Namun, kurang dari tiga pekan sebelum pemerintah Britania Raya, Prancis dan Rusia diam-diam mengadakan Perjanjian Sykes–Picot, yang Balfour kemudian sebut sebagai "seluruh metode baru" untuk membagi kawasan tersebut, setelah perjanjian tahun 1915 tersebut "tampak terlupakan".[j]
Perjanjian Inggris-Prancis tersebut dinegosiasikan pada akhir 1915 dan awal 1916 antara Sir Mark Sykes dan François Georges-Picot, dengan aransemen-aransemen primer yang dihimpun dalam bentuk penulisan dalam memorandum bersama pada 5 Januari 1916.[70][71] Sykes adalah seorang anggota parlemen Partai Konservatif asal Inggris yang memegang posisi pengaruh signifikan pada kebijakan Timur Tengah buatan Inggris, bermula dengan kursinya pada Komite De Bunsen tahun 1915 dan inisiatifnya untuk menciptakan Biro Arab.[72] Picot adalah seorang diplomat asal Prancis dan mantan konsul-jenderal di Beirut.[72] Perjanjian mereka mendefinisikan lingkup pengaruh yang diusulkan dan kontrol di Asia Barat yang harus Entente Tiga sukseskan dalam mengalahkan Kekaisaran Utsmaniyah pada Perang Dunia I,[73][74] membagi beberapa wilayah Arab dalam wilayah pemerintahan Inggris dan Prancis. Di Palestina, internasionalisasi diusulkan,[73][74] dengan bentuk pemerintahan yang dikonfirmasikan setelah konsultasi dengan Rusia dan Hussein;[73] pernyataan Januari tersebut mencantumkan kepentingan Kristen dan Muslim, dan bahwa "para anggota komunitas Yahudi di seluruh dunia memiliki hati nurani dan pemahaman sentimental dalam masa depan negara tersebut."[71][75][k]
Sebelum titik ini, tak ada negosiasi aktif dengan kaum Zionis yang dilakukan, namun Sykes telah menyadari Zionisme, dalam kontak dengan Moses Gaster – seorang mantan Presiden Federasi Zionis Inggris[77] – dan menyoroti memorandum tahun 1915 buatan Samuel.[75][78] Dalam pikiran Sykes, perjanjian yang membawa namanya tersebut muncul bahkan sebelum ditandatangani – pada Maret 1916, ia menulis sebuah surat pribadi: "pada pikiranku, kaum Zionis sekarang adalah kunci dari situasi".[79]
Inisiatif masa perang tersebut, termasuk deklarasi tersebut, kemudian dianggap bersamaan oleh para sejarawan karena potensial, nyata atau khayalan, untuk inkompatibilitas antara mereka, terutama terkait disposisi Palestina.[80] Dalam kata-kata Profesor Albert Hourani, pendiri Middle East Centre di St Antony's College, Oxford: "Argumen tentang penafsiran perjanjian tersebut tak mungkin berakhir, karena mereka bertujuan untuk menyematkan lebih dari satu tafsiran."[81]
1916–17: Perubahan dalam Pemerintah Inggris
Dalam hal politik Inggris, deklarasi tersebut dihasilkan dari kenaikan kekuasaan Lloyd George dan Kabinetnya, yang telah menggantikan Kabinet pimpinan H. H. Asquith pada Desember 1916. Meskipun kedua Perdana Menteri tersebut adalah anggota Partai Liberal dan kedua pemerintahan tersebut adalah koalisi masa perang, Lloyd George dan Balfour, yang diangkat sebagai Menteri Luar Negeri-nya, menyanjung perpecahan Kekaisaran Utsmaniyah yang terjadi setelah perang, sementara Asquith dan Menteri Luar Negeri-nya, Sir Edward Grey, menyanjung reformasinya.[82][83]
Dua tahun setelah menjabat, Lloyd George berkata kepada Jenderal Robertson, Kepala Staf Umum Kekaisaran, bahwa ia ingin kemenangan besar, terutama untuk merebut Yerusalem, untuk menekan opini publik Inggris,[84] dan berkonsultasi dengan Kabinet Perang-nya tentang "kampanye lanjutan ke Palestina saat El Arish telah diamankan."[85] Penekanan selanjutanya dari Lloyd George, atas penyajian Robertson, dihasilkan dalam perebutan kembali Sinai untuk Mesir yang dikuasai Inggris, dan, dengan perebutan El Arish pada Desember 1916 dan Rafah pada Januari 1917, kedatangan pasukan Inggris di perbatasan selatan Kekaisaran Utsmaniyah.[85] Setelah dua upaya untuk merebut Gaza gagal antara 26 Maret dan 19 April, enam bulan remis di Palestina Selatan dimulai;[86] Kampanye Sinai dan Palestina tak membuat proses apapun terhadap Palestina sampai 31 Oktober 1917.[87]
1917: Negosiasi formal Inggris-Zionis
Setelah perubahan dalam pemerintahan, Sykes dipromosikan dalam Sekretariat Kabinet Perang dengan tanggung jawab untuk urusan Timur Tengah. Pada Januari 1917, disamping sebelumnya menjalin hubungan dengan Moses Gaster,[xi] ia mulai memutuskan untuk mendatangi para pemimpin Zionis lain; pada akhir bulan, ia diperkenalkan kepada Weizmann dan orang sejawatnya Nahum Sokolow, seorang jurnalis dan eksekutif Organisasi Zionis Sedunia yang pindah ke Inggris pada permulaan perang.[xii]
Pada 7 Februari 1917, Sykes, yang diklaim berakting dalam kapasitas pribadi, masuk ke diskusi substantif dengan para pemimpin Zionis.[l] Korespondensi Inggris sebelumnya dengan "kaum Arab" didiskusikan di pertemuan tersebut; catatan Sokolow mencatat penjelasan Sykes bahwa "kaum Arab menekankan agar bahasa harus menjadi ukuran [dimana kontrol Palestina harus ditentukan] dan [melalui ukuran tersebut] harus mengklaim seluruh Suriah dan Palestina. Kaum Arab masih harus mengurusinya, terutama jika mereka meraih dukungan Yahudi dalam materi lain."[90][91][m] Pada masa itu, kaum Zionis masih belum menyadari Perjanjian Sykes-Picot, meskipun mereka telah menaungi mereka.[90] Salah satu tujuan Sykes adalah mobilisasi Zionisme ke sebab kedaulatan Inggris di Palestina, sehingga memiliki argumen untuk dimajukan kepada Prancis dalam mendukung tujuan tersebut.[93]
Akhir 1917: Perjuangan dari perang yang lebih besar
Pada periode diskusi Kabinet Perang Inggris yang berujung pada deklarasi tersebut, perang mencapai periode remis. Di Front Barat, keadaan mula-mula berpihak pada Blok Sentral pada musim semi tahun 1918,[94] sebelum berbalik memihak Sekutu dari Juli 1918 dan seterusnya.[94] Meskipun Amerika Serikat mendeklarasikan perang terhadap Jerman pada musim semi tahun 1917, ini tak menelan korban sampai 2 November 1917,[95] dimana Presiden Woodrow Wilson masih berharap untuk menghindari pengerahan pasukan dalam jumlah besar pada perang tersebut.[96] Pasukan Rusia diketahui terganggu oleh Revolusi Rusia yang sedang terjadi dan dukungan yang bertumbuh untuk faksi Bolshevik, namun Pemerintahan Sementara Alexander Kerensky masih berperang; Rusia baru menarik diri setelah tahap akhir dari revolusi tersebut pada 7 November 1917.[97]
Persetujuan
April sampai Juni: Diskusi Sekutu
Balfour bertemu Weizmann di Kantor Luar Negeri pada 22 Maret 1917; dua hari kemudian, Weizmann menyebut pertemuan tersebut sebagai "kali pertamanya aku memiliki perbincangan bisnis nyata dengannya".[98] Weizmann menjelaskan di pertemuan tersebut bahwa kaum Zionis memiliki sebuah preferensi untuk sebuah protektorat Inggris di Palestina, berseberangan dengan aransemen Amerika, Prancis atau mancanegara; Balfour sepakat, namun ingin agar "ada kesulitan dengan Prancis dan Italia".[98]
Posisi Prancis terkait Palestina dan wilayah Suriah yang lebih besar pada masa menjelang Deklarasi Balfour sebagian besar dituntun oleh isi Perjanjian Sykes-Picot, dan terkomplikasi dari 23 November 1915 dengan meningkatkan kesadaran Prancis atas diskusi Inggris dengan Syarif Makkah.[99] Sebelum tahun 1917, Inggris memimpin pertikaian di perbatasan selatan Kekaisaran Utsmaniyah sendiri, memberikan koloni Mesir tetangga mereka dan pra-pendudukan Prancis dengan bertikai di Front Barat yang terjadi di tanah mereka sendiri.[100][101] Keikutsertaan Italia dalam perang tersebut, yang dimulai setelah Traktat London April 1915, tak ikut dalam lingkup Timur Tengah sampai Perjanjian Saint-Jean-de-Maurienne pada April 1917; di konferensi tersebut, Lloyd George memajukan pertanyaan protektorat Inggris Palestina dan gagasan "yang sangat diterima secara dingin" oleh Prancis dan Italia.[102][103][n] Pada Mei dan Juni 1917, Prancis dan Italia mengirim detasemen untuk mendukung Inggris saat mereka menghimpun pasukan mereka dalam persiapan untuk serangan pembaruan di Palestina.[100][101]
Pada awal April, Sykes dan Picot diminta untuk bertindak sebagai kepala negosiator lebih dari sekali, kali ini pada misi selama sebulan ke Timur Tengah untuk diskusi lanjutan dengan Syarif Makkah dan para pemimpin Arab lainnya.[104][o] Pada 3 April 1917, Sykes bertemu dengan Lloyd George, Curzon dan Hankey untuk meraih instruksinya dalam hal ini, yakni untuk menjaga Prancis saat "tak ada penghakiman gerakan Zionis dan kemungkinan pembangunannya di bawah naungan Inggris, [dan tidak] memasuki ranah politik apapun dengan kaum Arab, dan terutama tak ada yang terkait dengan Palestina".[106] Sebelum datang ke Timur Tengah, Picot, melalui Sykes, mengundang Nahum Sokolow ke Paris untuk mengajari pemerintah Prancis tentang Zionisme.[107] Sykes, yang menyiapkan cara dalam korespondensi dengan Picot,[108] datang beberapa hari setelah Sokolow; pada masa itu, Sokolow bertemu dengan Picot dan para penjabat Prancis lainnya, dan mendorong Kantor Luar Negeri Prancis untuk menerima pembelajaran sebuah pernyataan Zionis yang ditujukan kepada hal-hal "terkait fasilitas kolonisasi, otonomi komunal, hak bahasa dan pendirian sebuah perusahaan tercarter Yahudi."[109] Sykes datang ke Italia dan bertemu dengan duta besar Inggris dan perwakilan Vatikan Britania untuk menyiapkan cara agar Sokolow bertindak kembali.[110]
Sokolow meraih sambutan dari Paus Benediktus XV pada 6 Mei 1917.[111] Catatan Sokolow dari pertemuan tersebut – satu-satunya catatan pertemuan yang diketahui para sejarawan – menyatakan bahwa Paus mengekspresikan simpati dan dukungan besar terhadap proyek Zionis.[112][xiii] Pada 21 Mei 1917, Angelo Sereni, presiden Komite Komunitas Yahudi,[p] memajukan Sokolow kepada Sidney Sonnino, Menteri Urusan Luar Negeri Italia. Ia juga disambut oleh Paolo Boselli, perdana menteri Italia. Sonnino memerintahkan agar sekretaris jenderal kementeriannya mengirim sebuah surat kepada efek yang, meskipun ia tak mengekspresikan dirinya sendiri atas jasa-jasa dari sebuah program terkait seluruh sekutunya, "secara umum membicarakan" yang tak berlawanan dengan klaim-klaim sah dari Yahudi.[118] Pada perjalanan pulang, Sokolow bertemu lagi dengan para pemimpin Prancis dan memajukan sebuah surat tertanggal 4 Juni 1917, yang memberikan dorongan simpati terhadap sebab Zionis dari Jules Cambon, kepala seksi politik dari kementerian luar negeri Prancis.[119] Surat ini tak diterbitkan, namun disimpan di Kantor Luar Negeri Britania.[120][xiv]
Setelah Amerika Serikat memasuki perang tersebut pada 6 April, Menteri Luar Negeri Inggris memimpin Misi Balfour ke Washington D.C. dan New York, dimana ia menjalani sebulan antara pertengahan April dan pertengahan Mei. Pada kunjungan tersebut, ia menjalani waktu signifikan mendiskusikan Zionisme dengan Louis Brandeis, seorang Zionis utama dan sekutu dekat dari Wilson yang telah diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi setahun sebelumnya.[q]
Juni dan Juli: Keputusan untuk menyiapkan sebuah deklarasi
Pada 13 Juni 1917, ini diketahui oleh Ronald Graham, kepala departemen urusan Timur Tengah dari Kantor Luar Negeri, yang tiga politikus paling relevan – Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Negara Tingkat Rendah Parlementer untuk Urusan Luar Negeri, Lord Robert Cecil – semuanya menyanjung gerakan Zionis dukungan Inggris;[r] pada hari yang sama, Weizmann menulis kepada Graham untuk mengadvokasikan deklarasi publik.[s][124]
Enam hari kemudian, di sebuah pertemuan pada 19 Juni, Balfour membujuk Lord Rothschild dan Weizmann untuk mengajukan sebuah rumusan untuk sebuah deklarasi.[125] Sepanjang beberapa pekan berikutnya, sebuah penulisan 143 kata disiapkan oleh komite negosiasi Zionis, namun ini dianggap terlalu spesifik pada area-area sensitif oleh Sykes, Graham dan Rothschild.[126] Secara terpisah, sebuah penulisan yang sangat berbeda disiapkan oleh Kantor Luar Negeri, dideskripsikan pada tahun 1961 oleh Harold Nicolson – yang telah terlibat dalam persiapan penulisan tersebut – sebagai perencanaan sebuah "suaka bagi para korban penindasan Yahudi".[127][128] Penulisan Kantor Luar Negeri sangat ditentang oleh kaum Zionis, dan dimusnahkan; tak ada salinan dari penulisan tersebut yang ditemukan di arsip Kantor Luar Negeri.[127][128]
Setelah diskusi lanjutan, sebuah penulisan deklarasi revisi berukuran lebih pendek dengan 46 kata disiapkan dan dikirim oleh Lord Rothschild ke Balfour pada 18 Juli.[126] Ini diraih oleh Kantor Luar Negeri, dan materi tersebut dibawa ke Kabinet untuk konsiderasi formal.[129]
September dan Oktober: perhatian Amerika dan persetujuan Kabinet Perang
Keputusan untuk merilis deklarasi tersebut diambil oleh Kabinet Perang Inggris pada 31 Oktober 1917. Ini menyusul diskusi di empat pertemuan Kabinet Perang (termasuk pertemuan 31 Oktober) atas lingkup dari dua bulan sebelumnya.[129] Dalam rangka membantu diskusi, Sekretariat Kabinet Perang, pimpinan Maurice Hankey dan didukung oleh para Asisten Sekretaris-nya[130][131] – terutama Sykes dan anggota parlemen Partai Konservatif sejawatnya yang pro-Zionis bernama Leo Amery – memadatkan pandangan luar untuk dimajukan kepada Kabinet. Ini meliputi pandangan para menteri pemerintahan, sekutu perang – terutama dari Presiden Woodrow Wilson – dan pada Oktober, pengajuan resmi dari enam pemimpin Zionis dan empat Yahudi non-Zionis.[129]
Para pejabat Inggris membujuk Presiden Wilson agar ia memperhatikan materi tersebut sebanyak dua kali – pertama pada 3 September, saat ia menganggap waktunya belum rampung, dan kemudian pada 6 Oktober, saat ia menyepakati perilisan deklarasi tersebut.[132]
Para pakar dari menit-menit empat pertemuan Kabinet Perang tersebut memberikan sebuah deskripsi dari faktor-faktor primer yang para menteri kondisikan:
- 3 September 1917: "Dengan rujukan kepada sebuah nasihat agar materi tersebut ditunda, [Balfour] menekankan bahwa ini adalah sebuah pertanyaan dimana Kantor Luar Negeri telah sangat ditekankan untuk masa yang panjang. Terdapat organisasi yang sangat kuat dan antusias, terutama di Amerika Serikat, yang sakit hati dengan materi tersebut, dan keyakinannya adalah bahwa itu akan menjadi bantuan paling substansial untuk Sekutu untuk memiliki pendahuluan dan keantusiasan dari orang-orang yang memasuki pihak kami. Intu melakukan ketiadaan beresiko kepada tindakan langsung dari mereka, dan ini dibutuhkan untuk menghadapi keadaan ini."[133]
- 4 Oktober 1917: "... [Balfour] menyatakan bahwa Pemerintah Jerman membuat upaya-upaya besar untuk meraih simpati dari Gerakan Zionis. Gerakan ini, meskipun ditentang oleh sejumlah Yahudi kaya di negara tersebut, justru didukung mayoritas Yahudi, di seluruh peristiwa di Rusia dan Amerika, dan mungkin di negara-negara lain ... Tuan Balfour kemudian membaca sebuah deklarasi yang sangat simpatetik dari Pemerintah Prancis yang telah ditujukan kepada kaum Zionis, dan ia menyatakan bahwa ia mengetahui bahwa Presiden Wilson sangat menyanjung Gerakan tersebut."[134]
- 25 Oktober 1917: "... Sekretaris menyatakan bahwa ia didorong oleh Kantor Luar Negeri untuk memajukan pertanyaan Zionisme, sebuah penetapan awal yang dianggap sebagai pengaruh besar."[135]
- 31 Oktober 1917: "[Balfour] menyatakan bahwa ia mengumpulkan setiap orang yang sekarang menyepakatinya, dari sudut pandang politik dan diplomatik murni, mereka menganggap bahwa beberapa deklarasi yang menunjang aspirasi kaum nasionalis Yahudi harus dibuat saat ini. Sebagian besar Yahudi di Rusia dan Amerika, bahkan, seluruh dunia, sekarang tampak menyanjung Zionisme. Jika mereka membuat sebuah deklarasi yang menyanjung gagasan semacam itu, mereka harus dapat memajukan propaganda yang sangat berguna baik di Rusia dan Amerika."[136]
Perancangan
Deklasifikasi arsip pemerintah Inggris telah membolehkan para sarjana untuk menyoroti bersama koreografi perancangan deklarasi tersebut; dalam buku tahun 1961 buatannya yang banyak dikutip, Leonard Stein menerbitkan empat perancangan deklarasi pada masa sebelumnya.[137]
Penulisan dimulai dengan panduan Weizmann kepada tim perancangan Zionis atas tujuan-tujuannya dalam sebuah surat tertanggal 20 Juni 1917, sehari setelah ia bertemu dengan Rothschild dan Balfour. Ia mencanangkan agar deklarasi dari pemerintahan Inggris tersebut harus menyatakan: "keputusannya, keinginannya atau tujuannya untuk mendukung tujuan-tujuan Zionis untuk pembentukan sebuah tanah air Yahudi di Palestina; tak ada rujukan yang haris dibuat yang kupikir untuk pertanyaan Kekuatan Suzerain karena itu akan mendaratkan Inggris dalam kesulitan dengan Prancis; ini harus menjadi deklarasi Zionis."[82][138]
Sebulan setelah pencapaian dari perancangan 12 Juli yang sebagian besar dikurangi dari Rothschild, Balfour mencanangkan sejumlah amendemen teknikal utama.[137] Dua perancangan berikutnya meliputi sebagian besar amendemen yang lebih substansial: pertama dalam sebuah rancangan akhir Agustus oleh Lord Milner – salah satu dari lima anggota asli Kabinet Perang Lloyd George sebagai menteri tanpa portofolio[xv] – yang mengurangi cangkupan geografi dari seluruh Palestina menjadi "di Palestina", dan yang kedua dari Milner dan Amery pada awal Oktober, yang menambahkan dua "klausa pengamanan".[137]
Daftar perancangan yang diketahui dari Deklarasi Balfour, menampilkan perubahan antar setiap rancangan | ||
---|---|---|
Rancangan | Teks | Perubahan |
Rancangan Zionis preliminer Juli 1917[139] |
Pemerintahan Sri Baginda, setelah mengondisikan tujuan-tujuan-tujuan Organisasi Zionis, menerima prinsip pengakuan Palestina sebagai Tanah Air orang Yahudi dan hak orang Yahudi untuk membangun kehidupan nasionalnya di Palestina di bawah perlindungan yang dihimpun atas keadaan damai setelah meraih kesuksesan dari Perang. Pemerintahan Sri Baginda dianggap istimewa bagi perwujudan prinsip pemberian otonomi internal ini kepada kebangsaan Yahudi di Palestina, kebebasan imigrasi untuk Yahudi, dan pendirian Korporasi Pengkolonian Nasional Yahudi untuk pendudukan ulang dan pembangunan ekonomi dari negara tersebut. |
|
Rancangan Lord Rothschild 12 Juli 1917[139] |
1. Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai tanah air orang Yahudi. 2. Pemerintahan Sri Baginda akan memakai usaha keras terbaiknya untuk mengamankan tercapainya tujuan ini dan akan mendiskusikan metode dan alat yang dibutuhkan dengan Organisasi Zionis.[137] |
1. Pemerintahan Sri Baginda [*] menerima prinsip 2. Pemerintahan Sri Baginda [*] akan memakai usaha keras terbaiknya untuk mengamankan tercapainya tujuan ini dan akan mendiskusikan metode dan alat yang dibutuhkan dengan Organisasi Zionis. |
Rancangan Balfour Pertengahan Agustus 1917 |
Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai tanah air orang Yahudi dan akan memakai usaha keras terbaik mereka untuk mengamankan tercapainya tujuan ini dan akan siap mengondisikan saran apapun pada subyek yang Organisasi Zionis ingin untuk mereka jabarkan.[137] | |
Rancangan Milner Akhir Agustus 1917 |
Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa setiap kesempatan harus ditujukan untuk pendirian tanah air bagi orang Yahudi di Palestina dan akan memakai usaha kerasnya untuk memudahkan tercapainya tujuan ini dan akan siap mengondisikan saran apapun pada subyek yang organisasi-organisasi Zionis ingin mereka jabarkan.[137] | Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa |
Rancangan Milner–Amery 4 Oktober 1917 |
Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk ras Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki di negara-negara lainnya seperti halnya Yahudi yang secara penuh diisi dengan kebangsaan yang ada pada mereka[137] | Pemerintahan Sri Baginda |
Versi akhir | Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya. | Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk |
Para pengarang berikutnya memperdepatkan siapa "pengarang utama" yang sebenarnya. Dalam buku tahun 1981 karya yang yang diterbitkan secara anumerta The Anglo-American Establishment, profesor sejarah Georgetown University Carroll Quigley menjelaskan pandangannya bahwa Lord Milner adalah pengarang utama dari deklarasi tersebut,[xvi] dan yang paling terkini, William D. Rubinstein, Profesor Sejarah Modern di Aberystwyth University, Wales, sebagai gantinya mengusulkan Amery.[142]Huneidi menulis bahwa Ormsby-Gore, dalam sebuah laporan yang ia siapkan untuk Shuckburgh, mengklaim kepengarangan, bersama dengan Amery, dari bentuk rancangan akhir.[143]
Masalah penting
Versi yang disepakati dari deklarasi tersebut, sebuah kalimat tunggal berisi 67 kata,[144] dikirim pada 2 November 1917 dalam sebuah surat pendek dari Balfour ke Walter Rothschild, untuk transmisi ke Federasi Zionis Britania Raya dan Irlandia.[145] Deklarasi tersebut berisi empat klausa, dimana dua klausa pertama menjanjikan dukungan "pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi", disusul oleh dua "klausa pengaman"[146][147] dengan penghormatan kepada "hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina", dan "hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya".[145]
"tanah air untuk orang Yahudi" vs. negara Yahudi
"Ini adalah dokumen yang ditulis sangat hati-hati dan namun untuk beberapa frase rancu 'Tanah Air bagi Orang Yahudi' dianggap tak menekan... Namun kerancuan dari frase tersebut telah dikutip menjadi sebab ketegangan dari permulaan tersebut. Berbagai orang berjabatan tinggi memakai bahasa dari jenis menekan yang dikalkulasikan memberikan tekanan yang sangat berbeda dari penafsiran yang lebih moderat yang dapat ditempatkan pada kata-kata tersebut. Presiden Wilson menghiraukan seluruh keraguan pada apa yang ditujukan dari sudut pandangnya saat, pada Maret 1919, ia berkata kepada para pemimpin Yahudi di Amerika, 'Aku lebih mendorong agar negara-negara sekutu, dengan kejadian yang terpenuhi dari Pemerintahan dan rakyat kami sendiri menyepakati agar Palestina harus dibangun Persemakmuran Yahudi.'[t] Kemudian, Presiden Roosevelt mendeklarasikan bahwa salah satu keadaan damai Sekutu seharusnya agar "Palestina harus menjadi Negara Yahudi.' Tuan Winston Churchill mengatakan 'Negara Yahudi' dan Tuan Bonar Law berkata 'merestorasikan Palestina ke Yahudi' dalam Parlemen." [149][u]
Laporan Komisi Palin, Agustus 1920[151]
Istilah "tanah air" secara intensional ambigu,[152] tak memiliki nilai atau preseden legal dalam hukum internasional,[145] pengartian semacam itu tak jelas saat dibandingkan dengan istilah lain seperti "negara".[145] Istilah tersebut secara intensional dipakai menggantikan "negara" karena perlawanan terhadap program Zionis dalam Kabinet Inggris.[145] Menurut sejarawan Norman Rose, kepala arsitek deklarasi tersebut menyatakan bahwa negara Yahudi akan dihimpun pada masa saat Komisi Kerajaan Palestina mengadakan perundingan "terjadi dari sebuah kompromi antara para Menteri yang menyanjung pendirian mutlak Negara Yahudi dan orang yang tidak demikian."[153][xvii]
Penafsiran kata tersebut telah jatuh dalam keadaan yang berujung pada versi akhir deklarasi tersebut. Sebuah laporan resmi dari Kabinet Perang dikirim oleh Sykes pada 22 September menyatakan bahwa kaum Zionis tidak ingin "membentuk Republik Yahudi atau bentuk negara lainnya di Palestina atau dalam bagian apapun dari Palestina" namun lebih merujuk kepada beberapa bentuk protektorat yang dihimpun di Mandat Palestina.[v] Sebulan kemudian, Curzon membuat sebuah memorandum[156] yang diedarkan pada 26 Oktober 1917 dimana ia menyampaikan dua pertanyaan, pertama terkait pengartian frase "Tanah Air untuk ras Yahudi di Palestina"; ia menyatakan bahwa terdapat opini berbeda yang terangkai dari negara yang dipegang penuh sampai sekadar pusat spiritual bagi Yahudi.[157]
Seksi-seksi dari pers Inggris menganggap bahwa negara Yahudi ditujukan bahkan sebelum Deklarasi tersebut difinalisasikan.[xviii] Di Amerika Serikat, pers mulai memakai istilah "Tanah Air Yahudi" ("Jewish National Home"), "Negara Yahudi" ("Jewish State"), "Republik Yahudi" ("Jewish republic") dan "Persemakmuran Yahudi" ("Jewish Commonwealth") secara bergantian.[159]
Pakar traktat David Hunter Miller, yang berada di konferensi tersebut dan kemudian mengkompilasikan komnedium dokumen 22 volume, menyediakan sebuah laporan dari Seksi Intelijensi Delegasi Amerika kepada Konferensi Perdamaian Paris 1919 yang merekomendasikan agar "mendirikan sebuah negara terpisah di Palestina", dan bahwa "ini akan menjadi kebijakan Liga Bangsa-Bangsa untuk mengakui Palestina sebagai negara Yahudi, sehingga ini menjadi negara Yahudi pada kenyataannya."[160][161] Laporan tersebut kemudian menasihati agar sebuah negara Palestina independen di bawah mandat Liga Bangsa-Bangsa Britania dibentuk. Pemukiman Yahudi akan diijinkan dan didorong di negara ini dan tempat-tempat suci di negara ini akan berada di bawah kontrol Liga Bangsa-Bangsa.[161] Selain itu, penyidikan menyatakan secara positif tentang kemungkinan negara Yahudi yang kemudian dibuat di Palestina jika demografi yang dibutuhkan untuk hal ini ada.[161]
Sejarawan Matthew Jacobs kemudian menulis bahwa kesepakatan AS dibarengi oleh "ketiadaan umum dari pengetahuan khusus tentang wilayah tersebut" dan bahwa "seperti kebanyakan pengerjaan penyidikan di Timur Tengah, laporan-laporan di Palestina sangat simpang siur" dan "menimbulkan terjadinya konflik". Ia mengutip Miller, menulis soal satu laporan tentang sejarah dan dampak Zionisme, "secara mutlak tak disoroti dari sudut pendirian apapun dan harus dianggap sebagai ketiadaan ketimbang material untuk laporan mendatang" [162]
Pada 2 Desember 1917, Lord Robert Cecil membujuk audien agar pemerintah secara penuh menyatakan bahwa "Yudea [adalah] untuk Yahudi,"[160]. Yair Auron berpendapat bahwa Cecil, saat itu deputi Kementerian Luar Negeri mewakili Pemerintah Inggris di sebuah pertemuan selebratori dari Federasi Zionis Inggris, “mungkin datang melampaui pernyataan resminya” dalam perkataan (ia mengutip Stein) “Harapan kami adalah agar negara-negara Arab harus untuk orang Arab, Armenia untuk orang Armenia dan Yudea untuk orang Yahudi”·[163]
Pada Oktober berikutnya, Neville Chamberlain, saat mengetuai pertemuan Zionis, mendiskusikan sebuah "Negara Yahudi baru."[160] Pada masa itu, Chamberlain menjadi Anggota Parlemen untuk Ladywood, Birmingham; menyerukan kembali acara tersebut pada tahun 1939, terpat setelah Chamberlain meraih kesepakatan Makalah Putih tahun 1939, Agensi Telegraf Yahudi menyatakan bahwa Perdana Menteri telah “mengalami perubahan pikiran yang diumumkan dalam 21 tahun keikutsertaan”[164] Setahun kemudian, pada peringatan kedua Deklarasi tersebut, Jenderal Jan Smuts berkata bahwa Inggris "akan menebut janjinya ... dan sebuah negara Yahudi besar akan mutlak bangkit."[160] Dalam pernyataan serupa, Churchill beberapa bulan kemudian menyatakan:
Jika, seperti yang telah terjadi, itu harus dibuat dalam masa hidup kami sendiri lewat tepi-tepi Yordan sebuah Negara Yahudi di bawah perlindungan Takhta Inggris yang akan terdiri dari tiga atau empat juta Yahudi, sebuah peristiwa yang akan terjadi dalam sejarah dunia yang akan dari setiap sudut pandang bermanfaat.[165]
Dalam pertemuan Kabinet Kekaisaran pada 22 Juni 1921, Churchill ditanyai oleh Arthur Meighen, Perdana Menteri Kanada, tentang srti tanah air. Churchill berkata "Jika dalam sepanjang beberapa tahun mereka menjadi mayoritas di negara tersebut, mereka secara alami akan mengambil alih....pro rata dengan Arab. Kita membuat sebuah janji setara yang tak akan membuat Arab melepaskan tanahnya atau menginvasi hak politik dan sosialnya". [166]
Menanggapi Curzon pada Januari 1919, Balfour menulis “Weizmann tak memajukan sebuah klaim untuk Pemerintahan Yahudi Palestina. Klaim semacam ini dalam opiniku secara jelas tak menunjang dan secara pribadi aku tak berpikir mereka harus bergerak melebihi deklarasi asli yang aku buat kepada Lord Rothschild”.[167]
Pada Februari 1919, Prancis mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa ini tak bertentangan dengan pengambilan Palestina di bawah kepercayaan Inggrsi dan pembentukan Negara Yahudi.[168] Friedman kemudian menyatakan bawah sikap Prancis dapat berubah [160]; Yehuda Blum, saat mendiskusikan “sikap tak bersahabat terhadap gerakan nasional Yahudi”-nya Prancis, menyatakan soal isi dari sebuah laporan yang dibuat oleh Robert Vansittart (anggota utama delegasi Inggris untuk Konferensi Perdamaian Paris) kepada Curzon pada November 1920 yang berkata:
[Prancis] sepakat kepada sebuah Tanah Air Yahudi (dikapitalisasi dalam sumber), bukan sebuah Negara Yahudi. Mereka menganggap kami sangat menyanjung kata tersebut [Negara Yahudi], dan hal paling terakhir yang akan kami lakukan adalah untuk memperbesar Negara bagi mereka yang secara penuh menolak kebijakan kami.[169]
Menteri Luar Negeri Yunani berkata kepada penyunting badan Yahudi Salonica Pro-Israel bahwa "pendirian Negara Yahudi datang ke Yunani dengan simpati yang penuh dan mendalam ... Palestina Yahudi akan menjadi sekutu Yunani."[160] Di Swiss, sejumlah sejarawan terkenal yang meliputi profesor Tobler, Forel-Yvorne, dan Rogaz, mendukung gagasan pendirian negara Yahudi, dengan salah satunya menyebutnya sebagai "hak keramat Yahudi."[160] Sementara di Jerman, para pejabat dan sebagian besar pers menganggap Deklarasi tersebut mengartikan sebuah negara yang disponsori Inggris untuk Yahudi.[160]
Pemerintah Inggris, termasuk Churchill, jelas menyatakan bahwa Deklarasi tersebut tak ditujukan agar seluruh Palestina berubah menjadi Tanah Air Yahudi, "namun Tanah Air harus didirikan di Palestina."[xix] [xxi]Emir Faisal, Raja Suriah dan Irak, membuat perjanjian formal tertulis dengan pemimpin Zionis Chaim Weizmann, yang dirancang oleh T.E. Lawrence, dimana mereka berupaya untuk menjalin hubungan damai antara orang Arab dan orang Yahudi di Palestina.[174] Perjanjian Faisal–Weizmann 3 Januari 1919 merupakan perjanjian jangka pendek untuk kerjasama Arab-Yahudi pada pembangunan tanah air Yahudi di Palestina.[w] Faisal memperlakukan Palestina secara berbeda dalam presentasinya di Konferensi Perdamaian pada 6 Februari 1919 dengan berkata "Palestina, untuk karakter universalnya, [harus] ditinggalkan di satu sisi untuk konsiderasi menguntungkan dari seluruh pihak yang menyorotinya".[176][177] Perjanjian tersebut tak pernah diterapkan.[x] Dalam surat lanjutan yang ditulis dalam bahasa Inggris oleh Lawrence untuk penandatanganan Faisal, ia menjelaskan:
Kami merasa bahwa orang Arab dan Yahudi adalah sepupu dalam hal ras, menghadapi tekanan yang sama di tangan kekuatan yang lebih kuat ketimbang diri mereka sendiri, dan dengan keadaan bahagia dapat mengambil langkah pertama menuju keadaan ideal nasional mereka bersama. Kami orang Arab, secara khusus orang terdidik diantara kami, memandang dengan simpati mendalam terhadap gerakan Zionis ...Kami akan melakukan hal terbaik kami, sejauh kami mampu, untuk membantu mereka; kami akan mengharapkan Yahudi sebuah rumah penyambutan yang sangat berhati.[174]
Saat surat tersebut dimasukkan ke Komisi Shaw pada 1929, Rustam Haidar berbincang dengan Faisal di Baghdad dan menyatakan bahwa Faisal "tak merekoleksi apapun yang ia tulis dari pernyataan tersebut".[180] Pada Januari 1930, Haidar menulis kepada sebuah surat kabar di Baghdad bahwa Faisal: "menemukannya tampak aneh bahwa materi semacam itu diatributkan kepadanya karena ia tak ada waktu yang dapat mengondisikan perijinan bangsa asing apapun untuk berbagi dalam sebuah negara Arab".[180] Awni Abd al-Hadi, sekretaris Faisal, menulis dalam memoirnya bahwa ia tak menyadari bahwa pertemuan antara Frankfurter dan Faisal terjadi dan bahwa: "Aku meyakini bahwa surat ini, anggaplah otentik, ditulis oleh Lawrence, dan bahwa Lawrence menandatanganinya dalam bahasa Inggris atas perantaraan Faisal. Aku meyakini surat ini adalah bagian dari klaim palsu buatan Chaim Weizmann dan Lawrence untuk memelencengkan opini publik."[180] Menurut Allawi, penjelasan paling tampak untuk surat Frankfurter adalah sebuah pertemuan terjadi, sebuah surat dirancang dalam bahasa Inggris oleh Lawrence, namun bahwa "isinya tak secara keseluruhan dibuat jelas kepada Faisal. Ia kemudian mungkin atau mungkin tidak diinduksikan untuk menandatanganinya", sejak itu dijalankan untuk melawan pernyatana pribadi dan publik lain dari Faisal pada masa itu.[181] Sebuah wawancara 1 Maret oleh Le Matin mengutip Faisal berkata:
Rasa hormat ini untuk agama lain mengarahkan opiniku tentang Palestina, tetangga kami. Bahwa Yahudi tak bahagia datang untuk bermukim disana dan berlagak sebagai warga yang baik dari negara ini, kemanusiaan kami sontak memberikan mereka tempat di bawah pemerintahan Muslim atau Nasrani yang dimandatkan oleh Liga Bangsa-Bangsa. Jika mereka ingin menghimpun sebuah negara dan mengklaim hak kedaulatan di wilayah tersebut, aku menganggapnya bahaya yang sangat serius. Ini dikhawatirkan akan menjadi konflik antara mereka dan ras lainnya.[182] [y]
Merujuk kepada Makalah Putih tahun 1922 buatannya, Churchill kemudian menulis bahwa "tak ada yang melarang pendirian mutlak Negara Yahudi."[183] Dan secara pribadi, beberapa pejabat Inggris bersepakat dengan penafsiran Zionis bahwa sebuah negara akan didirikan saat mayoritas Yahudi diraih.[184]
Menurut Richard Meinertzhagen, pada Juli 1922, Balfour dan Lloyd George mendorong agar sebuah negara Yahudi berkelanjutan selalu menjadi tujuan mereka.[z] Pada tahun 1937, Lloyd George menyatakan bahwa ini ditujukan agar Palestina akan menjadi Persemakmuran Yahudi jika dan saat Yahudi "menjadi mayoritas penduduk",[aa] dan Leo Amery memegang posisi yang sama pada tahun 1946.[ab] Dalam laporan UNSCOP tahun 1947, masalah tanah air versus negara disubyekkan ke keruwetan yang datang pada pernyataan serupa dari Lloyd George.[xxii]
Cangkupan tanah air "di Palestina"
Pernyataan bahwa tanah air semacam itu akan ditemukan "di Palestina" ketimbang "dari Palestina" juga dipersengketakan.[xxiii] Rancangan yang diproposalkan dari deklarasi tersebut berisi surat 12 Juli Rothschild kepada Balfour merujuk kepada prinsip "bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai Tanah Air Orang Yahudi."[191] Dalam teks akhir, mengikuti amendemen Lord Milner, kata "rekonstitusi" dihilangkan dan kata "itu" digantikan dengan "di".[192][193]
Sehingga, teks ini menghindari komitmen seluruh Palestina sebagai Tanah Air Orang Yahudi, menimbulkan kontroversi pada tahun-tahun mendatang atas cangkupan yang dituju.[139][192] Ini diklarifikasi oleh Makalah Putih Churchill 1922, yang menyatakan bahwa "istilah-istilah dari deklarasi tersebut merujuk kepada perlakuan tak kontemplasi bahwa Palestina secara keseluruhan harus berubah menjadi Tanah Air Yahudi, namun bahwa Tanah Air semacam itu harus didirikan 'di Palestina.'"[194]
Deklarasi tersebut tak meliputi perbatasan geografi apapun untuk Palestina.[195] Setelah akhir perang, tiga dokumen – deklarasi tersebut, Korespondensi Hussein-McMahon dan Perjanjian Sykes-Picot – menjadi dasar untuk negosiasi untuk merancang perbatasan Palestina.[196]
Hak sipil dan relijius dari komunitas non-Yahudi di Palestina
"Namun, jika istilah ketat dari Pernyataan Balfour dipegang... ini dapat secara sulit meragukan bahwa Program Zionis ekstrim harus benar-benar dimodifikasi. Untuk "tanah air untuk orang Yahudi" tak setara dengan pembuatan Palestina menjadi Negara Yahudi; meskipun pendirian Negara Yahudi semacam itu dapat disertai tanpa peristiwa berdarah terhadap "hak sipil dan relijius komunitas non-Yahudi di Palestina." Kenyataannya berulang kali dilanggar dalam konferensi Komisi tersebut dengan para perwakilan Yahudi, yang kaum Zionis pandang kedepan untuk penyingkiran bulat terhadap para penduduk non-Yahudi yang sekarang di Palestina, menurut berbagai bentuk penerapan."
Laporan Komisi King-Crane, Agustus 1919[197]
Klausa pengaman pertama deklarasi tersebut merujuk kepada perlindingan hak sipil dan relijius non-Yahudi di Palestina. Klausa tersebut dirancang bersama dengan pengaman kedua oleh Leo Amery dalam konsultasi dengan Lord Milner, dengan tujuan "memajukan sebuah jarak beralasan pada pertemuan para obyektor, baik Yahudi maupun pro-Arab, tanpa memasangkan substansi dari deklarasi yang diusulkan".[198][ac]
"Non-Yahudi" terdiri dari 90% populasi Palestina;[200] dalam kata-kata Ronald Storrs, Gubernur Militer Yerusalem Britania antara 1917 dan 1920, komunitas mengamati bahwa mereka "tak disebutkan, entah itu Arab, Muslim atau Kristen, namun terjerumus bersamaan di bawah definisi negatif dan terhumiliasi dari 'Komunitas Non-Yahudi' dan terrelegasi pada proviso-proviso subordinat".[ad] Komunitas juga menyatakan bahwa tak ada rujukan untuk melindungi "status politik" atau hak politik mereka, karena terdapat dalam pengamanan berkelanjutan terkait Yahudi di negara-negara lain.[201][202] Perlindungan ini kemudian berseberangan dengan komitmen untuk komunitas Yahudi, dan sepanjang tahun, berbagai istilah dipakai untuk merujuk kepada dua obligasi tersebut sebagai pemasangan;[ae] sebuah pertanyaan yang agak panas soal apa dua obligasi tersebut memiliki "bobot yang setara", dan pada 1930, status setara ini dikonfirmasi oleh Komisi Mandat Permanen dan oleh pemerintah Inggris dalam makalah putih Passfield.[af]
Pada Februari 1919, Balfour berkata bahwa Palestina dianggap sebuah kasus pengecualian dimana, merujuk kepada penduduk lokal, "kita secara deliberasi dan berhak mengurungkan penerimaan prinsip penentuan nasib sendiri,"[ag] meskipun ia menganggap bahwa kebijakan tersebut menyediakan penentuan nasib sendiri untuk Yahudi.[208] Avi Shlaim menganggap ini sebagai "kontradiksi terbesar" dari deklarasi tersebut.[80] Prinsip penentuan nasib sendiri tersebut telah dideklarasikan beberapa kali dalam deklarasi tersebut – Empat Belas Poin Januari 1918 buatan Presiden Wilson, Deklarasi Tujuh Orang buatan McMahon pada Juni 1918, Deklarasi Inggris-Prancis November 1918, dan Kovenan Liga Bangsa-Bangsa Juni 1919 yang telah mendirikan sistem mandat.[ah] Dalam sebuah memo Agustus 1919, Balfour mengetahui ketidakkonsistenan pada pernyataan tersebut, dan kemudian menjelaskan bahwa Inggris tak memiliki tujuan untuk menyerobot penduduk Palestina yang ada.[ai] Hasil Komisi Konsultasi Penyidikan King-Crane Amerika yang berlangsung dari penduduk asli – dimana Inggris menarik diri – mengejutkan selama tiga tahun sampai laporan tersebut dibocorkan pada 1922.[214] Pemerintah Inggris berikutnya memahami defisiensi ini, terutama komite tahun 1939 pimpinan Lord Chancellor, Frederic Maugham, yang menyatakan bahwa pemerintah tak "bebeas untuk menyingkirkan Palestina tanpa menyoroti keinginan dan kepentingan para penduduk Palestina",[215] dam pernyataan April 2017 oleh menteri negara Kantor Luar Negeri Inggris Baroness Anelay menyatakan bahwa pemeritnah memahami bahwa "Deklarasi tersebut seharusnya diserukan untuk perlindungan hak politik komunitas non-Yahudi di Palestina, terutama hak penentuan nasib sendiri mereka."[aj][ak]
Hak dan status politik Yahudi di negara lain
Klausa pengaman kedua adalah komitmen agar harus tak ada penyudutan hak komunitas Yahudi di negara lain di luar Palestina.[220] Rancangan-rancangan asli Rothschild, Balfour, dan Milner tak meliputi pengamanan ini, yang dirancang bersama dengan pengamanan sebelumnya pada awal Oktober,[220] dalam rangka merefleksikan penentangan dari para anggota berpengaruh dari komunitas Inggris-Yahudi.[220] Lord Rothschild memberikan pengecualian pada proviso tersebut atas dasar bahwa ini menimbulkan kemungkinan bahaya untuk non-Zionis, yang ia sangkal.[221]
Komite Luar Negeri Bersama Badan Deputi Yahudi Britania dan Asosiasi Inggris-Yahudi telah menerbitkan sebuah surat di The Times pada 24 Mei 1917 berjudul Views of Anglo-Jewry, ditandatangani oleh para presiden dua organisasi tersebut, David Lindo Alexander dan Claude Montefiore, menyatakan pandangan mereka bahwa: "pendirian kebangsaan Yahudi di Palestina, yang menghimpun teori ketunawismaan ini, harus berlaku di seluruh dunia yang menganggap Yahudi sebagai orang-orang aneh di tanah asli mereka, dan dari pemikiran posisi mereka yang sulit dimenangkan sebagai warga dan bangsa dari tanah tersebut."[222] Ini disusul pada akhir Agustus oleh Edwin Samuel Montagu, seorang Yahudi anti-Zionis berpengaruh dan Sekretaris Negara untuk India. dan satu-satunya anggota Yahudi dari Kabinet Inggris, yang menulis sebuah memorandum Kabinet bahwa: "Kebijakan Pemerintah Sri Baginda mengakibatkan anti-Semitik dan akan menimbulkan dasar bagi anti-Semitik di setiap negara di dunia."[223]
Tanggapan
Teks deklarasi tersebut diterbitkan dalam pers sepekan setelah ditandatangani, pada 9 November 1917.[224] Peristiwa terakhir lainnya terjadi dalam jangka pendek, dua peristiwa paling relevan adalah penaklukan militer Inggris yang nyaris terjadi di Palestina dan pembocoran Perjanjian Sykes-Picot yang sebelumnya rahasia. Di sisi militer, Gaza dan Jaffa jatuh dalam beberapa hari, dan Yerusalem menyerah kepada Inggris pada 9 Desember.[87] Publikasi Perjanjian Sykes–Picot, setelah Revolusi Rusia, dalam Izvestia dan Pravda milik Bolshevik pada 23 November 1917 dan dalam Manchester Guardian di Inggris pada 26 November 1917, mewakili momen dramatis untuk kampanye Timur Sekutu:[225][226] "Inggris merasa malu, orang-orang Arab cemas dan Turki gembira."[227] Kaum Zionis telah menyadari penjelasan dari perjanjian tersebut sejak bulan April dan secara khusus menjadi bagian dari Palestina, setelah sebuah pertemuan antara Weizmann dan Cecil dimana Weizmann membuat sangat jelas tujuan-tujuannya kepada skema yang diusulkan.[228]
Tanggapan Zionis
Deklarasi tersebut mewakili dukungan publik pertama bagi Zionisme oleh sebuah kekuatan politik besar[229] – publikasinya membangkitkan Zionisme, yang akhirnya meraih sebuah piagam resmi.[230] Selain publikasinya dalam surat-surat kabar, selebaran-selebaran diedarkan di seluruh komunitas Yahudi. Selebaran-selebaran tersebut dijatuhkan dari udara pada komunitas Yahudi di Jerman Austria, serta Pangkal Pemukiman, yang telah diberikan kepada Blok Sentral setelah Rusia menarik diri.[231]
Weizmann berpendapat bahwa deklarasi tersebut akan memiliki tiga dampak: ini akan mengalihkan Rusia untuk memberikan tekanan terhadap Front Timur Jerman, sejak Yahudi memiliki pengaruh dalam Revolusi Maret 1917; ini akan mendorong komunitas Yahudi besar di Amerika Serikat untuk menggelontorkan pendanaan yang lebih besar bagi upaya perang Amerika, yang telah berjalan sejak April tahun tersebut; dan, terakhir, bahwa ini akan memberikan dukungan Yahudi Jerman untuk Kaiser Wilhelm II.[232]
Deklarasi tersebut menimbulkan peningkatan luar biasa dan tak terkira dalam sejumlah penganut Zionisme Amerika; pada 1914, 200 perhimpunan Zionis Amerika terdiri dari sebanyak 7,500 anggota, yang bertumbuh menjadi 30,000 anggota dalam 600 perhimpunan pada 1918 dan 149,000 anggota pada 1919.[xxiv] Meskipun Inggris menganggap deklarasi tersebut merefleksikan sebuah dominansi yang berdiri sebelumnya dari posisi Zionis dalam pemikiran Yahudi, deklarasi itu sendiri adalah tanggung jawab berkelanjutan bagi legitimasi dan kepemimpinan Zionisme.[xxv]
Tepat sebulan setelah deklarasi tersebut dikeluarkan, sebuah selebrasi skala besar diadakan di Royal Opera House – pidato-pidato diberikan oleh para Zionis utama serta para anggota pemerintahan Inggris termasuk Sykes dan Cecil.[234] Dari 1918 sampai Perang Dunia II, Yahudi di Mandat Palestina merayakan Hari Balfour sebagai hari libur nasional tahunan pada 2 November.[235] Selebrasi-selebrasi tersebut meliputi upacara-upacara di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dan artikel-artikel yang menyanjungnya dalam pers Ibrani.[235] Pada Agustus 1919, Balfour menyepakati permintaan Weizmann untuk menamai sebuah pemukiman pasca-perang pertama di Mandat Palestina, "Balfouria", dalam menghormatinya.[236][237] Ini ditujukan untuk menjadi model pemukiman untuk kegiatan Yahudi Amerika di Palestina pada masa mendatang.[238]
Herbert Samuel, anggota parlemen Zionis yang memorandum tahun 1915 buatannya telah mulai didiskusikan dalam Kabinet Inggris, dibujuk oleh Lloyd George pada 24 April 1920 untuk bertindak sebagai gubernur sipil Palestina Britania pertama, menggantikan pemerintahan militer sebelumnya yang telah memerintah kawasan tersebut sejak perang.[239] Tak lama setelah memulai jabatannya pada Juli 1920, ia diundang untuk membacakan haftarah dari Yesaya 40 di Sinagoga Hurva di Yerusalem,[240] yang, menurut memoirnya, memimpin kongregasi para pemukim lama untuk merasakan "pemenuhan nubuat kuno yang telah berada di tangan".[al][242]
Penentangan di Palestina
Komunitas Kristen dan Muslim lokal Palestina, yang terdiri dari hampir 90% populasi, sangat menentang deklarasi tersebut.[200] Seperti yang dideskripsikan oleh filsuf Palestina-Amerika Edward Said pada 1979, ini dianggap terdiri dari: "(a) oleh sebuah kekuatan Eropa, (b) tentang wilayah non-Eropa, (c) di sebuah kedataran yang tak tak saling cocok dari kedua keberadaan tersebut dan keinginan pemukim mayoritas asli di wilayah tersebut, dan (d) ini mengambil bentuk janji tentang wilayah yang sama dengan kelompok asing lainnya."[xxvi]
Menurut Komisi King-Crane 1919, "Tak ada pejabat Inggris, yang dikonsultasikan oleh para Komisioner, yang meyakini bahwa program Zionis dapat dibawakan oleh sepasukan bersenjata."[244] Seorang delegasi dari Asosiasi Muslim-Kristen, yang dikepalai oleh Musa al-Husayni, mengekspresikan ketidaksetujuan publik pada 3 November 1918, sehari setelah pawai Komisi Zionis menandai peringatan pertama Deklarasi Balfour.[245] Mereka menyerahkan sebuah petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 100 orang terkenal kepada Ronald Storrs, gubernur militer Inggris:
Kami kemarin melihat sekerumunan besar Yahudi membawa spanduk dan berjalan ke sepanjang jalan meneriakkan kata-kata yang menyakitkan perasaan dan melukai jiwa. Kami menyatakan dengan suara terbuka bahwa Palestina, yang merupakan Tanah Suci dari bapak-bapak kami dan tempat makam dari para leluhur kami, yang telah didiami oleh orang Arab pada masa yang panjang, yang mencintainya dan mati dalam mempertahankannya, sekarang menjadi tanah air bagi mereka... Kami orang Arab, Muslim dan Nasrani, selalu sangat bersimpati dengan Yahudi yang ditindas dan ketidakberuntungan mereka di negara-negara lain... namun terdapat perbedaan besar antasra simpati semacam itu dan penerimaan dari negara semacam itu... pemerintahan atas kami dan penyingkiran dari urusan-urusan kami.[246]
Kelompok tersebut juga menentang pembawaan "spanduk putih dan biru dengan dua segitiga menyilang di tengahnya",[247] menggambarkan perhatian otoritas Inggris kepada konsekuensi serius dari implikasi politik apapun dalam mengibarkan spanduk-spanduk tersebut.[247] Pada bulan berikutnya, pada peringatan pertama pendudukan Jaffa oleh Inggris, Asosiasi Muslim-Kristen mengirim sebuah memorandum panjang dan petisi kepada gubernur militer menentang pembentukan apapun dari sebuah negara Yahudi.[248]
Tanggapan Arab secara luas
Di dunia Arab secara luas, deklarasi tersebut dipandang sebagai sebuah pengkhianatan dari pemahaman masa perang Inggris dengan orang Arab.[232] Syarif Makkah dan pemimpin Arab lain menganggap deklarasi tersebut sebagai sebuah pelanggaran dari sebuah komitmen sebelumnya yang dibuat dalam korespondensi McMahon–Hussein dalam pembalasan untuk peluncuran Pemberontakan Arab.[80]
Setelah publikasi deklarasi tersebut, Komandan Inggris David George Hogarth menengok Hussein pada Januari 1918 untuk memberikan sebuah pesan agar "kebebasan politik dan ekonomi" populasi Palestina tak dipertanyakan.[74] Hogarth mengabarkan bahwa Hussein "tak akan menerima sebuah Negara Yahudi independen di Palestina, maupun yang aku instruksikan untuk memperingatkannya bahwa negara semacam itu dicampurtangankan oleh Britania Raya".[249] Hussein juga mengetahui Perjanjian Sykes–Picot saat dibocorkan oleh pemerintah Uni Soviet baru pada Desember 1917, namun disatistfikasi oleh dua telegram penyalahpahaman dari Sir Reginald Wingate, yang telah menggantikan McMahon dalam jabatan Komisioner Tinggi Mesir, yang menganggap bahwa komitmen Inggris kepada orang Arab masih valid dan bahwa Perjanjian Sykes-Picot bukanlah sebuah traktat resmi.[74]
Ketidaksepakatan Arab berkelanjutan atas tujuan Sekutu juga berujung pada 1918 dalam Deklarasi Tujuh Orang dan Deklarasi Inggris-Prancis, yang menjanjikan "pembebasan bulat dan akhir dari suku bangsa yang lama ditindas oleh bangsa Turki, dan menghimpun pemerintahan dan administrasi nasional yang memberikan otoritas mereka dari tujuan inisiatif bebas dan pilihan penduduk asli".[74][250]
Pada 1919, Raja Hussein menolak meratifikasi Traktat Versailles. Setelah Februari 1920, Inggris berhenti membayar subsidi kepadanya.[251] Pada Agustus 1920, lima hari setelah penandatanganan Traktat Sevres, yang resmi mengakui Kerajaan Hejaz, Curzon membujuk Kairo untuk meminta tanda tangan Hussein pada kedua traktat tersebut dan menyepakati pembayaran £30,000 pada tanda tangan tersebut.[252] Hussein menolak dan pada 1921, menyatakan bahwa ia enggan "mencantumkan namanya pada sebuah dokumen yang menyerahkan Palestina kepada kaum Zionis dan Suriah kepada bangsa-bangsa asing."[253] Setelah Konferensi Kairo tahun 1921, Lawrence dikirim untuk mengusahakan dan mendorong agar Raja tersebut menandatangani sebuah traktat, sebuah subsidi tahunan £100,000 dipersiapkan; upaya tersebut juga gagal. Pada 1923, Inggris membuat upaya lanjutan untuk memajukan masalah-masalah yang berdiri dengan Hussein dan saat upaya tersebut dilakukan lagi, Hussein masih menolak untuk mengakui Deklarasi Balfour atau Mandar apapun yang ia raih sebagai domainnya. Pada Maret 1924, secara singkat mengondisikan kemungkinan penghapusan artikel penawaran dari traktat tersebut, pemerintah menunda negosiasi lanjutan apapun.[254]
Sekutu dan Blok Asosiasi
Deklarasi tersebut mula-mula didukung oleh pemerintah asing pada 27 Desember 1917, saat pemimpin dan diplomat Zionis Serbia David Albala mengumumkan dukungan pemerintahan dalam pengasingan Serbia saat sebuah misi ke Amerika Serikat.[255][256][257] Dalam dua bulan, pemerintah Prancis dan Italia menawarkan dukungan mereka, masing-masing pada 14 Februari dan 9 Mei 1918.[258] Di sebuah pertemuan pribadi di London pada 1 Desember 1918, Lloyd George dan Perdana Menteri Prancis Georges Clemenceau menyepakati modifikasi tertentu pada Perjanjian Sykes-Picot, termasuk kekuasaan Inggris atas Palestina.[259]
Pada 25 April 1920, konferensi San Remo – sebuah pertumbuhan dari Konferensi Perdamaian Paris yang dihadiri oleh para perdana menteri dari Inggris, Prancis dan Italia, Duta Besar Jepang untuk Prancis, dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Italia – menjalin pernyataan dasar untuk tiga mandat Liga Bangsa-Bangsa: mandar Prancis untuk Suriah, dan mandat-mandat Inggris untuk Mesopotamia dan Palestina.[260] Dengan menghormati Palestina, resolusi tersebut menyatakan bahwa Inggris bertanggung jawab atas pengambilan tanggung jawab dari Deklarasi Balfour.[261] Prancis dan Italia menyatakan penolakan mereka secara jelas dari "peran Zionis dari mandar Palestina" dan menyatakan secara khusus bahwa bahasa yang dipakai bukanlah pengaman hak "politik" non-Yahudi, menerima klaim Curzon bahwa "dalam bahasa Britania, seluruh hak biasa meliputi dalam "hak sipil"".[262] Atas permintaan Prancis, ini menyepakati bahwa sebuah pemahaman disematkan dalam proses verbal dari mandat tersebut yang tak akan melibatkan penyerahan hak-hak menonjol yang dipegang oleh komunitas non-Yahudi di Palestina.[261][263] Perbatasan Palestina tak dispesifikasikan, untuk "ditentukan oleh Blok Sekutu Utama."[261] Tiga bulan kemudian, pada Juli 1920, kekalahan Kerajaan Arab Suriah pimpinan Faisal atas Prancis memberikan Inggris kebutuhan untuk mengetahui "apa itu 'Suriah' yang Prancis beri sebuah mandat di San Remo?" dan "apakah ini meliputi Trans-Yordania?"[264] – mereka kemudian memutuskan untuk mendorong sebuah kebijakan dari Trans-Yordan berkaitan dengan wilayah mandat Palestina tanpa menambahkannya pada wilayah Tanah Air Yahudi.[265][266]
Pada 1922, Kongres resmi memajukan dukungan Amerika untuk Deklarasi Balfour melalui pengesahan Resolusi Lodge-Fish,[132][267][268] meskipun mendapatkan penentangan dari Departemen Negara.[269] Profesor Lawrence Davidson, dari West Chester University, yang risetnya berfokus pada hubungan Amerika dengan Timur Tengah, berpendapat bahwa Presiden Wilson dan Kongres menghiraukan nilai-nilai demokratis daalam menyanjung "romantisisme biblikal" saat mereka mendukung deklarasi tersebut.[270] Ia menekankan sebuah lobi pro-Zionis terorganisir di Amerika Serikat, yang pada masa itu aktif saat komunitas Arab Amerika kecil di negara tersebut memiliki kekuasaan politik yang kecil.[270]
Blok Sentral
Tak lama setelah publikasi Deklarasi Balfour, ini mendatangkan tanggapan taktikal dari Blok Sentral.[271] Dua pekan setelah deklarasi tersebut, Ottokar Czernin, Menteri Luar Negeri Austria, memberikan sebuah wawancara kepada Arthur Hantke, Presiden Federasi Zionis Jerman, menjanjikan agar pemerintahannya akan mempengaruhi Turki saat perang terjadi.[272] Pada 12 Desember, Wazir Agung Utsmaniyah, Talaat Pasha, memberikan sebuah wawancara kepada surat kabar Jerman Vossische Zeitung[272] yang diterbitkan pada 31 Desember dan kemudian dirilis dalam surat kabar periodikal Yahudi Jerman Jüdische Rundschau pada 4 Januari 1918,[273][272] dimana ia menyebut deklarasi tersebut sebagai "une blague"[272] (sebuah penipuan) dan menjanjikan agar di bawah kekuasaan Utsmaniyah "seluruh harapan terjustifikasi dari Yahudi di Palestina akan dapat menemukan pemenuhan mereka" yang ditujukan kepada kapasitas absortif dari negara tersebut.[272] Pernyataan Turki ini didukung oleh Kantor Luar Negeri Jerman pada 5 Januari 1918.[272] Pada 8 Januari 1918, sebuah perhimpunan Yahudi-Jerman, Persatuan Organisasi-organisasi Yahudi Jerman untuk Perlindungan Hak Yahudi dari Timur (VJOD),[am] dibentuk untuk memajukan progres tambahan untuk Yahudi di Palestina.[274]
Setelah perang, Traktat Sèvres ditandatangani oleh Kekaisaran Utsmaniyah pada 10 Agustus 1920.[275] Traktat tersebut membubarkan Kekaisaran Utsmaniyah, meminta Turki untuk menarik kedaulatan atas sebagian besar Timur Tengah.[275] Artikel 95 dari traktat tersebut mencantumkan istilah-istilah dari Deklarasi Balfour dengan penghormatan kepada "pemerintahan Palestina, dalam batas-batas seperti yang ditentukan oleh Blok Sekutu Utama".[275] Karena pencantuman deklarasi tersebut dalam Traktat Sèvres tak menyematkan status sah dari deklarasi tersebut atau Mandat tersebut, tak ada dampak saat Sèvres ditindih oleh Traktat Lausanne, yang tak meliputi rujukan apapun kepada deklarasi tersebut.[276]
Pada 1922, pakar teori anti-Semitik Jerman Alfred Rosenberg dalam kontribusi primernya pada teori Nazi tentang Zionisme,[277] Der Staatsfeindliche Zionismus ("Zionisme, Musuh Negara"), menuduh kaum Zionis Jerman campur tangan atas kekalahan Jerman dan mendukung Inggris dan penerapan Deklarasi Balfour, dalam sebuah versi dari mitos ditusuk dari belakang.[xxvii] Adolf Hitler memegang pandangan serupa dalam beberapa pidatonya dari tahun 1920 dan seterusnya.[278]
Tahta Suci
Dengan kebangkitan deklarasi tersebut dan Inggris masuk ke Yerusalem pada 9 Desember, Vatikan merevisi sikap simpatetik sebelumnya kepada Zionisme dan mengadopsi pendirian menentang yang berlanjut sampai awal 1990an.[279]
Perubahan opini Inggris
"Efek Deklarasi Balfour dikatakan membuat kaum Muslim dan Kristen tersingkir... Ini tak mungkin meminimalisir kepahitan dari kebangkitan tersebut. Mereka menganggap bahwa mereka menangani sebuah penekanan yang mereka benci jauh melebihi Turki dan timbul di pemikiran dominasinya... Orang berpengaruh berbicara terbuka soal pengkhianatan tersebut dan bahwa Inggris telah menjual negara tersebut dan meraih harganya... Sampai Pemerintahan [Zionis] mengadopsi sikap "Mereka ingin Negara Yahudi dan mereka tak ingin menunggu", dan mereka tak menyelimuti diri mereka sendiri pada setiap pengartian yang terbuka kepada mereka di negara tersebut dan luar negeri untuk menegakkan penanganan Pemerintahan yang menghormati "Status Quo" dan mengkomitmenkannya, dan melalui Pemerintahan mendatang, menuju sebuah kebijakan yang tak terkontemplasi dalam Deklarasi Balfour... Apa yang lebih alami bahwa itu [kaum Muslim dan Kristen] harus gagal untuk mewujudkan kesulitan Pemerintahan dan bekerja di bawah dan sejalan dengan tuntutan-tuntutan yang dipublikasikan secara terbuka dari Yahudi agar diwejang dan dipandu dalam Deklarasi tersebut selain sebuah surat matir?"
Laporan Komisi Palin, Agustus 1920[280]
Kebijakan Inggris sesuai yang diketakan dalam deklarasi tersebut menghadapi sejumlah tantangan untuk penerapannya pada tahun-tahun berikutnya. Pertama adalah negosiasi damai tak langsung yang diadakan antara Inggris dan Utsmaniyah pada Desember 1917 dan Januari 1918 saat penundaan dalam pertikaian-pertikaian untuk alasan hujan;[281] meskipun pembicaraan damai tersebut gagal, catatan-catatan arsip menunjukkan bahwa para anggota penting Kabinet Perang berkehendak untuk diijinkan meninggalkan Palestina di bawah kedaulatan Turki nominal sebagai bagian dari seluruh kesepakatan.[282]
Pada Oktober 1919, hampir setahun setelah akhir perang, Lord Curzon menggantikan Balfour pada jabatan Menteri Luar Negeri. Curzon telah menjadi anggota Kabinet tahun 1917 yang telah menyepakati deklarasi tersebut, dan menurut sejarawan Inggris Sir David Gilmour, Curzon telah menjadi "satu-satunya figur senior dalam pemerintahan Inggris pada masa itu yang memandang bahwa kebijakan tersebut akan berujung pada dekade-dekade pertikaian Arab-Yahudi".[283] Sehingga, ia memutuskan untuk memajukan sebuah kebijakan sejalan dengan "penafsiran yang lebih sempit dan lebih diterima ketimbang lebih lebar".[284] Setelah Bonar Law dilantik menjadi Perdana Menteri pada akhir 1922, Curzon menulis kepada Law bahwa ia menganggap deklarasi tersebut sebagai komitmen Timur Tengah Inggris "terburuk" dan "sebuah kontradiksi keras dari prinsip-prinsip yang kita deklarasikan secara terbuka".[285]
Pada Agustus 1920, laporan Komisi Palin, mula-mula dalam sebuah kalimat panjang dari Komisi Penyidikan Inggris tentang pertanyaan Palestina saat masa Mandat,[286] menyatakan bahwa "Deklarasi Balfour... tanpa diragukan adalah titik permulaan dari seluruh ketegangan". Penjelasan dari laporan tersebut, yang tak dipublikasikan, menyebut Deklarasi Balfour sebanyak tiga kali, menyatakan bahwa "sebab-sebab aliensasi dan eksasperasi dari perasaan penduduk Palestina" meliputi:
- "ketidakmampuan untuk merekonsiliasikan kebijakan yang penentuan nasib sendiri yang dideklarasikan Sekutu dengan Deklarasi Balfour, memberikan kebangkitan kepada sebuah esensi pengkhianatan dan anksietas intens untuk masa depan kami";[287]
- "ketidakapresiasian pengartian sebenarnya dari Deklarasi Balfour dan pelupaan terhadap pemanduan yang ditentukan, karena kurangnya retorika para politikus dan pernyataan dan penulisan tereksargerasi dari orang-orang penting, terutama kaum Zionis";[287] dan
- "Indiskresi dan agresi Zionis sejak Deklarasi Balfour menimbulkan kekhawatiran semacam itu".[287]
Opini masyarakat dan pemerintah Inggris menjadi makin tak senang dengan dukungan negara terhadap Zionisme; bahkan Sykes mulai mengubah pandangannya pada akhir 1918.[an] Pada Februari 1922, Churchill menghubungi Samuel, yang telah memulai perannya sebagai Komisioner Tinggi untuk Palestina pada 18 bulan sebelumnya, membujuk agar memotong pengeluaran dan menyatakan:
Di Dewan-dewan Parlemen, terdapat pertumbuhan gerakan pertikaian, melawan kebijakan Zionis di Palestina, yang akan distimulasikan oleh artikel-artikel saat ini Northcliffe.[ao] Aku tak dapat mengambil tindakan pada pergerakan ini, namun makin sulit untuk mendatangkan argumen bahwa tak adil untuk menanyai pembayar pajak Inggris tersebut, terutama dengan perpajakan, untuk menyematkan bayaran sebuah kebijakan populer yang terhimpun di Palestina.[290]
Setelah pengeluaran Makalah Putih Churchill pada Juni 1922, Dewan Bangsawan menolak Mandat Palestina dimasukkan Deklarasi Balfour dengan 60 suara berbanding 25, setelah pergerakan yang dikeluarkan oleh Lord Islington.[291][292] Suara tersebut hanya bersifak simbolik karena ini kemudian ditindih oleh sebuah suara dalam Dewan Rakyat setelah sikap taktikal dan berbagai janji yang dibuat oleh Churchill.[291][xxviii]
Pada Februari 1923, setelah perubahan dalam pemerintahan, Cavendish, dalam sebuah memorandum panjang untuk Kabinet, menghimpun pendirian untuk peninjauan rahasia dari kebijakan Palestina:
Ini akan menepis anggapan bahwa kebijakan Zionis hanyalah sebuah kebijakan tak populer. Ini telah secara pahit diserang dalam Parlemen dan masih menyayat dalam bagian tertentu dari pers. Dasar berintang dari serangan tersebut adalah tiga hal:(1) tuduhan pelanggaran dari janji-janji McMahon; (2) ketidakadilan yang terjadi di sebuah negara atas sebuah kebijakan dimana mayoritas besar dari penduduknya dilawan; dan (3) keblunderan finansial atas pembayar pajak Inggris. ...[295]
Catatan penyorotannya membujuk agar sebuah pernyataan kebijakan dibuat sememungkinkannya dan agar kabinet berfokus pada tiga pertanyaan: (1) apakah janji-janji pada konflik Arab sejalan dengan deklarasi Balfour atau tidak; (2) jika tidak, apakah pemerintah baru harus melanjutkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah lama dalam makalah Putih 1922, dan (3) jika tidak, apakah kebijakan alternatif harus diadopsi.[143]
Stanley Baldwin, yang menggantikan Bonar Law, pada Juni 1923 menghimpun subkomite kabinet yang ditugaskan untuk:
membuat kebijakan Palestina disegarkan dan untuk menasihati Kabinet penuh soal apakah Inggris harus mempertahankan Palestina dan apakah jika masih bisa, kebijakan pro-Zionis harus dilanjutkan.[296]
Kabinet menyepakati laporan komite tersebut pada 31 Juli 1923. Menyebutnya "bukanlah penyingkatan pernyataan", Quigley menyatakan bahwa pemerintah memutuskan dirinya sendiri pada dukungannya untuk Zionisme yang dihimpun oleh konsiderasi-konsiderasi yang tak dilakukan dengan jasa-jasa Zionisme atau akibatnya untuk Palestina.[297] Huneidi berkata, “diharapkan atau tidak, ini sangat tak mungkin bagi pemerintahan manapun untuk menempatkan dirinya sendiri tanpa penyakralan substansial dari konsistensi dan penghormatan diri, jika bukannya kehormatan[298]
Pemakaian kata dari deklarasi tersebut kemudian dicantumkan dalam Mandat Britania untuk Palestina, sebuah instrumen hukum yang menciptakan Mandat Palestina dengan keperluan eksplisit dari pengambilan dampak dari deklarasi tersebut dan akhirnya diformalisasi pada September 1923.[299][300] Tak seperti deklarasi itu sendiri, Mandat tersebut secara sah diserahkan kepada pemerintah Inggris.[299] Pada Juni 1924, Inggris membuat laporannya kepada Komisi Mandat Permanan untuk periode Juli 1920 sampai akhir 1923 yang berisi ketiadaan pelonggaran yang tertuang dalam dokumen-dokumen internal; dokumen-dokumen tersebut berkaitan dengan peninjauan ulang tahun 1923 yang diadakan diam-diam sampai awal 1970an. [301]
Historiografi
Lloyd George dan Balfour masih berada di pemerintahan sampai keruntuhan koalisi pada Oktober 1922.[302] Di bawah pemerintahan Konservatif baru, upaya dibuat untuk mengidentifikasi latar belakang dan motivasi untuk deklarasi tersebut.[303] Sebuah memorandum Kabinet pribadi dibuat pada Januari 1923, memberikan penjelasan Kantor Luar Negeri yang diketahui pada masa itu dan catatan Kabinet perang yang berujung pada deklarasi tersebut. Sebuah catatan Kantor Luar Negeri yang menyertainya menyatakan bahwa para pengarang primer dari deklarasi tersebut adalah Balfour, Sykes, Weizmann, dan Sokolow, dengan "mungkin Lord Rothschild sebagai seorang figur di latar belakang", dan bahwa "negosiasi tampak utamanya bersifat lisan dan melalui pengartian dari catatan pribadi dan memoranda yang hanya memberikan catatan seadanya."[303][304]
Setelah serangan umum tahun 1936 yang berujung pada pemberontakan Arab di Palestina 1936–1939, perpecahan kekerasan paling signifikan sejak masa Mandat dimulai, sebuah Komisi Kerajaan Inggris – sebuah badan penyidikan masyarakat tingkat tinggi – ditunjuk untuk menyelidiki sebab dari ketegangan tersebut.[305] Komisi Kerajaan Palestina, diangkat dengan istilah rujukan yang lebih signifikan ketimbang penyidikan Inggris sebelumnya di Palestina,[305] menyelesaikan laporan 404 halaman setelah enam bulan pengerjaan pada Juni 1937, diterbitkan sebulan kemudian.[305] Laporan tersebut dimulai dengan menjelaskan sejarah masalah, termasuk penjelasan mendetail dari asal muasal Deklarasi Balfour. Sebagian besar penjelasan ini didasarkan pada pengakuan pribadi Lloyd-George;[306] Balfour telah meninggal pada 1930 dan Sykes pada 1919.[307] Ia berkata kepada komisi bahwa dekalrasi tersebut dibuat "karena alasan-alasan propagandis... Terutama simpati Yahudi akan konfirmasi dukungan Yahudi Amerika, dan akan membuatnya lebih sulit bagi Jerman untuk mengurangi komitmen militernya dan menunjang posisi ekonominya di front timur".[ap] Dua tahun kemudian, dalam Memoirs buatannya,[aq] Lloyd George menjelaskan sebanyak sembilan faktor yang memotivasi keputusannya sebagai Perdana Menteri untuk merilis deklarasi tersebut,[145] termasuk alasan-alasan tambahan agar keberadaan Yahudi di Palestina akan memperkuat posisi Inggris di Terusan Suez dan menegakkan rute dominion imperial mereka di India.[145]
Perhitungan geopolitik ini diperdebatkan dan didiskusikan pada tahun-tahun berikutnya.[145] Para sejarawan sepakat bahwa Inggris meyakini bahwa dukungan yang dikeluarkan akan berbanding kepada Yahudi di Jerman dan Amerika Serikat, membuat dua penasihat terdekat Woodrow Wilson diketahui menjadi Zionis tulen;[xxix][xxx][311] mereka juga mengharapkan dorongan dukungan dari populasi Yahudi besar di Rusia.[312] Selain itu, Inggris berniat untuk mendahului keberadaan Prancis pada pemerintahan mancanegara di Palestina.[xxxi]
Beberapa sejarawan berpendapat bahwa keputusan pemerintah Ingrgsi merefleksikan apa yang James Gelvin, Profesor Sejarah Timur Tengah di UCLA, sebut 'anti-Semitisme patrisian' dalam perkiraan berlebih dari kekuatan Yahudi di Amerika Serikat dan Rusia.[145] Zionisme Amerika masih bersifat dini; pada 1914, Federasi Zionis memiliki biaya kecil sekitar $5,000 dan hanya terdiri dari 12,000 anggota, meskipun populasi Yahudi Amerika berjumlah tiga juta orang.[xxxii] Namun organisasi-organisasi Zionis sekarang meraih kesuksesan, setelah sepasukan dalam komunitas Yahudi Amerika, dalam mengaransemenkan kongres Yahudi untuk memperdebatkan masalah Yahudi secara keseluruhan.[xxxiii] Ini berdampak pada perkiraan keseimbangan kekuatan pemerintah Inggris dan Prancis dalam publik Yahudi Amerika.[xxiv]
Avi Shlaim, Profesor Emeritus Hubungan Internasional di Universitas Oxford, beranggapan bahwa dua aliran pemikiran utama berkembang pada pertanyaan pasukan penggerak primer di balik deklarasi tersebut,[80] satu dipersembahkan pada 1961 oleh Leonard Stein,[317] seorang pengacara dan mantan sekretaris politik untuk Organisasi Zionis Sedunia, dan yang lainnya pada 1970 oleh Mayir Vereté, saat itu Profesor Sejarah Israel di Universitas Ibrani Yerusalem.[318] Shlaim menyatakan bahwa Stein tak meraih konklusi potongan jelas apapun, namun secara implisit dalam naratifnya adalah bahwa deklarasi tersebut utamanya dihasilkan dari kegiatan dan keterampilan kaum Zionis, sementara menurut Vereté, itu adalah kerja dari para pragmatis keras kepala yang dimotivasi oleh kepentingan imperial Inggris di Timur Tengah.[80] Kebanyakan pembelajaran modern tentang keputusan untuk mengeluarkan deklarasi tersebut berfokus pada gerakan Zionis dan persaingan di dalamnya,[319] dengan sebuah perdebatan penting tentang apakah peran Weizmann menonjol atau apakah Inggris tampaknya mengeluarkan deklarasi serupa dalam peristiwa lain.[319] Danny Gutwein, Profesor Sejarah Yahudi di Universitas Haifa, menyinggung soal sebuah gagasan lama, yang menganggap bahwa persetujuan Sykes pada Februari 1917 kepada kaum Zionis adalah momen penting, dan bahwa ini sejalan dengan penyeragaman agenda pemerintah yang lebih besar untuk pemisahan Kekaisaran Utsmaniyah.[xxxiv]
Dampak jangka panjang
Deklarasi tersebut memiliki dua akibat tak langsung, pendirian negara Yahudi dan keadaan kronis dari konflik antara Arab dan Yahudi di seluruh Timur Tengah.[320][321][322][323][324][325] Ini telah disebut sebagai "dosa asal" dari kegagalan Inggris di Palestina[326] dan peristiwa-peristiwa secara luas di Palestina.[327] Pernyataan tersebut juga memiliki dampak signifikan pada anti-Zionisme tradisional dari Yahudi relijius, beberapa orang memandangnya sebagai providensi ilahi; ini berkontribusi pada pertumbuhan Zionisme relijius pada gerakan Zionis secara besar.[xxxv]
Dimulai pada tahun 1920, konflik antar-komunal di Mandat Palestina pecah, yang melebar menjadi konflik Arab-Israel regional, seringkali disebut sebagai "konflik paling berintrik" di dunia.[329][330][331] "Obligasi ganda" kepada dua komunitas tersebut dengan cepat tak terelakkan;[332] Inggris kemudian menyatakan bahwa tak mungkin bagi kami untuk mendamaikan dua komunitas tersebut di Palestina dengan memakai pesan-pesan berbeda bagi audien yang berbeda.[ar] Komisi Kerajaan Palestina – dalam membuat proporsal resmi pertama untuk pemisahan wilayah – menyebut persyaratan tersebut sebagai "obligasi berseberangan",[334][335] dan itu adalah "penyakit yang sangat mendalam, dalam keadaan kami, satu-satunya harapan untuk menyembuhkannya adalah melalui operasi pembedahan".[336] Setelah pemberontakan Arab di Palestina tahun 1936–1939, dan ketegangan seluruh dunia yang berkembang berujung pada Perang Dunia II, Parlemen Inggris menyepakati Makalah Putih 1939 – pernyataan formal terakhir mereka terhadap kebijakan pemerintahan di Mandat Palestina – mendeklarasikan bahwa Palestina tak seharusnya menjadi Negara Yahudi dan memberlakukan pembatasan terhadap imigrasi Yahudi.[337][338] Meskipun Inggris menganggap keputusan ini dengan komitmen Balfour untuk melindungi hak non-Yahudi, beberapa Zionis memandangnya sebagai pengukuhan dari deklarasi tersebut.[337][338][as] Meskipun kebijakan ini berlangsung sampai Inggris menyerahkan Mandat tersebut apda 1948, ini hanya disajikan untuk menyoroti kesulitan fundamental bagi Inggris dalam memberikan obligasi-obligasi Mandat.[341]
Keterlibatan Inggris dalam hal ini menjadi salah satu bagian paling kontroversial dari sejarah Kekaisaran tersebut, dan merusak reputasinya di Timur Tengah dari generasi ke generasi.[xxxvi] Menurut sejarawan Elizabeth Monroe: "diukur oleh kepentingan Inggris sendiri, [deklarasi tersebut adalah] salah satu kesalahpahaman terbesar dalam sejarah kekaisaran[nya]."[342] Studi tahun 2010 oleh Jonathan Schneer, spesialis dalam sejarah Inggris modern di Georgia Tech, menyatakan bahwa karena penghimpunan deklarasi tersebut dikarakteristisasikan oleh "kontradiksi, penipuan, kesalahpahaman, dan pikiran pengharapan", deklarasi tersebut menabur gigi naga dan "menghasilkan panen pembunuhan, dan mereka memajukan panen sampai masa sekarang".[xxxvii] Batu pendirian untuk Israel modern telah dihimpun, namun prediksi bahwa ini akan menghimpun pengerjaan dasar untuk kerjasama Arab-Yahudi yang harmoni ditunjang pada pemikiran pengharapan.[343][xxxviii]
Dokumen
Dokumen tersebut dipersembahkan kepada British Museum pada tahun 1924 oleh Walter Rothschild. Saat ini, dokumen tersebut disimpan di British Library, yang terpisah dari British Museum pada tahun 1973, sebagai Manuskrip Tambahan nomor 41178.[345] Dari Oktober 1987 sampai Mei 1988, dokumen tersebut dipinjamkan di luar Inggris untuk disimpan di Knesset, Israel.[346] Pemerintah Israel sekarang sedang menegosiasikan pengadaan peminjaman kedua pada tahun 2018, dengan rencana menyimpan dokumen tersebut di Balai Kemerdekaan, Tel Aviv.[346]
Lihat pula
Catatan
Kutipan pendukung primer
- ^ Montefiore adalah Yahudi Britania terkaya, dan pemimpin Badan Deputi Yahudi Inggris. Surat pertama Charles Henry Churchill, pada tahun 1841, ditujukan untuk mengkatalisasikan sebuah peminatan dalam emigrasi Yahudi ke Palestina: "Menyadari bahwa kamu dan para kolegamu harus berada pada peminatanmu sendiri atas subyek penting ini dari pemulihan negara kunomu, ini tampak kepadaku (membentuk opiniku atas sikap saat ini dari urusan-urusan di Kekaisaran Turki) yang hanya menjadi subyek-subyek Porte yang dapat kamu perdagangkan untuk meraih kembali penjejakan di Palestina."[8]
- ^ Menurut memoir Weizmann, konversasi tersebut dinyatakan sebagai berikut: "Tuan Balfour, jika aku menawarkan kepadamu Paris menggantikan London, akankah kau mengambilnya?" Ia duduk, menatapku, dan menjawab: "Tapi Dr. Weizmann, kami memiliki London." "Itu benar," kataku, "namun kami memiliki Yerusalem saat London merupakan sebuah rawa." Ia ... menyatakan dua hal yang aku ingat betul. Pertama adalah" "Apa terdapat beberapa Yahudi yang berpikir sepertimu?" Jawabku: "Aku percaya bahwa aku menyatakan pikiran jutaan orang Yahudi yang tak akan pernah kau lihat dan yang tak dapat berbicara bagi diri mereka sendiri." ... Untuk itu, ia berkata: "Jika itu yang sangat kau kehendaki, satu hari akan terkabul." Tak alam sebelum aku undur diri, Balfour berkata: "Heran. Yahudi yang aku temui sangat berbeda." Jawabku: "Tuan Balfour, kau bertemu jenis yang salah dari Yahudi".[25]
- ^ Catatan Weizmann dari pertemuan tersebut menyatakan bahwa: "[James] berpikir bahwa aspirasi Palestina dari Yahudi akan menemukan tanggapan yang sangat baik dalam lingkar Pemerintahan, yang akan mendukung sebuah proyek seperti tiu, keduanya dari sudut pandang humanitarian dan politik Inggris. Formasi komunitas Yahudi kuat di Palestina akan dianggap sebagai aset politik bernilai. Sehingga, ia berpikir bahwa tuntutan-tuntutan yang hanya menyerukan untuk dorongan kolonisasi Yahudi di Palestina terlalu dangkal dan tak akan benar-benar merasuk kepada negarawan. Seseorang harus bertanya untuk beberapa hal yang melebihi hal itu dan yang bergerak menuju formasi negara Yahudi."[28] Gutwein menafsirkan diskusi ini sebagai berikut: "Rekomendasi James bahwa para Zionis tak harus berhenti pada tuntutan untuk pemukiman Yahudi di Palestina, namun meradikalisasikan tuntutan mereka untuk sebuah negara Yahudi, merefleksikan kontras politik antara kalangan reformis, yang bersiap untuk mendukung pemukiman Yahudi di Palestina sebagai bagian dari reorganisasi Kekaisaran Utsmaniyah, dan kalangan radikal, yang memandang negara Yahudi sebagai alat untuk memisahkannya. Meskipun James menganggap bahwa tuntutan untuk sebuah negara Yahudi akan membantu dalam meraih dukungan negarawan Inggris tersebut, dalam pandangan penentangan Asquith dan Grey terhadap tuntutan tersebut, ini tampak tak akurat jika pernyataan salah kaprah dari nasihat James adalah alat untuk mendaftarkan Weizmann, dan melalui gerakan Zionis, untuk membantu kalangan radikal dan Lloyd George."[28]
- ^ Dari memoir Weizmann: "Pemasukan Turki ke dalam pertikaian dan isyarat yang dibuat oleh Perdana Menteri dalam pidato Guildhall-nya adalah sebuah tekanan tambahan menuju proses dengan pengerjaan ulang pada kecepatan yang lebih tinggi... Sebuah kesempatan menawarkan dirinya sendiri untuk mendiskusikan masalah Yahudi dengan Tuan C. P. Scott (Penyunting Manchester Guardian)… Tuan Scott, yang telah, aku yakini, memberikan seluruh masalah dengan perhatian yang sangat hati-hati dan simpatetik, merupakan dorongan baik untuk menjanjikan bahwa ia akan berbicara kepada Tuan Lloyd George tentang subyek tersebut... Sesuai yang terjadi, Tuan Lloyd George, mengadakan beberapa kesepakatan selama sepekan yang menyatakan bahwa ia harus menyaksikan Tuan Herbert Samuel, dan sebuah wawancara dilakukan di kantornya. [Footnote: 10 Dec. 1914]"[47]
- ^ Memoir Weizmann: "Ia meyakini bahwa tuntutanku terlalu sederhana, hal-hal besar itu akan dilakukan di Palestina; ia sendiri akan bergerak dan akan menunjang Yahudi untuk bergerak secara langsung ke keadaan militer secara jelas... Yahudi akan dapat mengirim penyakralan dan ia bersiap untuk melakukannya. Di titik ini, ia meletakkan pernyataan dimana cara-cara Tuan Samuel lebih ambisius ketimbang yang dipikirkan. Tuan Samuel tak berniat untuk memasuki diskusi dari rencananya, karena ia tampaknya akan membiarkan mereka 'cair', namun ia berpendapat bahwa Yahudi akan membangun jalur kereta api, pelabuhan, universitas, jaringan sekolah, dll... Ia juga berpikir bahwa mungkin Bait Allah dibangun ulang, sebagai lambang persatuan Yahudi, khususnya, dalam bentuk modernisasi."[49]
- ^ Kembali dari memoir Weizmann: "Atas saran Baron James, ia ingin memandang Sir Philip Magnus dengan yang aku beri penjelasan penjang, dan ia mengekspresikan kehendaknya untuk bekerja sama, menyediakan diskresi besar yang dipakai... Aku membujuk Sir Philip agar opiniku dimajukan kepada Tuan Balfour, dan ia menganggap bahwa sebuah wawancara dengan Tuan Balfour akan menjadi nilai dan pemahaman yang sangat besar... Di salah satu kunjunganku ke London, aku menulis kepada Tuan Balfour dan menerima sebuah kesepakatan dengannya pada hari Sabtu pekan yang sama pada pukul 12 di rumahnya.[Catatan kaki: 12 Des. 1914] Aku berkata kepadanya secara praktik dalam penekanan yang sama seperti yang aku lakukan kepada Tuan Samuel, namun semuanya turun dari konversasi kami yang lebih akademis ketimbang praktikal."[50]
- ^ Weizmann telah dibujuk untuk membuat proses baru untuk produksi aseton dalam rangka mengurapi biaya produksi kordit;[46] anggapan populer menyatakan bahwa perannya mempengaruhi keputusan untuk merilis deklarasi tersebut dianggap sebagai "khayalan",[55] "legenda", "mitos",[56] dan "produk imajinasi [Lloyd George]".[57] Dari War Memoirs karya Lloyd George, yang menciptakan mitos ini: "Namun pada musim semi tahun 1915, posisi dalam pasar aseton Amerika telah sangat halus... Dalam survei yang mereka buat dari seluruh berbagai permintaan yang dibutuhkan, ini akan menjadi jelas bahwa suplai-suplai alkohol kayu untuk pabrik aseton akan sangat menyediakan ketidakcukupan untuk menemui peningkatan tawaran, terutama pada tahun 1916... Meskipun aku memajukan beberapa solusi dari kesulitan tersebut, aku memutuskan menentang C. P. Scott, Penyunting Manchester Guardian... Aku memegang kata-katanya tentang Profesor Weizmann dan mengundangnya ke London untuk menyaksikanku... Ia dapat membuat aseton dengan proses fermentasi pada skala laboratorium, namun ini akan membutuhkan beberapa waktu sebelum ia dapat memandu produksi sukses pada skala pabrik. Dalam beberapa pekan, ia datang kepadaku dan berkata: "Masalah tersebut terpecahkan."... Saat kesulitan kami terpecahkan melalui kecerdikan Dr. Weizmann, aku berkata kepadanya: 'Kau memiliki jasa besar kepada negara, dan aku tampaknya harus membunuh kepada Perdana Menteri untuk merekomendasikanmu kepada Sri Baginda untuk beberapa penghargaan.' Ia berkata: 'Aku tak ingin apapun untuk diriku sendiri.' 'Namun kami dapat tak dapat melakukannya seperti sebuah pengakuan bantuan berhargamu kepada negara?' Kataku. Ia menjawab: 'Ya, aku akan sepertimu untuk melakukan beberapa hal untuk rakyatku.' Ia kemudian menjelaskan aspirasinya untuk pengembalian Yahudi ke tanah sakral yang membuat mereka terkenal. Itu menjadi penghimpunan dan permulaan dari deklarasi terkenal tentang Tanah Air Nasional bagi Yahudi di Palestina. Kemudian, saat aku menjadi Perdana Menteri, aku memperbincangkan seluruh materi tersebut kepada Tuan Balfour, yang saat itu menjadi Menteri Luar Negeri. Sebagai seorang ilmuwan, ia sangat berminat saat aku berkata kepadanya soal prestasi Dr. Weizmann. Kami saat itu bersepakat untuk mengumpulkan dukungan Yahudi di negara-negara netral, terutama di Amerika. Dr. Weizmann membawanya ke dalam kontak langsung dengan Menteri Luar Negeri. Ini menjadi permulaan dari sebuah asosiasi, sebuah penimbulan yang, setelah peninjauan panjang, menjadi Deklarasi Balfour terkenal..."[58]
- ^ Lihat surat 25 Oktober 1915 asli disini. George Antonius – yang telah menjadi orang pertama yang menerbitkan korespondensi tersebut secara lengkap – menyebut surat tersebut "jauh sangat penting dalam seluruh korespondensi, dan mungkin dianggap sebagai dokumen internasional paling berpengaruh dalam sejarah gerakan nasional Arab... masih dilibatkan sebagai potongan utama dari bukti dimana bangsa Arab menuduh Britania Raya mematahkan kepercayaan dengan mereka."[63]
- ^ Dalam sebuah surat 27 Februari 1916, sebelum ia berangkat ke Rusia, Sykes menulis kepada Samuel: "Aku membaca memorandum [tahun 1915 buatanmu] dan memutuskan untuk mengingatnya."[65] Dengan penghormatan kepada perbatasan, Sykes menjelaskan: "Dengan mengecualikan Hebron dan Timur Yordan, terdapat kekurangan untuk berdiskusi dengan kaum Muslim, karena Masjid Umar saat itu menjadi satu-satunya materi vital yang berpengaruh untuk didiskusikand engan mereka dan kemudian terjauhkan dengan kontak apapun dengan kaum Bedouin, yang tak pernah melintasi sungai kecuali untuk bisnis. Aku membayangkan bahwa objek utama Zionisme adalah perwujudan dari gagasan pusat yang berdiri dari kebangsaan ketimbang perbatasan atau keberadaan wilayah."[66]
- ^ Dalam memo Agustus 1919 buatannya, Balfour menyatakan, "Pada tahun 1915, merupakan Syarif Makkah yang memajukan tugas delimitasi tersebut, maupun yang membatasi penempatan atas pencurahannya dalam materi ini, kecuali reservasi tertentu yang bertujuang untuk melindungi kepentingan Prancis di Suriah Barat dan Silisia. Pada 1916, semua ini tampak terlupakan. Perjanjian Sykes–Picot tak membuat rujukan kepada Syarif Makkah, dan, sejauh lima dokumen yang kami soroti, ia tak pernah mendengarnya sejak itu. Seluruh metode baru diadopsi oleh Prancis dan Inggris, yang dibuat dengan satu sama lain dalam Perjanjian Sykes–Picot yang menyediakan dan menyiapkan aransemen teritorial yang menyiapkan aransemen-aransemen yang disebutkan yang Sekutu dan Blok Terbaik miliki sejauh secara khusus diterima maupun secara khusus digantikan."[69]
- ^ Sykes telah mendiskusikan materi tersebut dengan Picot, menyarankan pembentukan Kesultanan Arab Palestina di bawah perlindungan Prancis dan Inggris; ia dilimpahkan oleh Grey, Buchanan harus berkata kepada Sykes 'untuk mengobliterasikan dari kenangannya bahwa memorandum Kabinet Tuan Samuel membuat pernyataan apapun dari protektorat Inggris dan bahwa aku berkata kepada Tuan Samuel pada waktu itu bahwa protektorat Inggris sangat dipertanyakan dan Sir M. Sykes seharusnya tak pernah menyebut subyek tersebut tanpa menjadikannya jelas'.[76]
- ^ Nahum Sokolow menyebut pertemuan tersebut pada tahun 1919 sebagai berikut: "7 Februari 1917, menandakan titik balik dalam sejarah... Di penetapan tahun 1917, Sir Mark Sykes memasuki hubungan erat dengan Dr. Weizmann dan pengarang tersebut, dan diskusin diadakan dengan pengarang tersebut yang berujung pada pertemuan 7 Februari 1917, yang menandai penetapan negosiasi resmi. Disamping Sir Mark Sykes, berikut ini yang ikut serta dalam pertemuan tersebut: Lord Rothschild, Tuan Herbert Bentwich, Tuan Joseph Cowen, Dr. M. Gaster (yang di rumahnya dijadikan tempat pertemuan tersebut), Tuan James de Rothschild, Tuan Harry Sacher, Yang Terhormat Herbert Samuel, M.P., Dr. Chaim Weizmann, dan pengarang tersebut. Deliberasi tersebut berujung pada hasil yang diinginkan, dan ini diselesaikan untuk melanjutkan pengerjaan tersebut."[89]
- ^ Sykes juga menginformasikan kepada kalangan Zionis bahwa ia bertemu Picot keesokan harinya dan Sokolow dinominasikan oleh Rothschild untuk bergabung dalam pertemuan tersebut yang diadakan di rumah Sykes. Sokolow dapat menghadirkan kasus Zionis dan mengekspresikan keinginannya untuk sebuah protektorat Inggris meskipun Picot kurang berminat pada masa itu. Sehari setelahnya, Sokolow dan Picot bertemu sendiri di kedubes Prancis, pada kali ini, Picot berkata "Ia pribadi akan menyaksikan bahwa fakta-fakta tentang Zionisme dikomunikasikan kepada perempatan sebenarnya dan ia akan melakukan hal terbaiknya untuk memenangkan gerakan tersebut terhadap simpati yang dibutuhkan sampai kemenangan yang sejauh ini selaras dengan titik pendirian Prancis pada pertanyaan ini."[92]
- ^ Kabinet Perang, yang meninjau ulang konferensi tersebut pada 25 April, "mengeluarkan pandangan bahwa Perjanjian Sykes-Picot pada masa berikutnya atau pada masa selanjutnya direkondisikan... Tak ada tindakan yang harus diambil saat menghadirkan materi ini".[102]
- ^ Sykes sebagai Kepala Pejabat Politik untuk Pasukan Ekspedisioner Mesir dan Picot sebagai Haut-Commissaire Français pour Les Territoires Occupés en Palestine et en Syrie (Komisioner Tinggi untuk Kawasan Pendudukan di Palestina dan Suriah), meraih instruksi mereka masing-masing pada 3 April dan 2 April.[105][106] Sykes dan Picot datang ke Timur Tengah pada akhir April, dan mengadakan diskusi sampai akhir Mei.[104]
- ^ Komite Komunitas Yahudi (dalam bahasa Italia: Comitato delle università israelitiche) sekarang dikenal sebagai Serikat Komunitas Yahudi Italia (dalam bahasa Italia: Unione delle comunità ebraiche italiane, disingkat UCEI)
- ^ Pada 1929, pemimpin Zionis Jacob de Haas menulis: "Pada Mei 1917, sebelum kedatangan Misi Balfour ke Amerika Serikat, Presiden Wilson mengambil kesempatan untuk mendiskusikan hal-hal Zionis Palestina, dan kesempatan tersebut tak terpantau. Di penyambutan resmi pertama yang diberikan oleh Presiden Wilson untuk Tuan Balfour, Balfour menyinggung Brandeis sebagai orang yang ingin ia ajak bicara secara pribadi. Tuan Balfour saat di Washington menyatakan pendiriannya sendiri dalam sebuah kalimat tunggal, "Aku seorang Zionis". Namun saat Balfour dan Brandeis bertemu sesering adanya tuntutan para Zionis lain dan mendiskusikan masalah Palestina dengan seluruh anggota misi Inggris tersebut yang menganggapnya keinginan pemikiran untuk ditanam. Ini membuat kebutuhan karena pada sebagian kerangka pendirian mandat Amerika untuk Palestina, kebijakan Branseis tak sejalan dengan yang dibahas di pers Eropa."[121]
- ^ Ronald Graham menulis kepada Lord Hardinge, Sekretaris Negara Tingkat Rendah Permanen untuk Urusan Luar Negeri (semacam pegawai sipil paling senior, atau non-menteri di Kantor Luar Negeri) pada 13 Juni 1917: "Ini akan tampak bahwa dalam pandangan simpati terhadap gerakan Zionis yang telah siap diekspresikan oleh Perdana Menteri, Tuan Balfour, Lord R. Cecil, dan negarawan lainnya, mereka berniat untuk mendukungnya, meskipun sampai kebijakan Zionis telah makin jelas mendefinisikan dukungan kami harus menjadi karakter umum. Sehingga, aku perlu mengamankan seluruh kemajuan politik yang dapat kami lakukan dari hubungan kami dengan Zionisme, dan tak ada keraguan bahwa kemajuan ini akan dikondisikan, khususnya di Rusia, dimana satu-satunya alat mencapai proletariat Yahudi adalah melalui Zionisme, dimana sebagian besar Yahudi di negara tersebut memegangnya."[122]
- ^ Weizmann menulis bahwa: "ini tampak diinginkan dari setiap sudut pandang bahwa Pemerintah Inggris harus memberi ekspresi terhadap simpatinya dan dukungan terhadap klaim-klaim Zionis atas Palestina. Pada kenyataannya, ini hanya membutuhkan konfirmasi pandangan yang pasti dan para anggota perwakilan Pemerintah beberapa kali mengekspresikannya kepada kami, dan yang membentuk dasar dari negosiasi kami sepanjang periode panjang dari hampir tiga tahun"[123]
- ^ Pada 16 April 1919, dalam menanggapi permintaan dari para Komisioner Perdamaian Amerika agar ia mengklarifikasi laporan surat kabar dari pandangannya, Wilson berkata "Secara keseluruhan, aku tak memakai kata apapun yang dikutip dalam penutupan, dan mereka tak melakukan keperluan pada kata-kataku. Namun, aku sebagai gantinya berkata apa yang dikutip melalui ekspresi "pendirian persemakmuran Yahudi yang sedikit menggerakkan gagasanku pada masa itu. Semua itu, aku kartika mengkoroborasikan akuiensi yang kami ekspresikan dalam posisi pemerintah Inggris terkait masa depan Palestina" [148]
- ^ Schmidt mengutip Stein “pandangan hukum Bonar pada pertanyaan Zionis tak diketahui” bersama dengan putranya dan biografernya untuk opini yang sama.[150]
- ^ Memorandum resmi Sykes menyediakan timbal balik pada pertemuan tersebut yang tercatat sebagai berikut:
"Apa yang kaum Zionis tak inginkan: I. Untuk memiliki pemegangan politik khusus apapun di kota lama Yerusalem sendiri atau kontrol atas Tempat-tempat Suci Kristen atau Muslim apapun; II. Untuk menghimpun sebuah Republik Yahudi atau bentuk negara apapun lainnya di Palestina atau atau dalam bagian apapun dari Palestina; III. Untuk menikmati hak istimewa apapun yang tak dinikmati oleh para penduduk Palestina lainnya; Di sisi lain, kaum Zionis menginginkan: I. Pengakuan para penduduk Yahudi di Palestina sebagai unit nasional, berfederasi dengan unit-unit nasional [lainnya] di Palestina; II. Pengakuan hak bonafit para pemukim Yahudi untuk diliputkan dalam unit nasional Yahudi di Palestina"[155] - ^ Ali Allawi menjelaskannya sebagai berikut: "Saat Faisal meninggalkan pertemuan dengan Weizmann untuk menjelaskan tindakannya kepada para penasihatnya yang berada di dekat kantor di Hotel Carlton, ia bertemu dengan ekspresi terkejut dan tak percaya. Bagaimana ia menandatangani sebuah dokumen yang ditulis oleh orang asing dalam menyanjung orang asing lainnya dalam bahasa Inggris dalam sebuah bahasa yang tak ia ketahui? Faisal menjawab kepada para penasihatnya seperti yang dicatat dalam memoir 'Awni 'Abd al-Hadi, "Kau berhak terkejut saat aku menandatangani perjanjian semacam itu yang ditulis dalam bahasa Inggris. Namun aku mengingatkanmu bahwa keterkejutanmu akan hilang saat aku berkata kepadamu bahwa aku tak menandatangani perjanjian tersebut sebelum aku menstipulasi menulis bahwa perjanjianku untuk menandatanganiny adalah kondisional pada penampilan oleh pemerintah Inggris dari catatan sebelumnya yang aku persembahkan kepada Kantor Luar Negeri… [Catatan ini] berisi tuntutan untuk kemerdekaan tanah Arab di Asia, dimulai dari sebuah garis yang dimulai di utara Alexandretta-Diyarbakir dan mencapai Samudera Hindia di selatan. Dan Palestina, seperti yang kau ketahui, berada dalam perbatasan tersebut… Aku mengonfirmasi dalam perjanjian ini sebelum menandatanganinya bahwa aku tak bertanggung jawab atas penerapan hal apapun dalam perjanjian tersebut jika modifikasi apapun pada catatanku diperbolehkan""[175]
- ^ Meskipun ini dicatat oleh UNSCOP bahwa "Bagi beberapa pengamat pada masa itu, konklusi dari Perjanjian Feisal-Weizmann menjanjikan kebaikan bagi kerjasama mendatang Arab dan Yahudi di Palestina."[178] dan kemudian merujuk kepada laporan tahun 1937 dari Komisi Kerajaan Palestina yang menyatakan bahwa "Tak ada satupun sejak 1919 pemimpin Arab manapun yang berkata bahwa kerjasama dengan Yahudi memungkinkan" disamping mengekspresikan harapan untuk mengkontak para perwakilan Inggris dan Zionis.[179]
- ^ Ce sentiment de respect pour les autres religions dicte mon opinion touchant la Palestine, notre voisine. Que les juifs malheureux viennent s'y refugieret se comportent en bons citoyens de ce pays, notre humanite s'en rejouit mais quells soient places sous un gouverment musulman ou chretien mandate par La Societe des nations. S’ils veulent constituer un Etat et revendiquer des droits souveraigns dans cette region je prevois de tres graves dangers. Il est a craindre qu’il y ait conflit entre eux et les autres races.
- ^ Richard Meinertzhagen menulis dalam buku hariannya bahwa "L.G. dan A.J.B. berkata bahwa melalui deklarasi tersebut, mereka selalu mendambakan sebuah negara Yahudi berkelanjutan".[185] Meinertzhagen menjadi subyek kritikan, terutama dari Brian Garfield: "ia mengisi sebagian 'buku harian'nya dengan catatan peristiwa yang mereka lakukan, namun pada kenyataannya, itu adalah memoir, diciptakan dan diciptakan ulang lama setelah peristiwa tersebut, dengan retrospektif pengarang (dan seringkali mengandung fiksi)"[186]
- ^ Lloyd George menyatakan dalam testimoninya kepada Komisi Kerajaan Palestina: "Gagasan tersebut adalah, dan ini adalah penafsiran yang diambil setelah masa itu, bahwa sebuah Negara Yahudi tak dibentuk langsung oleh Traktat Perdamaian tanpa rujukan kepada harapan mayoritas penduduk. Di sisi lain, ini menyatakan bahwa saat waktu datang sejalan dengan lembaga-lembaga perwakilan untuk Palestina, jika Yahudi menanggapi kesempatan yang mendorong mereka oleh gagasan tanah air dan menjadi mayoritas penduduk, kemudian Palestina kemudian akan menjadi Persemakmuran Yahudi."[187]
- ^ Testimoni Amery di bawah sumpah Komite Penyidikan Inggris-Amerika pada Januari 1946: "Fase "pendirian di Palestina sebuah tanah air bagi orang Yahudi" ditujukan dan dimengerti oleh seluruh orang yang memahami artinya pada masa Deklarasi Balfour bahwa Palestina secara mutlak akan menjadi "Persemakmuran Yahudi" atau "Negara Yahudi", jika hanya Yahudi yang datang dan bermukim disana dalam sejumlah sufisien."[188]
- ^ Amery menyebut momon ini dalakm memoirnya: "Satu setengah jam sebelum pertemuan tersebut, Milner memandang dari ruangnya di kantor Kabinet, di sebelah pertambangan, berkata kepadaku tentang kesultian tersebut, dan menunjukkanku satu atau dua rancangan alternatif yang telah disarankan, dengan ketiadaan yang ia sangat satistifikasikan. Apa yang kau rancang yang akan memajukan jarak beralasan untuk pertemuan para obyektor, baik Yahudi maupun pro-Arab, tanpa memasangkan substansi dari deklarasi yang diusulkan?"[199]
- ^ Ronald Storrs, Gubernur Militer Yerusalem Britania antara 1917 dan 1920, menulis pada 1943: "Deklarasi tersebut yang, dengan tambahan pesan Yahudi utamanya, berpasangan dengan Yahudi non-Palestina pada cangkupan status nasional mereka, tak memberi catatan soal rasa atau keputusan para penduduk sebenarnya dari Palestina. Dalam rancangannya, orang Arab mengamati bagian posisi dan utama yang disajikan untuk orang Yahudi, sementara ras dan golongan lainnya tak disebutkan, entah itu Arab, Muslim atau Kristen, namun terjerumus bersamaan di bawah definisi negatif dan terhumiliasi dari 'Komunitas Non-Yahudi' dan terrelegasi pada proviso-proviso subordinat. Mereka kemudian menandai sebuah sinister dan omisi signifikan. Meskipun hak agama dan sipil mereka secara khusus dipandu, hak politik mereka tak disebutkan. Secara jelas, mereka tak memilikinya."[201][202]
- ^ Istilah "tugas berganda" dipakai oleh Komisi Mandar Permanen pada 1924,[203] frase "pemegangan ganda" dipakai oleh Perdana Menteri Ramsey MacDonald dalam pidato Dewan Rakyat April 1930 buatannya,[204] makalah putih Passfield, dan surat tahun 1931 buatannya kepada Chaim Weizmann, sementara Komisi Kerajaan Palestina tahun 1937 memakai istilah "obligasi ganda".[205]
- ^ Di Komisi Mandat Permanen 9 Juni 1930, Perwakilan Terakreditasi Inggris, Drummond Shiels, menghimpun kebijakan Inggris untuk merekonsilisasikan dua komunitas tersebut. Komisi Mandat Permanen menjelaskan bahwa "Dari seluruh pernyataan, dua anggapan timbul, yang meliputi: (1) bahwa obligasi-obligasi yang dituangkan oleh Mandat terkait dua bagian dari populasi tersebut berbobot setara; (2) bahwa dua obligasi tersebut dihimpun di Mandat dalam tanpa irekonsilisasi beresensi. Komisi Mandat tak memiliki tujuan untuk membesar-besarkan dua anggapan ini, yang, dalam pandangannya, secara akurat mengekspresikan apa yang ditujukan kepada esensi Mandat untuk Palestina dan perwujudan masa depannya." Ini dikutip dalam makalah putih Passfield, dengan catatan bahwa" "Pemerintah Sri Baginda secara bulat sejalan dengan esensi dari pengumuman ini dan ini merupakan sumber satisfikasi kepada mereka yang menyediakan otoritatif melalui persetujuan Dewan Liga Bangsa-Bangsa."[206]
- ^ 19 Februari 1919, Balfour menulis kepada Lloyd George bahwa: "Titik kesadaran dari posisi keseluruhan kita adalah bahwa dalam kasus Palestina, kita secara deliberasi dan berhak mengurungkan penerimaan prinsip penentuan nasib sendiri. Jika para penduduk yang hadir berkonsultasi, mereka akan secara tanpa ditanya memberikan sebuah pernyataan anti-Yahudi. Justifikasi kita dari kebijakan kita adalah bahwa kita menganggap Palestina sebagai pengecualian secara absolut; bahwa kita menganggap pertanyaan dari Yahudi di luar Palestina sebagai salah satu pengaruh dunia, dan bahwa kami mendorong agar Yahudi memiliki klaim sejarah pada sebuah rumah di tanah leluhur mereka; menyediakan agar rumah tersebut dapat diberikan kepada mereka tanpa menyudutkan atau menekan para penduduk yang ada."[207]
- ^ Empat Belas Poin Januari 1918 buatan Wilson menyatakan sebuah persyaratan untuk "kebebasan, berpikiran terbuka, dan penetapan impartial absolut dari seluruh klaim kolonial, berdasarkan pada pengamatan ketat dari prinsip bahwa dalam menentukan seluruh pertanyaan kedaulatan kepentingan populasi semacam itu harus memiliki bobot setara dengan klaim ekuitabel dari pemerintah yang judulnya ditentukan",[209] Deklarasi Tujuh Orang Juni 1918 oleh McMahon menyatakan bahwa "pemerintahan mendatang dari wilayah tersebut harus berdasarkan pada prinsip perhatian pemerintah",[210] Deklarasi Inggris-Prancis November 1918 menyatakan bahwa "pemerintahan dan administrasi nasional [akan memberikan] otoritas mereka dari kebebasan inisiatif dan pilihan penduduk asli,"[74] dan Kovenan Liga Bangsa-Bangsa Juni 1919 menyatakan bahwa "harapan komunitas tersebut harus menjadi konsiderasi utama dalam seleksi Mandat" dan menyebut sebuah "kepercayaan keramat", yang kemudian ditafsirkan pada 1971 oleh Mahkamah Internasional bahwa "tujuan mutlak dari kepercayaan keramat adalah penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan suku bangsa yang berkepentingan".[211]
- ^ Dalam sebuah memo Agustus 1919 yang membahas Kovenan Liga Bangsa-Bangsa, Balfour menjelaskan: "Aku tak pernah dapat mengerti bagaimana [kebijakan kami] dapat sejalan dengan deklarasi [Inggris-Prancis], Kovenan atau instruksi kepada Komisi Penyidikan... Singkatnya, sejauh Palestina diperhatikan, Kekuatan-kekuataan tersebut tak membuat pernyataan dari fakta yang tak dianggap salah, dan tak ada deklarasi kebijakan yang, setidaknya dalam surat, mereka tak selalu ditujukan untuk dilanggar,"[212][213] dan melanjutkannya dengan menyatakan bahwa: "Kontradiksi antara surat Kovenan dan kebijakan Sekutu lebih simpang siur dalam kasus 'negara independen' dari Palestina ketimbang 'negara independen' Suriah. Untuk Palestina, kami tak dapat mengusulkan bahkan untuk maju melalui bentuk konsultasi harapan dari penduduk yanga da di negara tersebut, meskipun Komisi Amerika telah maju melalui bentuk pertanyaan soal apakah mereka itu. Empat Blok Besar berkomitmen kepada Zionisme. Dan Zionisme, entah baik atau buruk, bagus atau jelek, mengakar dalam tradisi jangka panjang, dalam kebutuhan yang ada, dalam harapan mendatang, dari orang-orang yang datang dari jauh ketimbang keinginan dan keputusan dari 700,000 orang Arab yang sekarang mendiami tanah kuno tersebut."[212][69]
- ^ Pernyataan ini pertama kali dibuat saat sebuah debat terkait peringatan keseratus mendatang dari Deklarasi tersebut ;[216] Kantor Luar Negeri kemudian mengulang pernyataan tersebut dalam menanggapi sebuah petisi di situs web petisi Parlemen Britania Raya, yang menyerukan permintaan maaf resmi atas Deklarasi tersebut.[217]
- ^ Komisi Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Palestina memahami hal yang sama pada 1947, dengan menyatakan bahwa: "Dengan menghormati prinsip penentuan nasib sendiri... ini juga menyatakan bahwa Tanah Air Yahudi dan Mandat ‘sui generis’ untuk Palestina berjalan berseberangan dengan prinsip tersebut."[218]
- ^ Di perjalanan menuju Sinagoga Hurva pada Sabat Nachamu, Samuel menulis dalam memoirnya bahwa ia "menemukan jalanan sekitar sangat berjejalan, dan bangunan besar itu sendiri dikemas pada pintu-pintu dan atap-atap, kebanyakan oleh para pemukim lama, beberapa diantaranya masih hidup, dan ada yang sudah mati, di Kota Suci untuk mengguncangkan pietas. Sekarang, pada hari itu, untuk pertama kalinya sejak penghancuran Bait Allah, mereka dapat menyaksikan salah satu dari bangsa mereka sendiri menajdi gubernur di Tanah Israel. Bagi mereka, ini tampak bahwa pemenuhan nubuat kuno telah telah berada di tangan. Saat itu, bertepatan dengan ritual lazim, aku 'membacakan Bacaan Hukum' dan dari bagian tengah mengutip doa dan pemberkatan dalam bahasa Ibrani, 'Beri kasih pada Zion, baginya adalah rumah kehidupan kami, dan menyelamatkannhya agar meraih jiwa, secara cepat, pada hari-hari kami. Diberkatilah Engkau, Allah kami, yang membuat Zion menjadi bahagia melalui anak-anaknya: dan saat itu disusul firman-firman pembuka dari sebuah bab Yesaya dimajukan pada hari itu, 'Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni,' – emosi yang tak aku bendung namun rasanya tampak menyebar ke sebagian besar kongregasi tersebut. Beberapa menangis. Seseorang hampir terdengar berdesah berulang kali."[241]
- ^ Dalam bahasa Jerman asli: Vereinigung jüdischer Organisationen Deutschlands zur Wahrung der Rechte der Juden des Ostens
- ^ Diplomat dan biografer Sykes, Shane Leslie, menulis pada 1923 tentang Sykes: "Perjalanan terakhirnya ke Palestina telah menumbuhkan beberapa keraguan, yang membuatnya tak nyenyak saat mengunjungi Roma. Kepada Kardinal Gasquet, ia dibujuk mengubah pandangannya tentang Zionisme, dan agar ia memutuskan untuk mengkualifikasi, memandu dan, jika memungkinkan, menyelamatkan keadaan berbahaya tersebut yang cepat berkembang. Jika kematian tak dialaminya, itu tak akan terlambat."[288]
- ^ Viscount Northcliffe, yang memiliki The Times, Daily Mail, dan penerbitan lain sebanyak sekitar dua per lima dari total peredaran surat kabar Inggris, menerbitkan sebuah pernyataan dari Kairo pada 15 Februari 1922 (halaman 10) menyatakan bahwa Palestina beresiko menjadi Irlandia kedua. Artikel-artikel berikutnya yang diterbitkan dalam The Times pada 11 April (halaman 5), 26 April (halaman 15), 23 Juni (halaman 17), 3 Juli (halaman 15) dan 25 Juli (halaman 15)[289]
- ^ Komisi Kerajaan Palestina menyebut bukti Lloyd George sebagai berikut: "Dalam bukti yang ia berikan kepada kami, Tuan Lloyd George, yang menjadi Perdana Menteri pada masa itu, menyatakan bahwa, meskipun sebab Zionis telah banyak didukung di Inggris dan Amerika sebelum November, 1917, peluncuran Deklarasi Balfour pada masa itu adalah "karena alasan-alasan propagandis"; dan, ia menjelaskan posisi serius dimana Sekutu dan Blok Asosiasi pada masa itu. Orang Ruomania telah dihancurkan. Tentara Rusia tertekan. Tentara Prancis tak dapat membuat serangan berskala besar. Italia mengalami kekalahan besar di Caporetto. Jutaan ton perkapalan Inggris telah ditenggelamkan oleh kapal-kapal selam Jerman. Tak ada divisi Amerika yang tersedia di parit-parit. Dalam situasi kritis ini, simpati Yahudi atau balasannya diyakini akan membuat perbedaan substansial dari satu cara atau cara lainnya pada sebab Sekutu. Selain itu, simpati Yahudi akan mendorong dukungan Yahudi Amerika, yang akan menjadikannya lebih sulit bagi Jerman untuk mengurangi komitmen militernya dan menunjang posisi ekonomi di front timur... Para pemimpin Zionis [Tuan Lloyd George memberitahukan kami] memberikan kami sebuah janji bahwa, jika Sekutu berniat kepada diri mereka sendiri untuk memberikan dorongan untuk pendirian tanah air bagi Yahudi di Palestina, mereka akan melakukan hal terbaik mereka untuk menumpas sentimen Yahudi dan mendukung sebab Sekutu di seluruh dunia. Mereka memegang kata-kata kami."[187]
- ^ Menurut memoir Lloyd George: "Deklarasi Balfour mewakilkan kebijakan menunjang dari seluruh pihak di negara kami dan juga di Amerika, namun peluncurannya pada 1917 adalah karena, seperti yang kukatakan, adalah untuk alasan-alasan propagandis... Gerakan Zionist sangat dikecualikan di Rusia dan Amerika... Diyakini juga bahwa deklarasi semacam itu akan memiliki pengaruh poten atas Yahudi dunia di luar Rusia, dan mengamankan bantuan kepentingan finansial Yahudi untuk Entente. Di Amerika, bantuan mereka dengan hormat akan memiliki nilai istimewa saat Sekutu hampir meraup emas dan memasarkan keamanan bagi penjualan Amerika. Hal semacam ini adalah konsiderasi utama yang, pada 1917, mendorong Pemerintah Inggris menuju pembuatan sebuah kontrak dengan Yahudi."[308]
- ^ Contohnya, pada 1930, saat menyadari bahwa Raja George V diminta pandangannya tentang keadaan di Palestina, John Chancellor, Komisioner Tinggi untuk Palestina, menulis sebuah surat 16 halaman melalui Lord Stamfordham, Sekretaris Pribadi Raja. Surat tersebut menyatakan, "Fakta-fakta dari situasi tersebut adalah bahwa dalam arus deras dari perang tersebut, Pemerintah Inggris membuat janji kepada orang Arab dan janji kepada orang Yahudi yang tak konsisten satu sama lain dan tak dapat terpenuhi. Hal terjujurnya adalah untuk memajukan kesulitan kami dan berkata kepada Yahudi bahwa, sejalan dengan Deklarasi Balfour, mereka menyanjung Tanah Air Yahudi di Palestina dan bahwa Tanah Air Yahudi di Palestina pada kenyataannya berdiri dan akan diutamakan dan bahwa, tanpa melanggar bagian lain dari Deklarasi Balfour, tak menyerobot kepentingan orang Arab, mereka tak dapat lebih dari yang mereka lakukan."[333] Renton menulis: "Upaya untuk menciptakan pesan berbeda bagi audien berbeda terkait masa depan tempat yang sama, seperti yang diupayakan sejak kejatuhan Yerusalem, tak mempan."[332]
- ^ Sudut pandang protagonis utama pada Makalah Putih 1939 tersebut: Inggris, paragraf 6 dari Makalah Putih: "Pemerintah Sri Bagndi memegang penafsiran ini dari Deklarasi 1917 dan menyanjungnya sebagai deskripsi otoritatif dan komprehensif dari karakter Tanah Air Yahudi di Palestina."; Kaum Zionis, Pernyataan Tanggapan oleh Badan Yahudi: "Kebijakan baru untuk Palestina yang ditujukan kepada Mandat tersebut dalam Makalah Putih sekarang mengeluarkan sangkalan-sangkalan kepada hak orang Yahudi untuk membangun ulang tanah air mereka di negara leluhur mereka...";[339] Orang Arab, dari diskusi UNSCOP tahun 1947: "Sejak proporsal tersebut tak mengukur tawaran-tawaran politik yang diusulkan oleh para perwakilan Arab saat Konferensi London awal 1939, ini resmi ditolak oleh para perwakilan Arab Palestina yang bertindak di bawah pengaruh Haji Amin Eff el Husseini. Opini Arab yang lebih moderat diwakilkan dalam Partai Pertahanan Nasional yang disiapkan untuk menerima Makalah Putih."[340]
Catatan penjelas dan sudut pandang cendekiawan
- ^ Renton mendeskripsikannya sebagai berikut: "Sebuah aspek krusial dari penggambaran deskripsi Deklarasi ini sebagai produk pengasihan Inggris, yang berlawanan dengan realpolitik, adalah bahwa Inggris memiliki perhatian alami dan sangat mendalam untuk hak Yahudi dan secara khusus restorasi nasional mereka, yang merupakan bagian peraihan ulang dari budaya dan sejarah Inggris. Dihadirkan dalam cara ini, Deklarasi tersebut menunjukkan peristiwa yang hampir tertata sebelumnya dan alami. Sehingga, Zionisme tak hanya hadir sebagai telos sejarah Yahudi namun juga sejarah Inggris. Penekanan nasionalis dan sejarah Zionis berkembang menuju titik tujuan tunggal dan penebusan yang dibolehkan untuk, saat dibutuhkan, sebuah penjelasan semacam ini. Mitos 'proto-Zionisme' Inggris, yang telah memiliki pengaruh jangka panjang semacam itu pada historiografi Deklarasi Balfour, sehingga dibuat, untuk melayani kebutuhan para propagandis Zionis yang bekerja untuk Pemerintah Inggris."[2]
- ^ Donald Lewis menyatakan: "Ini adalah pengisian dari karya ini yang melalui pemahaman [filosemitisme Kristen dan Zionisme Kristen] yang dapat membuat esensi pengaruh agama dan budaya yang bekerja bersama untuk membuat iklim opini di kalangan elit politik di Inggris yang sangat menunjang Deklarasi Balfour."[7]
- ^ Dengan menghormati skema-skema Eropa untuk mendorong imigrasi Yahudi, Katolik dan Protestan ke Palestina, Schölch menyatakan bahwa "Namun beberapa proyek dan wirausaha kolonisasi, hanya dua yang meraih kesuksesan: pemukiman Templar sejak tahun 1868 dan imigran Yahudi sejak tahun 1882."[9]
- ^ LeVine dan Mossberg menjelaskannya sebagai berikut: "Induk Zionisme bukanlah Yudaisme dan tradisi, namun anti-Semitisme dan nasionalisme. Gagasan-gagasan Revolusi Prancis perlahan menyebar ke sepanjang Eropa, akhirnya menjapai Pangkal Pemukiman di Kekaisaran Rusia dan membantu pembentukan Haskalah, atau Pencerahan Yahudi. Ini menimbulkan pemisahan permanen di dunia Yahudi, antara orang yang memegang halakhik atau pandangan sentris agama dari identitas mereka dan orang yang mengadopsi bagian retorika rasial dari masanya dan membuat orang Yahudi menjadi sebuah bangsa. Ini membantu arus pogrom di Eropa Timur yang membuat dua juta Yahudi berpindah; kebanyakan dari mereka bermukim di Amerika, namun beberapa orang memilih Palestina. Sepasukan pergerakan di balik hal ini adalah gerakan Hovevei Zion, yang bekerja dari tahun 1882 untuk mengembangkan identitas Ibrani yang dibedakan dari Yudaisme sebagai agama."[12]
- ^ Gelvin menyatakan: "Fakta bahwa nasionalisme Palestina berkembang lebih akhir ketimbang Zionisme dan merupakan tanggapan dari hal yang tidak dalam cara apapun yang menyudutkan pengesahan nasionalisme Palestina atau menjadikannya kurang valid ketimbang Zionisme. Seluruh nasionalisme berkembang dalam penentangan melawan beberapa 'lainnya'. Kenapa yang lainnya akan dibutuhkan untuk menspesifikasikan siapa kamu? Dan seluruh nasionalisme didefinisikan oleh apa yang mereka lawan. Seperti yang kami lihat, Zionisme sendiri berkembang dalam reaksi anti-Semitik dan gerakan-gerakan nasionalis eksklusioner di Eropa. Ini akan membuat Zionisme dicap kurang valid ketimbang anti-Semitisme Eropa atau nasionalisme-nasionalisme tersebut. Selain itu, Zionisme sendiri juga didefinisikan oleh perlawanannya terhadap penduduk asli Palestina di kawasan tersebut. Baik slogan 'penaklukan lahan' maupun 'penaklukan buruh' yang menjadi pusat dari ketegangan dominan dari Zionisme di Yishuv bermula sebagai hasil dari konfrontasi Zionis dengan Palestina 'lainnya'."[13]
- ^ Defries menyatakan: "Balfour setidaknya memiliki pemegangan dalam upaya-upaya sebelumnya dari Chamberlain untuk membantu Yahudi dalam menemukan sebuah wilayah untuk mendirikan sebuah pemukiman Yahudi. Menurut biografernya, ia sangat meminati Zionisme pada akhir 1905 untuk membolehkan ketua partai konstituensi Yahudi-nya, Charles Dreyfus, untuk mengadakan sebuah pertemuan dengan Weizmann. Ia diyakini diintrikkan oleh penolakan oleh Kongres Zionis terhadap tawaran 'Uganda'. Balfour tak tampak 'berkonversi' ke Zionisme oleh dorongan ini meskipun pandangan ini diutarakan oleh Weizmann dan disinggung oleh biografer Balfour. Balfour telah mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri saat ia bertemu Weizmann."[19]
- ^ Rovner menyatakan: "Pada musim semi 1904, seorang sekretaris berusia enam puluh enam tahun berbusana necis datang dari sebuah kunjungan ke wilayah Inggris di Afrika... Sementara dasar dari gagasan tersebut, Chamberlain meraih Herzl di kantornya tepat berpekan-pekan setelah pogrom-pogrom Kishinev. Ia bersepakat dengan Herzl di kendaraannya dan menawarkan bantuannya. "Aku memandang sebuah lahan bagimu atas perjalananku," Chamberlain berkata kepadanya, "dan itu Uganda. Ini tidak di pesisir, namun tanah dalam jauh yang iklimnya bagus bahkan bagi orang-orang Eropa… dan aku menganggap kepada diriku sendiri bahwa akan menjadi sebuah tanah bagi Dr. Herzl." "[22]
- ^ Rovner menyatakan: "Pada siang hari keempat Kongres, Nourdau memajukan tiga resolusi kepada para delegasi: (1) bahwa Organisasi Zionis mengarahkan seluruh upaya pemukiman mendatang secara tunggal kepada Palestina; (2) bahwa Organisasi Zionis berterima kasih kepada pemerintah Inggris atas tawarannya terhadap kawasan otonomi di Afrika Timur, dan (3) bahwa hanya Yahudi yang mendeklarasikan persekutuan mereka terhadap Program Basel dengan menjadi para anggota Organisasi Zionis." Zangwill berpendapat… Saat Nordau menyoroti hak Kongres untuk mengesahkan resolusi tersebut, Zangwill menyatakan. "Kau akan mengubah tatanan sejarah," ia menantang Nordau… Dari sekitar pukul 13:30. pada hari Minggu, 30 Juli 1905, seorang Zionist menyanjung beberapa orang yang mengikuti Program Basel dan hanya "penafsiran otentik" dari program tersebut yang membatasi kegiatan pemukiman secara khusus kepada Palestina. Zangwill dan para pendukungnya tak menerima "penafsiran otentik" Nordau yang mereka yakini berujung pada peniadaan massal Yahudi dan tujuan Herzl. Seorang teritorialis mengklaim bahwa blok pendukungt Ussishkin pada kenyataannya telah "mengubur Zionisme politik"."[23]
- ^ Schneer menyatakan bahwa: "Deklarasi Balfour bukanlah, di dalam dan dari dirinya sendiri, sumber ketegangan di sebuah lahan yang sebelumnya kurang lebih damai, meskipun wilayah tersebut merupakan sebuah pos penting di sebuah jalan yang tak beragam menuju sebuah tebing. Tak ada seseorang yang dapat menyatakan apa yang menjadi landasan dari peristiwa-peristiwa di Palestina yang dapat terjadi tanpanya. Apa yang timbul adalah prouk sepasukan dan faktor yang secara keseluruhan tak terlihat."[41]
- ^ Kedourie menyebut pernyataan tahun 1922 dari Makalah Putih sebagai: "... ketidakpercayaan yang pemerintah 'selalu' anggap reservasi McMahon menyoroti vilayet Beirut dan sanjaq Yerusalem, sejak pada kenyataannya argmen ini tak lebih tua ketimbang memorandum Young dari November 1920"[60]
- ^ Dalam sebagian besar penjelasan, termasuk penjelasan Schneer, peran Gaster dalam memajukan deklarasi tersebut telah disepakati secara dismisif. Upaya dibuat oleh para cendekiawan, termasuk James Renton, untuk merehabilitasi perannya.[88]
- ^ Sykes dipernekalkan kepada Weizmann dan Sokolow melalui James Aratoon Malcolm, seorang pengusaha Armenia Britania, dan L. J. Greenberg, penyunting Jewish Chronicle.[82]
- ^ Dalam History of Zionism buatannya, Sokolow menyatakan bahwa ia telah bertemu dengan para Kardinal dan disambut Paus, tak menyediakan penjelasan lainnya.[113] Sokolow menulis dua laporan dari pembicaraan dengan Paus, yang satu ditulis tangan dalam bahasa Prancis, yang Minerbi majukan "karena peristiwa tersebut mungkin dilakukan dalam bahasa tersebut dan karena laporan tersebut ditulis dengan tangan Sokolow sendiri setelah wawancara tersebut"[114][115] dan yang lainnya "ditulis dalam bahasa Italia beberapa hari setelah penyambutan".[114][115] Kreutz, menyusul Stein, menawarkan agar catatan tersebut "tak, secara keseluruhan, diambil sebagai sebuah catatan verbatim"[116][117] Terjemahan Minerbi: "Sokolow: Aku sangat tergerak dengan ingatan-ingatan sejarah tersebut, meskipun tak hanya orang Yahudi yang tinggal disana, mereka masih memiliki vitalitas sufisien untuk mengklaim kembali tanah mereka. Sri Baginda: Ya ya, ini providensial; Allah mengkehendakinya... Sri Baginda:...Namun masalah Tempat-tempat Kudus untuk kami adalah yang paling berpengaruh. Hak-hak penyucian harus dimajukan. Mereka harus mengaransemen hal ini antara Gereja dan Blok-blok besar. Kamu harus menghormati hak-hak mereka untuk keberadaan penuh mereka... Terdapat hak-hak berusia ratusan tahun, dipandu dan disajikan oleh seluruh pemerintah."
- ^ Meskipun Cambon tampak diajukan kepada Ronald Graham oleh Sokolow, Picot datang ke London pada akhir Oktober untuk tampil di pertemuan Kabinet dan menjelaskan posisi Prancis dalam hubungannya dengan gerakan Zionis. Kaufman menganggap bahwa Stein memajukan rasa kemungkinan bahwa dokumen tersebut tak akan dibawa ke perhatian Lord Balfour atau bahwa ia lupa tentang keberadaannya dan menganggap Verete meyakini dokumen tersebut mungkin hilang.[120]
- ^ Pelantikan Milner dalam Kabinet adalah karena perannya sebagai Komisioner Tinggi untuk Afrika Selatan pada Perang Boer Kedua – perang skala besar terakhir Inggris sebelum PDI
- ^ Quigley menulis: "Deklarasi ini, yang selalu dikenal sebagai Deklarasi Balfour, seharusnya lebih disebut "Deklarasi Milner", karen Milner adalah perancang sebenarnya dan, tampaknya, pendukung utamanya dalam Kabinet Perang. Fakta ini tak dibuat umum sampai 21 Juli 1937. Pada masa itu, Ormsby-Gore, yang berbicara untuk pemerintah dalam Dewan Rakyat, berkata, "Rancangan yang aslinya diambil oleh Lord Balfour tersebut bukanlah rancangan akhir yang dideklarasikan oleh Kabinet Perang. Sebagian rancangan tersebut dimajukan Kabinet Perang dan kemudian Pemerintahan Sekutu dan Amerika Serikat... dan akhirnya ditubuhkan dalam Mandat, yang terjadi pada perancangan buatan Lord Milner. Rancangan terakhir sebenarnya dikeluarkan dalam nama Menteri Luar Negeri tersebut, namun perancang sebenarnya adalah Lord Milner."[141]
- ^ Norman Rose menyebut hal ini sebagai berikut: "Tak ada yang dapat diragukan dari soal apa yang ada dalam pikiran kepala arsitek Deklarasi Balfour. Bukti tersebut tidaklah kontroversial. Semuanya sejalan, dalam memenuhi waktu, penghimpunan negara Yahudi. Bagi kaum Zionis, ini adalah langkap pertama yang akan berujung pada kenegaraan Yahudi. Sehingga bagi Weizmann – orang yang terkonfirmasi Anglofilia – dan para pemimpin Zionisnya, ini memberikan reperkusi maju. Karena Inggris berupaya untuk merekonsiliasikan obligasi beragam mereka, ini memulai sebuah periode menjanjikan penuh bagi kaum Zionis selain juga frastasi intens. Seorang penyanjung menyatakan bahwa proses penerapan Deklarasi Balfour dimulai pada 3 November 1917."[154]
- ^ Daily Chronicle, pada 30 Maret 1917, mengadvokasikan pembangkitan "Palestina Yahudi" ("the Jewish Palestine") dan pembangunan "negara Zionis ... di bawah perlindungan Inggris."[158] The New Europe, pada 12, 19, dan 26 April 1917, menulis tentang "Negara Yahudi" ("a Jewish State") seperti surat-surat kabar lainnya, yang meliputi Liverpool Courier (24 April), The Spectator (5 Mei), dan Glasgow Herald (29 Mei).[158] Beberapa surat kabar Inggris menulis bahwa ini ada dalam kepentingan Inggris untuk mendirikan kembali "Negara Yahudi" atau "Desa Yahudi" ("Jewish State" atau "Jewish Country"). Beberapa diantara mereka adalah Methodist Times, Manchester Guardian, The Globe, dan The Daily News.[158]
- ^ Saat ditanya pada 1922 tentang pengartian yang berkembang dari Tanah Air Yahudi di Palestina, Churchill menjawab, "ini menjawab bahwa ini bukanlah imposisi dari kebangsaan Yahudi terhadap para penduduk Palestina secara keseluruhan, namun pembangunan berkelanjutan dari komunitas Yahudi yang berdiri ... dalam tatanan yang menjadi sebuah pusat dimana orang Yahudi secara keseluruhan memegangnya, atas dasar agama dan ras, kepentingan dan kebanggaan... yang harus diketahui bahwa yang ada di Palestina adalah hak dan bukannya penekanan... bahwa pendirian Tanah Air Yahudi di Palestina harus dipandu di mancanegara."[170]
- ^ Surat Churchill kepada T.E. Lawrence menambahkan, "Ini secara manifes menyatakan bahwa Yahudi yang tersebar di seluruh dunia harus memiliki pusat nasional dan tanah air dimana beberapa dari mereka bersatu kembali. Dan dimana tempat lain yang akan dijadikan demikian selain di tanah Palestina, dengan lebih dari tiga ribu tahun mereka secara intim dan bangga berasosiasi?"[171]
- ^ Kol. T.E. Lawrence ("Lawrence dari Arabia,") dalam sebuah surat kepada Churchill pada 17 Januari 1921, menulis bahwa Emir Faisal, putra sulung Raja Hussein, "telah menyepakati penarikan seluruh klaim dari ayah mereka kepada Palestina" dalam mengembalikan kedaulatan Arab di Irak, Trans-Yordan dan Suriah.[171][xx] Biografer Faisal mendiskusikan sebuah pertemuan akrimon yang terjadi pada 20 Januari 1921 antara Faisal, Haddad, Haidar dan Lindsey, Young dan Cornwallis dan berkata bahwa pertemuan ini berujung pada kesalahpahaman yang kemudian akan dipakai melawan Faisal karena Churchill kemudian mengklaim dalam parlemen bahwa Faisal telah menyadari bahwa teritorial Palestina secara spesifik dikecualikan dari janji-janji dukungan untuk Kerajaan Arab independen. Allawi berkata bahwa menit-menit acara pertemuan tersebut hanya membuat Faisal menerima bahwa ini dapat menjadi penafsiran pemerintah Inggris dari pertukaran tanpa kesepakatan yang dibutuhkan dengan mereka.[172] Di parlemen, Churchill pada 1922 meluruskannya, “..sebuah konversasi yang diadakan di Kantor Luar Negeri pada 20 Januari, 1921, lebih dari lima tahun setelah konklusi dari korespondensi dimana klaim tersebut berdasar, Pada saat itu, sudut pandang Pemerintah Sri Baginda dijelaskan kepada Emir, yang mengekspresikan dirinya sendiri bersiap untuk menerima pernyataan bahwa ini telah menjadi tujuan Pemerintah Sri Baginda untuk mengkecualikan Palestina .”[173]
- ^
danApa yang ada dalam pikiran orang-orang yang membuat Deklarasi Balfour adalah spekulatif. Fakta menyatakan bahwa, dalam sorotan pengalaman yang terjadi sebagai konsekuensi kerancuan serius di Palestina, kekuasaan mandat, dalam sebuah pernyataan pada "Kebijakan Inggris di Palestina," yang dikeluarkan pada 3 Juni 1922 oleh Kantor Kolonial, menempatkan pembangunan restriktif atas Deklarasi Balfour. [189]
Selain itu, baik Deklarasi Balfour maupun Mandat mendahului pembentukan berkelanjutan dari Negara Yahudi. Mandat tersebut dalam Preambelnya diakui, dengan hormat kepada orang Yahudim "dasar untuk merekonstruksi Tanah Air kami". Dengan penyediaan, sebagai salah satu obligasi utama dari kekuasaan Mandat yang memfasilitasi Yahudi, ini sejalan dengan Yahudi sebuah kesempatan, melalui imigrasi skala besar, untuk kemudian menciptakan sebuah Negara Yahudi dengan mayoritas Yahudi. [190]
- ^ Gelvin menulis: "Kata-kata Deklarasi Balfour secara hati-hati dipilih. Ini bukanlah kecelakaan yang membuat deklarasi tersebut berisi frase "di Palestina" ketimbang "dari Palestina", maupun sebuah kecelakaan bahwa kantor luar negeri memakai kata "tanah air" ketimbang "negara" yang lebih diterima – disamping fakta bahwa "tanah air" tak sejalan atau berdiri dalam hukum internasional. Dan apa yang timbul terjadi "dipandang dengan positif" dan berarti "memakai dorongan terbaik mereka"? Ambiguitas yang tampak dari deklarasi tersebut merefleksikan perdebatan tak hanya dalam pemerintah Inggris namun juga dalam Zionis Inggris dan komunitas Yahudi."[145]
- ^ a b Reinharz menulis: "Inggris dan Prancis memperkirakan keseimbangan kekuatan dalam publik Yahudi Amerika sangat disebabkan oleh kesuksesannya dalam perjuangan untuk sebuah kongres. Ini adalah sebuah kemenangan bagi kaum Zionis di bawah kepemimpinan para penasihat dekat Pemerintahan Wilson, seperti Brandeis dan Frankfurter, melawan keputusan para bankir dari Wall Street, AJC, dan Komite Buruh Nasional. Ini diiringi dengan pertumbuhan impresif dalam keanggotaan terorganisir: dari 7,500 dalam 200 perhimpunan Zionis pada 1914 menjadi 30,000 dalam 600 perhimpunan pada 1918. Setahun kemudian, jumlah anggotanya mencapai 149,000. Selain itu, FAZ dan PZC mengumpulkan jutaan dolar saat tahun0tahun perang. Demonstrasi dukungan bagi Zionisme pada masyarakat Yahudi Amerika tersebut memainkan peran penting dalam konsiderasi Inggris yang berujung pada Deklarasi Balfour. Pemerintah Amerika (atau, setidaknya, Departemen Negara), yang utamanya tak ingin mendukung Deklarasi tersebut, hampir memisahkan dirinya sendiri – tampaknya karena kekuatan yang bertumbuh dari kaum Zionis di Amerika Serikat."[316]
- ^ James Renton menulis: "Secara keseluruhan, jelas bahwa Deklarasi tersebut, kampanye propaganda Inggris-Zionis, dukungan publik dari buruh internasional dan Presiden Wilson memberikan posisi berkuasa kepada kaum Zionis dari pengaruh berkelanjutan mereka dalam Yahudi Amerika. Ini tak datang dari dampak yang diberikan oleh Pemerintah Inggris. Deklarasi Balfour tentunya bukan diartikan sebagai alat untuk membantu pertumbuhan gerakan Zionis, atau untuk menimbulkan perpecahan komunal. Pengeluarannya ditujukan untuk merefleksikan sebuah perubahan yang terjadi dalam Yahudi dunia, namun pada kenyataannya tanggung jawab untuk klaim Zionis untuk legitimasi dan kepemimpinan."[233]
- ^ Edward Said menulis dalam The Question of Palestine tahun 1979 buatannya: "Apa yang berpengaruh soal deklarasi tersebut adalah, pertama, bahwa itu telah lama membentuk dasar yudisial klaim Zionis pada Palestina dan, kedua, dan lebih krusial bagi keperluan kami disini, bahwa ini adalah sebuah pernyataan yang pasukan posisional hanya dapat mengapresiasi saat demografi atau realitas manusia dari Palestina jelas terjaga dalam pikir. Sehingga, deklarasi tersebut dibuat (a) oleh sebuah kekuatan Eropa, (b) tentang wilayah non-Eropa, (c) di sebuah kedataran yang tak tak saling cocok dari kedua keberadaan tersebut dan keinginan pemukim mayoritas asli di wilayah tersebut, dan (d) ini mengambil bentuk janji tentang wilayah yang sama dengan kelompok asing lainnya, sehingga kelompok asing ini berniat, sangat secara harfiah, membuat wilayah ini menjadi tanah air bagi orang Yahudi. Tak banyak dipakai pada masa sekarang dalam menyelimuti sebuah pernyataan seperti Deklarasi Balfour. Ini tampak lebih bernilai untuk memandangnya sebagai bagian dari sebuah sejarah, dari sebuah gaya dan set karakteristik yang secara sentral meliputi pertanyaan Palestina seperti yang dapat didiskusikan pada masa sekarang."[243]
- ^ Ini disebutkan serupa oleh William Helmreich dan Francis Nicosia. Helmreich menyatakan bahwa: "Ini mewakili bagian sebuah kerjasama pada gagasan-gagasan yang siap diekspresikan dalam artikel-artikel pada Volkischer Beobachter dan dalam karyakarya terbitan lainnya, terutama Die Spur. Judul tersebut memberikan sebuah kesimpulan dari sebuah tesis yang Rosenberg majukan kepada para pembacanya: "Organisasi Zionis di Jerman tak lebih dari sebuah organisasi yang mendorong sebuah pemahaman terlegalisir dari negara Jerman." Ia menuduh kaum Zionis Jerman mengkhianati Jerman pada masa perang dengan mendukung Deklarasi Balfour Inggris dan kebijakan-kebijakan pro-Zionis dan menuduh bahwa mereka aktif campur tangan dalam kekalahan Jerman dan penetapan Versailles yang memberikan Tanah Air Yahudi di Palestina. Ia ingin menyatakan bahwa kepentingan Zionis mula-mula dan terutama adalah Yahudi dunia, dan melalui implikasi dari persekongkolan Yahudi mancanegara."[277] Selain itu, Nicosia menyatakan: "Rosenberg berpendapat bahwa Yahudi telah merencanakan Perang Besar dalam rangka mengamankan sebuah negara di Palestina. Dalam kata lain, ia menganggap bahwa mereka melakukan kekerasan dan perang pada kalangan priyayi dalam rangka mengamankan kepentingan Yahudi eksklusif mereka sendiri."[278]
- ^ Churchill mengisi perdebatan Dewan Rakyat dengan argumen berikut ini: "Palestina seluruhnya sangat penting bagi kkita... dalam pandangan yang bertumbuh signifikan dari Terusan Suez; dan aku berpikir £1,000,000 setahun... akan menjadi terlalu banyak bagi Britania Raya untuk membayar kontrol dan pemanduan dari tanah berseharag besar ini, dan untuk menjaga firman yang telah diberikan kepada seluruh bangsa di dunia."[293] Mathew menyebut manuver Churchill adalah sebagai berikut: "...keputusan yang dimajukan oleh mayoritas besar dalam Dewan Rakyat, sebuah hasil yang bukanlah perubahan opini mendadak namun oportunisme terampil Churchhill membalikkan menit terakhir debat umum tentang pendirian untuk koloni-koloni di seluruh dunia dalam suara konfidensi tentang kebijakan Palestina dari pemerintahan tersebut, ditujukan dalam markah ulang buatannya bukannya sebuah argumen Zionis namun konsiderasi imperial dan strategis.[294]
- ^ Gelvin menyatakan bahwa "Inggris tak terlalu mengetahui apa yang membuat Presiden Woodrow Wilson dan keputusannya (sebelum Amerika masuk perang) bahwa cara untuk mengakhiri pertikaian adalah agar kedua belah pihak menerima "perdamaian tanpa kemenangan". Dua penasihat terdekat Wilson, Louis Brandeis dan Felix Frankfurter, merupakan Zionis tulen. Bagaimana hal baik menghimpun sebuah persekutuan tak menentu ketimbang memajukan tujuan-tujuan Zionis? Inggris mengadopsi pemikiran serupa saat mereka datang ke Rusia, yang berada dalam pertengahan revolusi mereka. Beberapa revolusioner paling berpengaruh, termasuk Leon Trotsky, adalah keturunan Yahudi. Kenapa tak memandang jika mereka akan mendorong agar Rusia tetap dalam perang dengan menunjukkan ke-Yahudi-an laten mereka dan memberikan mereka alasan lain untuk melanjutkan pertarungan tersebut? ... Hal ini meliputi tak hanya orang yang siap disebut namun juga keinginan Inggris untuk meraih sumber finansial Yahudi."[309]
- ^ Schneer mendeskripsikan hal ini sebagai berikut: "Kemudian, pandangan dari Whitehall pada awal 1916: Jika kekalahan tak terelakkan, itu adalah kemenangan; dan kejatuhan dari perang yang timbul di Front Barat tak akan terprediksi. Pasukan kolosal dalam cangkian kematian di sepanjang Eropa dan di Eurasia tampak ditunda satu sama lain. Hanya tambahan pasukan baru signifikan di satu sisi atau lainnya yang tampaknya berada di ujung skala tersebut. Kehendak Inggris, bermula pada awal 1916, untuk mengeksplor beberapa jenis aransemen secara serius dengan "Yahudi dunia" atau "Yahudi besar" harus dimengerti dalam konteks ini."[310]
- ^ Grainger menulis: "Ini kemudian diluncurkan sebagai isyarat humanitarian besar dan dikecam sebagai sebuah rencana yang jahat, namun diskusi Kabinet sebelumnya tentang hal ini menunjukkan bahwa ini adalah produk perhitungan politik keras kepala… Ini berpendapat bahwa deklarasi semacam itu akan mendorong dukungan bagi Sekutu di Amerika Serikat dan di Rusia, dua negara di dunia yang memiliki populasi Yahudi yang sangat besar. Namun di balik itu, semuanya mengetahui bahwa, jika Inggris menjanjikan kebijakan semacam itu, ini akan secara dibutuhkan diangkat untuk mengimplementasikannya, dan ini akan diartikan bahwa ia akan memberikan kontrol politik atas Palestina. Satu tujuan dari Deklarasi Balfour adalah untuk membekukan Prancis (dan pihak lainnya) dari keberadaan pasca-perang apapun di Palestina."[313] dan Barr menulis: "Untuk mendompleng keberadaan Prancis untuk pemerintahan mancanegara saat Palestina telah ditaklukkan, pemerintah Inggris sekarang membuat dukungannya untuk publik Zionisme."[314]
- ^ Brysac dan Meyer menulis: "Seperti yang pengacara dan sejarawan David Fromkin sebutkan, dari sekitar tiga juta Yahudi yang tinggal di Amerika Serikat pada 1914, hanya dua belas ribu orang yang masuk Federasi Zionis yang masih amatir, yang diklaim memiliki lima ratus anggota di New York. Biaya tahunannya sebelum 1914 tak pernah mencapai $5,200, dan hadiah tunggal terbesar yang ia raih sejumlah $200."[315]
- ^ Reinharz menyebutnya sebagai berikut: "Di Konferensi Darurat Zionis pada AGustus 1914, Poalei-Zion menuntut pengadaan kongres Yahudi yang akan memperdebatkan masalah Yahudi secara keseluruhan... Pada setahun diskusi yang tak berbuah, AJC hanya akan menyepakati konvensi terbatas dari organisasi-organisasi spesifik, ketimbang sebuah kongres berbasis pada pemilihan demokratis. Sehingga pada Maret 1916, kaum Zionis mengundang sejumlah organisasi lainnya untuk menghimpun sebuah kongres. Perpecahan internal di kalangan Yahudi Amerika, yang sangat mengkhawatirkan, pecah secara bulat... Pemilihan-pemilihan diadakan pada bulan Juni, dua bulan setelah Amerika Serikat memasuki perang; 325,000 orang memberikan suara, 75,000 orang diantaranya berasal dari kamp buruh Zionis. Ini adalah demonstrasi impresif dari kemampuan Zionis imigran untuk memajukan dukungan masif. Setelah itu, Presiden Wilson menyarankan Wise untuk tak menghadiri kongres tersebut saat perang, dan sesi pembukaannya kemudian ditunda dari 2 September 1917, sampai "negosiasi damai akan memungkinkan", Penerimaan PZC dari tawaran tersebut kembali berkembang di kalangan para pendukung kongres tersebut, yang menyebutnya sebagai penyerahan mengikis."[316]
- ^ Gutwein menyebut dampaknya sebagai berikut: "Persetujuan Sykes untuk kepemimpinan Zionis-radikal pada awal 1917 berujung pada transformasi besar dalam pendirian politik Weizmann. Dari pecahnya perang sampai kejatuhan Asquith, Weizmann memajukan dorongan kepada para pejabat dan negarawan Inggris untuk meminta bantuan mereka, namun upayanya diblok karena posisi radikalnya. Sekarang, Sykes menyepakati Weizmann dan Sokolow serta meminta bantuan mereka untuk memajukan tujuan-tujuan radikal. Opsi bersama dari Weizmann dan kaum Zionis-radikal dalam pemerintahan Lloyd George mentransformasikan mereka dari pelobi menjadi mitra, dan Sykes memakai bantuan mereka untuk mempromosikan tiga tujuan besar dari kebijakan radikal tersebut: pertarungan melawan kebijakan "perdamaian tanpa kemenangan" buatan Wilson; pendirian "Armenia Raya" sebagai protektorat Rusia yang meliputi Armenia Turki; dan penggantian kekuasaan Inggris-Prancis bersama di Palestina, dalam jiwa Perjanjian Sykes–Picot, dengan sebuah protektorat Inggris eksklusif."[82]
- ^ Profesor sosiologi Israel Menachem Friedman menulis: "...seseorang tak dapat memperkirakan pengaruh dramatis [deklarasi tersebut] pada masyarakat Yahudi, khususnya orang-orang yang tinggal di Eropa Timur. Berbicara secara kiasan, mereka merasa bahwa jika mereka benar-benar mendengar pukulan sayap-sayap Penebusan. Dari sudut pandang teologi, Deklarasi Balfour bahkan lebih signifikan ketimbang kegiatan-kegiatan Zionis di Palestina pada masa itu. Meskipun usaha Zionis di Palestina didefinisikan sebagai "pemberontakan" melawan Allah dan kepercayaan tradisional dalam Penebusan. Sehingga Yahudi yang meyakini Providensi Ilahi harus berpadu dengan kepercayaan bahwa Deklarasi Balfour adalah manifestasi dari Rahmat Allah. Fenomena politik ini – yang dikeluarkan sebagai hasil dari lobi Zionis dan dialamatkan kepada Eksekutif Zionis – mengejutkan pendirian anti-Zionisme relijius tradisional serta mendorong Zionisme relijius."[328]
- ^ Norman Rose menyatakan: "... bagi Inggris, Deklarasi Balfour membuka salah satu episode paling kontroversial dalam sejarah kekaisaran mereka. Tak terselesaikan oleh kompleksitas diplomasi perang, tak dapat menjembatani perpecahan dengan pihak-pihak yang terlibat, Deklarasi tersebut memasangkan hubungan mereka dengan Arab Palestina dan Zionis. Dan tak kurang, ini menyematkan reputasi Inggris di seluruh Timur Tengah Arab dari generasi ke generasi."[154]
- ^ Menyinggung soal Schneer, yang disebut dua kali dalam karyanya, menyatakan bahwa: "Karena ini tak terprediksi dan dikarakteristisasikan oleh "kontradiksi, penipuan, kesalahpahaman, dan pikiran pengharapan", berujung pada deklarasi tersebut menabur gigi naga. Ini menghasilkan panen pembunuhan, dan mereka memajukan panen sampai masa sekarang".[323]
- ^ Penerapan deklarasi tersebut menimbulkan penyudutan orang Arab yang mengalienasikan mereka dari para administrator Inggris di Mandat Palestina.[232] Sejarawan Palestina Rashid Khalidi berpendapat bahwa setelah Deklarasi Balfour, ini membulatkan "apa yang terjadi pada seratus tahun perang melawan orang Palestina".[344]
Kutipan
- ^ Renton 2007, hlm. 2.
- ^ Renton 2007, hlm. 85.
- ^ Schölch 1992, hlm. 44.
- ^ a b Stein 1961, hlm. 5–9.
- ^ a b Liebreich 2004, hlm. 8–9.
- ^ Schölch 1992, hlm. 41.
- ^ Lewis 2014, hlm. 10.
- ^ a b c Friedman 1973, hlm. xxxii.
- ^ Schölch 1992, hlm. 51.
- ^ a b Cleveland & Bunton 2016, hlm. 229.
- ^ a b Cohen 1989, hlm. 29–31.
- ^ a b c LeVine & Mossberg 2014, hlm. 211.
- ^ Gelvin 2014, hlm. 93.
- ^ Rhett 2015, hlm. 106.
- ^ Cohen 1989, hlm. 31–32.
- ^ Cohen 1989, hlm. 34–35.
- ^ a b Rhett 2015, hlm. 107–108.
- ^ Weizmann 1949, hlm. 93–109.
- ^ Defries 2014, hlm. 51.
- ^ Klug 2012, hlm. 199–210.
- ^ Hansard, Aliens Bill: HC Deb 02 May 1905 vol 145 cc768-808; and Aliens Bill, HC Deb 10 July 1905 vol 149 cc110-62
- ^ Rovner 2014, hlm. 51–52.
- ^ Rovner 2014, hlm. 81.
- ^ Rovner 2014, hlm. 51–81.
- ^ Weizmann 1949, hlm. 111.
- ^ a b Lewis 2009, hlm. 73–74.
- ^ Penslar 2007, hlm. 138–139.
- ^ a b Gutwein 2016, hlm. 120–130.
- ^ Schneer 2010, hlm. 129–130: "Baron James urged him..."
- ^ a b Schneer 2010, hlm. 130.
- ^ a b Cooper 2015, hlm. 148.
- ^ Stein 1961, hlm. 66–67.
- ^ Schneer 2010, hlm. 110.
- ^ Fromkin 1990, hlm. 294.
- ^ Tamari 2017, hlm. 29.
- ^ Cleveland & Bunton 2016, hlm. 38.
- ^ Della Pergola 2001, hlm. 5 and Bachi 1974, hlm. 5
- ^ Friedman 1997, hlm. 39–40.
- ^ a b Tessler 2009, hlm. 144.
- ^ Neff 1995, hlm. 159–164.
- ^ Schneer 2010, hlm. 14.
- ^ Schneer 2010, hlm. 32.
- ^ Büssow 2011, hlm. 5.
- ^ Reid 2011, hlm. 115.
- ^ Defries 2014, hlm. 44.
- ^ a b Lewis 2009, hlm. 115–119.
- ^ Weizmann 1983, hlm. 122.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 79–81.
- ^ Weizmann 1983, hlm. 122b.
- ^ Weizmann 1983, hlm. 126.
- ^ Kamel 2015, hlm. 106.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 83.
- ^ a b Billauer 2013, hlm. 21.
- ^ Lieshout 2016, hlm. 198.
- ^ Defries 2014, hlm. 50.
- ^ Cohen 2014, hlm. 47.
- ^ Lewis 2009, hlm. 115.
- ^ Lloyd George 1933, hlm. 50.
- ^ Posner 1987, hlm. 144.
- ^ Kedourie 1976, hlm. 246.
- ^ Kattan 2009, hlm. xxxiv (Map 2), and p.109.
- ^ a b Huneidi 2001, hlm. 65.
- ^ Antonius 1938, hlm. 169.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 65–70.
- ^ Kamel 2015, hlm. 109.
- ^ Sanders 1984, hlm. 347.
- ^ Kattan 2009, hlm. 103.
- ^ Kattan 2009, hlm. 101.
- ^ a b Memorandum by Mr. Balfour (Paris) respecting Syria, Palestine, and Mesopotamia, 132187/2117/44A, August 11, 1919
- ^ Kedourie 2013, hlm. 66.
- ^ a b Dockrill & Lowe 2002, hlm. 539–543, full memorandum.
- ^ a b Ulrichsen & Ulrichsen 2014, hlm. 155–156.
- ^ a b c Schneer 2010, hlm. 75–86.
- ^ a b c d e f Khouri 1985, hlm. 8–10
- ^ a b Kedourie 2013, hlm. 81.
- ^ Lieshout 2016, hlm. 196.
- ^ Halpern 1987, hlm. 48, 133.
- ^ Rosen 1988, hlm. 61.
- ^ Dockrill & Lowe 2001, hlm. 228–229.
- ^ a b c d e Shlaim 2005, hlm. 251–270.
- ^ Hourani 1981, hlm. 211.
- ^ a b c d Gutwein 2016, hlm. 117–152.
- ^ Mathew 2013, hlm. 231–250.
- ^ Woodward 1998, hlm. 119–120.
- ^ a b Woodfin 2012, hlm. 47–49.
- ^ Grainger 2006, hlm. 81–108.
- ^ a b Grainger 2006, hlm. 109–114.
- ^ Renton 2004, hlm. 149.
- ^ Sokolow 1919, hlm. 52.
- ^ a b Schneer 2010, hlm. 198.
- ^ Stein 1961, hlm. 373; Stein cites Sokolow's notes in the Central Zionist Archives.
- ^ Schneer 2010, hlm. 200.
- ^ Schneer 2010, hlm. 198–200.
- ^ a b Zieger 2001, hlm. 97–98.
- ^ Zieger 2001, hlm. 91.
- ^ Zieger 2001, hlm. 58.
- ^ Zieger 2001, hlm. 188–189.
- ^ a b Schneer 2010, hlm. 209.
- ^ Brecher 1993, hlm. 642–643.
- ^ a b Grainger 2006, hlm. 66.
- ^ a b Wavell 1968, hlm. 90–91.
- ^ a b Lieshout 2016, hlm. 281.
- ^ Grainger 2006, hlm. 65.
- ^ a b Schneer 2010, hlm. 227–236.
- ^ Laurens 1999, hlm. 305.
- ^ a b Lieshout 2016, hlm. 203.
- ^ Schneer 2010, hlm. 210.
- ^ Schneer 2010, hlm. 211.
- ^ Schneer 2010, hlm. 212.
- ^ Schneer 2010, hlm. 214.
- ^ Schneer 2010, hlm. 216.
- ^ Friedman 1973, hlm. 152.
- ^ Sokolow 1919, hlm. 52–53.
- ^ a b Minerbi 1990, hlm. 63–64, 111.
- ^ a b Minerbi 1990, hlm. 221; mengutip CZA Z4/728 untuk versi Prancis dan CZA A18/25 untuk versi Italia..
- ^ Stein 1961, hlm. 407.
- ^ Kreutz 1990, hlm. 51.
- ^ Manuel 1955, hlm. 265–266.
- ^ Kedourie 2013, hlm. 87.
- ^ a b Kaufman 2006, hlm. 385.
- ^ de Haas 1929, hlm. 89–90.
- ^ Friedman 1973, hlm. 246.
- ^ Weizmann 1949, hlm. 203.
- ^ Palestine dan Deklarasi Balfour, Makalah Kabinet, Januari 1923
- ^ Friedman 1973, hlm. 247.
- ^ a b Rhett 2015, hlm. 27.
- ^ a b Rhett 2015, hlm. 26.
- ^ a b Stein 1961, hlm. 466.
- ^ a b c Hurewitz 1979, hlm. 102.
- ^ Adelson 1995, hlm. 141.
- ^ Hansard, War Cabinet: HC Deb 14 March 1917 vol 91 cc1098-9W
- ^ a b Lebow 1968, hlm. 501.
- ^ Hurewitz 1979, hlm. 103.
- ^ Hurewitz 1979, hlm. 104.
- ^ Hurewitz 1979, hlm. 105.
- ^ Hurewitz 1979, hlm. 106.
- ^ a b c d e f g h i Stein 1961, hlm. 664: "Appendix: Successive drafts and final text of the Balfour Declaration"
- ^ Lieshout 2016, hlm. 219.
- ^ a b c Halpern 1987, hlm. 163.
- ^ Rhett 2015, hlm. 24.
- ^ Quigley 1981, hlm. 169.
- ^ Rubinstein 2000, hlm. 175–196.
- ^ a b Huneidi 1998, hlm. 33.
- ^ Caplan 2011, hlm. 62.
- ^ a b c d e f g h i j Gelvin 2014, hlm. 82ff.
- ^ Kattan 2009, hlm. 60–61.
- ^ Bassiouni & Fisher 2012, hlm. 431.
- ^ Talhami 2017, hlm. 27.
- ^ Hansard, [1]: HC Deb 27 April 1920 vol 128 cc1026-7
- ^ Schmidt 2011, hlm. 69.
- ^ Palin Commission 1920, hlm. 9.
- ^ Makovsky 2007, hlm. 76: "The definition of "national home" was left intentionally ambiguous."
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 24.
- ^ a b Rose 2010, hlm. 18.
- ^ Strawson 2009, hlm. 33.
- ^ Curzon 1917.
- ^ Lieshout 2016, hlm. 225–257.
- ^ a b c Friedman 1973, hlm. 312.
- ^ American Emergency Committee for Zionist Affairs, The Balfour Declaration and American Interests in Palestine (New York 1941) pp. 8-10.
- ^ a b c d e f g h Friedman 1973, hlm. 313.
- ^ a b c Miller, David Hunter. My Diary at the Conference of Paris (New York), Appeal Printing Co., (1924), vol 4 pp. 263-4
- ^ Jacobs 2011, hlm. 191.
- ^ Auron 2017, hlm. 278.
- ^ "Chamberlain, in 1918, Envisaged Jewish State Linked to U.S. or Britain". Jewish Telegraph Agency. 1939. Diakses tanggal 4 November 2017.
- ^ Alexander, Edward. The State of the Jews: A Critical Appraisal, Routledge (2012) ebook
- ^ Johnson 2013, hlm. 441.
- ^ Lieshout 2016, hlm. 387.
- ^ Weizmann & 1949 p. 306.
- ^ Blum, Yehuda (2008). "The Evolution of Israel's Boundaries". 'Jerusalem center for Public Affairs. Diakses tanggal 3 November 2017.
- ^ Gilbert, Martin. Churchill and the Jews: A Lifelong Friendship, Macmillan (2007) p. 74, taken from Churchill's letter of 1 March 1922
- ^ a b Wallace, Cynthia D. Foundations of the International Legal Rights of the Jewish People and the State of Israel, Creation House, (2012) pp. 72-73
- ^ Allawi 2014, hlm. 323.
- ^ Hansard, [2]: HC Deb 11 July 1922 vol 156 cc1032-5
- ^ a b Sekulow, Jay. Unholy Alliance: The Agenda Iran, Russia, and Jihadists Share for Conquering the World, Simon and Schuster (2016) pp. 29-30
- ^ Allawi 2014, hlm. 189.
- ^ Friedman 1973, hlm. 92.
- ^ United States. Dept. of State (1919). Secretary’s Notes of a Conversation Held in M. Pichon’s Room at the Quai d’Orsay, Paris, on Thursday, 6 February 1919, at 3 p.m.. 3. Foreign Relations of the United States – Peace Conference. Wikisource.
- ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 122.
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 78.
- ^ a b c Allawi 2014, hlm. 215.
- ^ Allawi 2014, hlm. 216-217.
- ^ "The Return to Jerusalem What representatives of Muslim and Christian communities think of Zionism" [Le Retour a Jerusalem Ce que pensent du sionisme les representants des musulmans et des communantes chretiennes]. Le Matin (dalam bahasa French). France. 1 March 1919. Diakses tanggal 23 July 2017.
- ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 77.
- ^ Mansfield 1992, hlm. 176–177.
- ^ Meinertzhagen 1959, hlm. 104.
- ^ Garfield 2007, hlm. 7.
- ^ a b Palestine Royal Commission 1937, hlm. 23–24
- ^ The Palestine Yearbook of International Law 1984. Martinus Nijhoff. 1997. hlm. 48. ISBN 9789041103383.
- ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 142.
- ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 145.
- ^ Stein 1961, hlm. 470.
- ^ a b Friedman 1973, hlm. 257.
- ^ Renton 2016, hlm. 21.
- ^ Caplan 2011, hlm. 74.
- ^ Biger 2004, hlm. 49.
- ^ Biger 2004, hlm. 51.
- ^ Bickerton & Klausner 2016, hlm. 109.
- ^ Lieshout 2016, hlm. 221.
- ^ Amery 1953, hlm. 116.
- ^ a b Palin Commission 1920, hlm. 11.
- ^ a b Storrs 1943, hlm. 51.
- ^ a b Hardie & Herrman 1980, hlm. 88.
- ^ Komisi Mandat Permanen, Report on the Work of the Fifth (Extraordinary) Session of the Commission (held at Geneva from October 23rd to November 6th, 1924), League of Nations
- ^ Hansard, Prime Minister's Statement: HC Deb 03 April 1930 vol 237 cc1466-7
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 218.
- ^ Geddes 1991, hlm. 126.
- ^ Friedman 1973, hlm. 325: Friedman quoted F.O. 371/4179/2117, Balfour to the Prime Minister, 19 February 1919
- ^ Balfour 1928, hlm. 14, 25.
- ^ Haiduc-Dale 2013, hlm. 40.
- ^ Khouri 1985, hlm. 527.
- ^ Dugard 2013, hlm. 294.
- ^ a b Lewis 2009, hlm. 163.
- ^ Lieshout 2016, hlm. 405.
- ^ Gelvin 1999, hlm. 13–29.
- ^ Khouri 1985, hlm. 9.
- ^ Hansard, Balfour Declaration: 3 April 2017, Volume 782
- ^ Dearden, Lizzie (26 April 2017). "UK refuses to apologise to Palestinians for Balfour Declaration and says it is 'proud of role in creating Israel'". The Independent. Diakses tanggal 30 April 2017.
- ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 176.
- ^ Schneer 2010, hlm. 193.
- ^ a b c Schneer 2010, hlm. 336.
- ^ Ingrams 2009, hlm. 13.
- ^ Lieshout 2016, hlm. 214.
- ^ Makdisi 2010, hlm. 239.
- ^ Schneer 2010, hlm. 342.
- ^ Ulrichsen & Ulrichsen 2014, hlm. 157.
- ^ Allawi 2014, hlm. 108.
- ^ Peter Mansfield, majalah The British Empire , no. 75, Time-Life Books, 1973
- ^ Schneer 2010, hlm. 223.
- ^ Caplan 2011, hlm. 78: "...becoming the first major power..."
- ^ Stein 2003, hlm. 129.
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 23.
- ^ a b c Watts 2008, hlm. 190a.
- ^ Renton 2007, hlm. 148.
- ^ Sokolow 1919, hlm. 99–116; Sokolow published the speeches in full.
- ^ a b Sorek 2015, hlm. 25.
- ^ Tomes 2002, hlm. 198.
- ^ Glass 2002, hlm. 199.
- ^ Glass 2002, hlm. 200.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 94.
- ^ Domnitch 2000, hlm. 111–112.
- ^ Samuel 1945, hlm. 176.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 96.
- ^ Said 1979, hlm. 15–16.
- ^ Friedman 2000, hlm. 273.
- ^ Wasserstein 1991, hlm. 31.
- ^ Wasserstein 1991, hlm. 32; Wasserstein quotes Storrs to OETA headquarters, 4 Nov. 1918 (ISA 2/140/4A)
- ^ a b Huneidi 2001, hlm. 32
- ^ Huneidi 2001, hlm. 32a, Huneidi cites: 'Petition from the Moslem-Christian Association in Jaffa, to the Military Governor, on the occasion of the First Anniversary of British Entry into Jaffa', 16 November 1918. Zu'aytir papers, pp. 7–8.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 66.
- ^ Report of a Committee Set up to Consider Certain Correspondence Between Sir Henry McMahon and the Sharif of Mecca in 1915 and 1916 Diarsipkan 24 October 2015 di Wayback Machine., UNISPAL, Annex A, paragraph 19.
- ^ Paris 2003, hlm. 249.
- ^ Mousa 1978, hlm. 184-5.
- ^ Mousa 1978, hlm. 185.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 71-2.
- ^ Lebel 2007, hlm. 159, 212–213.
- ^ Michael Freund (4 November 2013). "David Albala: Serbian Warrior, Zionist Hero". The Jerusalem Post. Diakses tanggal 3 October 2017.
- ^ Ristović 2016, hlm. 49.
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 22.
- ^ Rose 2010, hlm. 17.
- ^ Quigley 2010, hlm. 27–29.
- ^ a b c Quigley 2010, hlm. 29.
- ^ Pedersen 2015, hlm. 35.
- ^ Grief 2008, hlm. 30.
- ^ Wilson 1990, hlm. 44: Wilson cites Hubert Young to Ambassador Hardinge (Paris), 27 July 1920, FO 371/5254
- ^ Wilson 1990, hlm. 44, 46–48.
- ^ Wasserstein 2008, hlm. 105–106: "...the myth of Palestine's 'first partition'..."
- ^ 67th Congress, H.J.Res. 322; pdf
- ^ Brecher 1987.
- ^ Davidson 2002, hlm. 27–30.
- ^ a b Davidson 2002, hlm. 1.
- ^ Friedman 1997, hlm. 340–343.
- ^ a b c d e f Cohen 1946, hlm. 120.
- ^ Friedman 1997, hlm. 379.
- ^ Toury 1968, hlm. 81–84.
- ^ a b c Huneidi 2001, hlm. 18–19.
- ^ De Waart 1994, hlm. 113.
- ^ a b Helmreich 1985, hlm. 24.
- ^ a b Nicosia 2008, hlm. 67.
- ^ Ciani 2011, hlm. 13.
- ^ Palin Commission 1920, hlm. 10.
- ^ Grainger 2006, hlm. 218.
- ^ Schneer 2010, hlm. 347–360.
- ^ Gilmour 1996, hlm. 67.
- ^ Gilmour 1996, hlm. 66; Gilmour quotes: Curzon to Allenby, 16 July 1920, CP 112/799
- ^ Gilmour 1996, hlm. 67; Gilmour quotes: Curzon to Bonar Law, 14 December 1922, Bonar Law Papers, 111/12/46
- ^ Huneidi 2001, hlm. 35.
- ^ a b c Kattan 2009, hlm. 84.
- ^ Leslie 1923, hlm. 284.
- ^ Defries 2014, hlm. 103.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 57; Huneidi cites: CO 733/18, Churchill to Samuel, Telegram, Private and Personal, 25 February 1922
- ^ a b Huneidi 2001, hlm. 58.
- ^ Hansard, Palestine Mandate: HL Deb 21 June 1922 vol 50 cc994-1033 (outcome of the vote cc1033 on next page)
- ^ Hansard, Colonial Office: HC Deb 04 July 1922 vol 156 cc221–343 (outcome of the vote cc343)
- ^ Mathew 2011, hlm. 36.
- ^ Quigley 2011, hlm. 269.
- ^ Cohen 2010, hlm. 6.
- ^ Quigley 2011, hlm. 279.
- ^ Huneidi 1998, hlm. 37.
- ^ a b Renton 2016, hlm. 16.
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 31.
- ^ Quigley 2011, hlm. 280-2.
- ^ Defries 2014, hlm. 88–90.
- ^ a b Huneidi 2001, hlm. 61–64.
- ^ Huneidi 2001, hlm. 256.
- ^ a b c Caplan 2011, hlm. 94.
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 22–28.
- ^ Kattan 2009, hlm. 388–394.
- ^ Lloyd George 1939, hlm. 724–734.
- ^ Gelvin 2014, hlm. 82–83.
- ^ Schneer 2010, hlm. 152.
- ^ Rubin, Martin (2010). "The Great Promise, review of Jonathan Schneer's Balfour Declaration". The Wall Street Journal. Diakses tanggal 8 October 2017.
As Mr. Schneer documents, the declaration was, among much else, part of a campaign to foster world-wide Jewish support for the Allied war effort, not least in the U.S.
- ^ Ingrams 2009, hlm. 16.
- ^ Grainger 2006, hlm. 178.
- ^ Barr 2011, hlm. 60.
- ^ Brysac & Meyer 2009, hlm. 115.
- ^ a b Reinharz 1988, hlm. 131–145.
- ^ Stein 1961.
- ^ Vereté 1970.
- ^ a b Smith 2011, hlm. 50–51.
- ^ Division for Palestinian Rights of the United Nations Secretariat 1978:"It ultimately led to partition and to the problem as it exists today. Any understanding of the Palestine issue, therefore, requires some examination of this Declaration which can be considered the root of the problem of Palestine."
- ^ Watts 2008, hlm. 190: "indirectly...led to"
- ^ Ingrams 2009, hlm. IX, 5: "Probably no other scrap of paper in history has had the effect of this brief letter, the cause of a conflict..."
- ^ a b Schneer 2010, hlm. 370, 376.
- ^ Shlaim 2005, hlm. 268.
- ^ Tucker 2017, hlm. 469–482.
- ^ Shlaim 2009, hlm. 23.
- ^ Cohen & Kolinsky 2013, hlm. 88.
- ^ Friedman 2012, hlm. 173.
- ^ Chris Rice, quoted in Munayer Salim J, Loden Lisa, Through My Enemy's Eyes: Envisioning Reconciliation in Israel-Palestine, quote: "The Palestinian-Israeli divide may be the most intractable conflict of our time."
- ^ Virginia Page Fortna, Peace Time: Cease-fire Agreements and the Durability of Peace, p. 67, "Britain's contradictory promises to Arabs and Jews during World War I sowed the seeds of what would become the international community's most intractable conflict later in the century."
- ^ Avner Falk, Fratricide in the Holy Land: A Psychoanalytic View of the Arab-Israeli Conflict, Chapter 1, p. 8, "Most experts agree that the Arab-Israeli conflict is the most intractable conflict in our world, yet very few scholars have produced any psychological explanation—let alone a satisfactory one—of this conflict's intractability."
- ^ a b Renton 2007, hlm. 151.
- ^ Shlaim 2005, hlm. 251–270a: Shlaim quotes: Sir John R. Chancellor to Lord Stamfordham, 27 May 1930, Middle East Archive, St. Antony's College, Oxford.
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 363.
- ^ Cleveland & Bunton 2016, hlm. 244.
- ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 368.
- ^ a b Lewis 2009, hlm. 175.
- ^ a b Berman 1992, hlm. 66.
- ^ Laqueur & Schueftan 2016, hlm. 49.
- ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 110.
- ^ UNSCOP 1947.
- ^ Monroe 1981, hlm. 43.
- ^ Schneer 2010, hlm. 361.
- ^ Black, Ian (30 December 2015). "Middle East still rocking from first world war pacts made 100 years ago". The Guardian. Diakses tanggal 8 October 2017.
- ^ Friedman 1973, hlm. 396, note 65.
- ^ a b Ahren, Raphael (November 2, 2016). "Red tape, blunders keep Balfour Declaration away from the homeland it promised". Times of Israel. Diakses tanggal 8 October 2017.
Daftar pustaka
Karya yang dikhususkan
- Adelson, Roger (1995). London and the Invention of the Middle East: Money, Power, and War, 1902–1922. Yale University Press. ISBN 978-0-300-06094-2.
- Allawi, Ali A. (2014). Faisal I of Iraq. Yale University Press. hlm. 216–. ISBN 978-0-300-19936-9.
- Antonius, George (1938). The Arab Awakening: The Story of the Arab National Movement. Hamish Hamilton. ISBN 978-0-7103-0673-9.
- Bachi, Roberto (1974). The Population of Israel (PDF). Institute of Contemporary Jewry, Hebrew University of Jerusalem. hlm. 133, 390–394. OCLC 7924090.
- Barr, James (2011). A Line in the Sand: Britain, France and the Struggle that Shaped the Middle East. Simon & Schuster. hlm. 60. ISBN 978-1-84983-903-7.
- Bassiouni, M. Cherif; Fisher, Eugene M. (2012). "Thee Arab-Israeli Conflict – Real and Apparent Issues: An Insight Into Its Future from the Lessons of the Past". St. John's Law Review. 44 (3). ISSN 0036-2905.
- Berman, Aaron (1992). Nazism, the Jews and American Zionism, 1933-1988. Wayne State University Press. ISBN 0-8143-2232-8.
- Biger, Gideon (2004). The Boundaries of Modern Palestine, 1840–1947. Psychology Press. ISBN 978-0-7146-5654-0.
- Billauer, Barbara P. (2013). "Case-Studies in Scientific Statecraft: Chaim Weizmann and the Balfour Declaration - Science, Scientists and Propaganda" (PDF). SSRN Electronic Journal. doi:10.2139/ssrn.2327350.
- Brysac, Shareen Blair; Meyer, Karl E. (2009). Kingmakers: The Invention of the Modern Middle East. W. W. Norton. ISBN 978-0-393-34243-7.
- Brecher, Frank W. (1987). "Woodrow Wilson and the Origins of the Arab-Israeli Conflict". American Jewish Archives. 39 (1): 23–47. ISSN 0002-905X.
- Brecher, F.W. (1993). "French Policy toward the Levant". Middle Eastern Studies. 29 (4): 641–663. doi:10.1080/00263209308700971.
- Büssow, Johann (2011). Hamidian Palestine: Politics and Society in the District of Jerusalem 1872–1908. BRILL. ISBN 978-90-04-20569-7.
- Ciani, Adriano E. (2011). "1". The Vatican, American Catholics and the Struggle for Palestine, 1917–58: A Study of Cold War Roman Catholic Transnationalism (Tesis Ph.D.). Electronic Thesis and Dissertation Repository. http://ir.lib.uwo.ca/cgi/viewcontent.cgi?article=1501&context=etd.
- Cohen, Michael; Kolinsky, Martin (3 April 2013). Demise of the British Empire in the Middle East: Britain's Responses to Nationalist Movements, 1943–55. Routledge. ISBN 978-1-136-31375-2.
- Cohen, Michael J (2014). Britain's Moment in Palestine: Retrospect and Perspectives, 1917–1948. Routledge. ISBN 978-1-317-91364-1.
- Cooper, John (16 July 2015). The Unexpected Story of Nathaniel Rothschild. Bloomsbury Publishing. ISBN 978-1-4729-1708-9.
- Davidson, Lawrence (2002). "The Past as Prelude: Zionism and the Betrayal of American Democratic Principles, 1917–48". Journal of Palestine Studies. 31 (3): 21–35. doi:10.1525/jps.2002.31.3.21. ISSN 0377-919X.
- Defries, Harry (2014). Conservative Party Attitudes to Jews 1900–1950. Routledge. hlm. 51. ISBN 978-1-135-28462-6.
- Della Pergola, Sergio (2001). "Demography in Israel/Palestine: Trends, Prospects, Policy Implications" (PDF). International Union for the Scientific Study of Population, XXIV, General Population Conference, Salvador de Bahia.
- De Waart, P.J.I.M (1994). Dynamics of Self-determination in Palestine: Protection of Peoples as a Human Right. BRILL. hlm. 271. ISBN 978-90-04-09825-1.
- Domnitch, Larry (2000). The Jewish Holidays: A Journey Through History. Jason Aronson. ISBN 978-0-7657-6109-5.
- Dugard, John (2013). "A Tale of Two Sacred Trusts: Namibia and Palestine". Law, Politics and Rights: 285–305. doi:10.1163/9789004249004_011. ISBN 9789004249004.
- Friedman, Isaiah (1997). Germany, Turkey, and Zionism 1897–1918. Transaction Publishers. ISBN 978-1-4128-2456-9.
- Friedman, Isaiah (2000). Palestine, a Twice-Promised Land: The British, the Arabs & Zionism : 1915–1920. Transaction Publishers. ISBN 978-1-4128-3044-7.
- Friedman, Isaiah (1973). The Question of Palestine: British-Jewish-Arab Relations, 1914–1918. Transaction Publishers. ISBN 978-1-4128-3868-9.
- Friedman, Menachem (2012). "Israel as a Theological Dilemma". Dalam Baruch Kimmerling. Israeli State and Society, The: Boundaries and Frontiers. State University of New York Press. ISBN 978-1-4384-0901-6.
- Fromkin, David (1990). A Peace to End All Peace: The Fall of the Ottoman Empire and the Creation of the Modern Middle East. Avon Books. ISBN 978-0-380-71300-4.
- Garfield, Brian (2007). The Meinertzhagen Mystery: The Life and Legend of a Colossal Fraud. Potomac Books Inc. ISBN 978-1-59797-041-9.
- Gelvin, James L. (1999). "The Ironic Legacy of the King-Crane Commission". Dalam David W. Lesch. The Middle East and the United States. Westview Press. ISBN 978-0-8133-4349-5.
- Gilmour, David (1996). "The Unregarded Prophet: Lord Curzon and the Palestine Question". Journal of Palestine Studies. 25 (3): 64. doi:10.2307/2538259. JSTOR 2538259.
- Glass, Joseph B. (2002). From New Zion to Old Zion: American Jewish Immigration and Settlement in Palestine, 1917–1939. Wayne State University Press. ISBN 0-8143-2842-3.
- Grainger, John D. (2006). The Battle for Palestine, 1917. Boydell Press. ISBN 978-1-84383-263-8.
- Grief, Howard (2008). The Legal Foundation and Borders of Israel Under International Law: A Treatise on Jewish Sovereignty Over the Land of Israel. Mazo Publishers. hlm. 731. ISBN 9789657344521.
- Gutwein, Danny (2016). "The Politics of the Balfour Declaration: Nationalism, Imperialism and the Limits of Zionist-British Cooperation". Journal of Israeli History. 35 (2): 117–152. doi:10.1080/13531042.2016.1244100.
- Haiduc-Dale, Noah (2013). Arab Christians in British Mandate Palestine: Communalism and Nationalism, 1917-1948: Communalism and Nationalism, 1917-1948. Edinburgh University Press. ISBN 978-0-7486-7604-0.
- Halpern, Ben (1987). A Clash of Heroes : Brandeis, Weizmann, and American Zionism: Brandeis, Weizmann, and American Zionism. Oxford University Press, USA. ISBN 978-0-19-536489-7.
- Hardie, Frank; Herrman, Irwin M. (1980). Britain and Zion: the fateful entanglement. Blackstaff. ISBN 978-0-85640-229-6.
- Helmreich, William (1985). The Third Reich and the Palestine Question. University of Texas Press. ISBN 978-1-351-47272-2.
- Hourani, Albert (1981). The Emergence of the Modern Middle East. University of California Press. ISBN 978-0-520-03862-2.
- Huneidi, Sahar (2001). A Broken Trust: Sir Herbert Samuel, Zionism and the Palestinians. I.B.Tauris. hlm. 84. ISBN 978-1-86064-172-5.
- Ingrams, Doreen (2009). Palestine papers: 1917–1922: seeds of conflict. Eland. ISBN 978-1-906011-38-3.
- Kattan, Victor (June 2009). From Coexistence to Conquest: International Law and the Origins of the Arab-Israeli Conflict, 1891–1949. Pluto Press. ISBN 978-0-7453-2579-8.
- Kaufman, Edy (2006). "The French pro-Zionist declarations of 1917–1918". Middle Eastern Studies. 15 (3): 374–407. doi:10.1080/00263207908700418.
- Kedourie, Elie (1976). In the Anglo-Arab Labyrinth: The McMahon-Husayn Correspondence and Its Interpretations 1914–1939. Routledge. ISBN 978-1-135-30842-1.
- Klug, Brian (2012). Being Jewish and Doing Justice: Bringing Argument to Life. Vallentine Mitchell. ISBN 978-0-85303-993-8.
Also online at: [3]
- Kreutz, Andrej (1990). Vatican Policy on the Palestinian-Israeli Conflict. Greenwood Press. hlm. 196. ISBN 0313268290.
- Lebow, Richard Ned (1968). "Woodrow Wilson and the Balfour Declaration". The Journal of Modern History. 40 (4): 501–523. doi:10.1086/240237. JSTOR 1878450.
- Lewis, Donald (2014). The Origins of Christian Zionism: Lord Shaftesbury And Evangelical Support For A Jewish Homeland (PDF). Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-63196-0.
- Lewis, Geoffrey (31 May 2009). Balfour and Weizmann: The Zionist, the Zealot and the Emergence of Israel. A&C Black. ISBN 978-1-84725-040-7.
- Liebreich, Freddy (2004). Britain's Naval and Political Reaction to the Illegal Immigration of Jews to Palestine, 1945–1949. Routledge. ISBN 978-1-135-76694-8.
- Lieshout, Robert H. (2016). Britain and the Arab Middle East: World War I and its Aftermath. I.B.Tauris. ISBN 978-1-78453-583-4.
- Kamel, Lorenzo (2015). Imperial Perceptions of Palestine: British Influence and Power in Late Ottoman Times. British Academic Press. ISBN 978-1-78453-129-4.
- Makovsky, Michael (2007). Churchill's Promised Land: Zionism and Statecraft. Yale University Press. ISBN 0-300-11609-8.
- Manuel, Frank E. (1955). "The Palestine Question in Italian Diplomacy". The Journal of Modern History. 27 (3): 263–280. doi:10.1086/237809.
- Mathew, William M. (2013). "The Balfour Declaration and the Palestine Mandate, 1917–1923: British Imperialist Imperatives". British Journal of Middle Eastern Studies. Routledge. 40 (3): 231–250. doi:10.1080/13530194.2013.791133.
- Mathew, William M. (2011). "War-Time Contingency and the Balfour Declaration of 1917: An Improbable Regression" (PDF). Journal of Palestine Studies. 40 (2): 26–42. doi:10.1525/jps.2011.xl.2.26. JSTOR 10.1525/jps.2011.xl.2.26.
- Minerbi, Sergio I. (1990). The Vatican and Zionism:Conflict in the Holy Land, 1895–1925. Oxford University Press. hlm. 253. ISBN 978-0-19-505892-5.
- Neff, Donald (1995). "The Palestinians and Zionism: 1897 -1948". Middle East Policy. 4 (1): 156–174. doi:10.1111/j.1475-4967.1995.tb00213.x.
- Nicosia, Francis R. (5 May 2008). Zionism and Anti-Semitism in Nazi Germany. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-88392-4.
- Posner, Steve (1987). Israel Undercover:Secret Warfare and Hidden Diplomacy in the Middle East. Syracuse University Press. ISBN 978-0-8156-5203-8.
- Quigley, John (2010). The Statehood of Palestine: International Law in the Middle East Conflict. Cambridge University Press. ISBN 978-1-139-49124-2.
- Reid, Walter (1 September 2011). Empire of Sand: How Britain Made the Middle East. Birlinn. ISBN 978-0-85790-080-7.
- Reinharz, Jehuda (1988). "Zionism in the USA on the Eve of the Balfour Declaration". Studies in Zionism. 9 (2): 131–145. doi:10.1080/13531048808575933.
- Renton, James (2007). The Zionist Masquerade: The Birth of the Anglo-Zionist Alliance 1914–1918. Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-230-54718-6.
- Renton, James (2004). "Reconsidering Chaim Weizmann and Moses Gaster in the Founding Mythology of Zionism". Dalam Berkowitz, Michael. Nationalism, Zionism and ethnic mobilization of the Jews in 1900 and beyond [electronic resource]. BRILL. hlm. 129–151. ISBN 978-90-04-13184-2.
- Renton, James (2016). "Flawed Foundations: The Balfour Declaration and the Palestine Mandate". Dalam Miller, Rory. Britain, Palestine and Empire: The Mandate Years. Routledge. hlm. 15–37. ISBN 978-1-317-17233-8.
- Rhett, Maryanne A. (19 November 2015). The Global History of the Balfour Declaration: Declared Nation. Routledge. ISBN 978-1-317-31276-5.
- Rose, Norman (2010). A Senseless, Squalid War: Voices from Palestine, 1890s to 1948. Pimlico. ISBN 978-1-84595-079-8.
- Rosen, Jacob (1988). "Captain Reginald Hall and the Balfour Declaration". Middle Eastern Studies. Taylor & Francis. 24 (1): 56–67. JSTOR 4283222.
- Rovner, Adam (2014). In the Shadow of Zion: Promised Lands Before Israel. New York University Press. ISBN 978-1-4798-1748-1.
- Rubinstein, William (2000). "The Secret of Leopold Amery". Historical Research. Institute of Historical Research. 73 (181, June 2000): 175–196. doi:10.1111/1468-2281.00102.
- Said, Edward W. (1979). The Question of Palestine. Vintage Books. ISBN 978-0-679-73988-3.
- Sanders, Ronald (January 1984). The High Walls of Jerusalem: A History of the Balfour Declaration and the Birth of the British Mandate for Palestine. Holt, Rinehart and Winston. ISBN 978-0-03-053971-8.
- Schneer, Jonathan (2010). The Balfour Declaration: The Origins of the Arab-Israeli Conflict. Random House. ISBN 978-1-4000-6532-5.
- Schölch, Alexander (1992). "Britain in Palestine, 1838-1882: The Roots of the Balfour Policy". Journal of Palestine Studies. 22 (1): 39–56. doi:10.2307/2537686. JSTOR 2537686.
- Shlaim, Avi (2009). Israel and Palestine: Reappraisals, Revisions, Refutations. Verso. ISBN 978-1-84467-366-7.
- Shlaim, Avi (2005). "The Balfour Declaration and its Consequences". Dalam Louis, Wm. Roger. Yet More Adventures with Brittania: Personalities, Politics and Culture in Britain. I.B.Tauris. hlm. 251–270. ISBN 978-1-84511-082-6.
- Sorek, Tamir (2015). Palestinian Commemoration in Israel: Calendars, Monuments, and Martyrs. Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-9520-3.
- Smith, Charles D. (1 June 2011). "The Historiography of World War I and the Emergence of the Contemporary Middle East". Dalam Israel Gershoni; Amy Singer; Y. Hakan Erdem. Middle East Historiographies: Narrating the Twentieth Century. University of Washington Press. ISBN 978-0-295-80089-9.
- Strawson, John (2009). Partitioning Palestine: Legal Fundamentalism in the Palestinian-Israeli Conflict. Pluto. ISBN 978-0-7453-2324-4.
- Stein, Leonard (1961). The Balfour Declaration. Simon & Schuster. ISBN 978-965-223-448-3.
- Tamari, Salim (2017). The Great War and the Remaking of Palestine. Univ of California Press. ISBN 978-0-520-29125-6.
- Tessler, Mark (2009). A History of the Israeli-Palestinian Conflict Second Edition. Indiana University Press. hlm. 1018. ISBN 978-0-253-22070-7.
- Tomes, Jason (9 May 2002). Balfour and Foreign Policy: The International Thought of a Conservative Statesman. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-89370-1.
- Toury, Jacob (1968). "Organizational Problems of German Jewry: Steps towards the Establishment of a Central Organization (1893–1920)". Yearbook of the Leo Baeck Institute. 13 (1): 57–90. doi:10.1093/leobaeck/13.1.57.
- Tucker, Spencer C. (2017). "35. Is the Balfour Declaration of 1917 to Blame for the Long-Running Arab-Israeli Conflict?". Enduring Controversies in Military History: Critical Analyses and Context. ABC-CLIO. hlm. 469–482. ISBN 978-1-4408-4120-0.
- Ulrichsen, Kristian; Ulrichsen, Kristian Coates (2014). The First World War in the Middle East. Hurst. ISBN 978-1-84904-274-1.
- Vereté, Mayir (1970). "The Balfour Declaration and Its Makers". Middle Eastern Studies. Taylor & Francis, Ltd. 6 (1): 48–76. doi:10.1080/00263207008700138. JSTOR 4282307.
- Wasserstein, Bernard (1991). The British in Palestine: The Mandatory Government and Arab-Jewish Conflict, 1917–1929. B. Blackwell. ISBN 978-0-631-17574-2.
- Wavell, Field Marshal Earl (1968) [1933]. "The Palestine Campaigns". Dalam Sheppard, Eric William. A Short History of the British Army (edisi ke-4th). Constable & Co. OCLC 35621223.
- Wilson, Mary Christina (1990). King Abdullah, Britain and the Making of Jordan. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-39987-6.
- Woodfin, E. (2012). Camp and Combat on the Sinai and Palestine Front: The Experience of the British Empire Soldier, 1916–18. Springer. ISBN 978-1-137-26480-0.
- Woodward, David R. (1998). Field Marshal Sir William Robertson: Chief of the Imperial General Staff in the Great War. Praeger. ISBN 0-275-95422-6.
- Zieger, Robert H. (2001). America's Great War: World War I and the American Experience. Rowman & Littlefield. ISBN 978-0-8476-9645-1.
- Division for Palestinian Rights of the United Nations Secretariat (1978), The Origins and Evolution of the Palestine Problem 1917–1988, Part I, United Nations
Sejarah umum
- Bickerton, Ian J.; Klausner, Carla L. (16 September 2016). A History of the Arab-Israeli Conflict. Taylor & Francis. ISBN 978-1-315-50939-6.
- Caplan, Neil (2011). The Israel-Palestine Conflict: Contested Histories. John Wiley & Sons. ISBN 978-1-4443-5786-8.
- Cleveland, William L.; Bunton, Martin (2016). A History of the Modern Middle East. Avalon Publishing. ISBN 978-0-8133-4980-0.
- Cohen, Michael J. (14 April 1989). The Origins and Evolution of the Arab-Zionist Conflict. University of California Press. ISBN 978-0-520-90914-4.
- Dockrill, Michael L.; Lowe, Cedric James (2001) [1972]. Mirage Of Power, Part II. Routledge. ISBN 978-1-136-46774-5.
- Dockrill, Michael L.; Lowe, Cedric James (2002) [1972]. Mirage Of Power, Part III. Routledge. ISBN 978-1-136-46802-5.
- Geddes, Charles L. (1991). A Documentary History of the Arab-Israeli Conflict. Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-275-93858-1.
- Gelvin, James (2014) [2002]. The Israel-Palestine Conflict: One Hundred Years of War (edisi ke-3). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-85289-0.
- Hurewitz, J. C. (1 June 1979). The Middle East and North Africa in World Politics: A Documentary Record – British-French Supremacy, 1914–1945. Yale University Press. ISBN 978-0-300-02203-2.
- Kedourie, Elie (19 December 2013) [1982]. Palestine and Israel in the 19th and 20th Centuries. Routledge. ISBN 978-1-135-16814-8.
- Khouri, Fred John (January 1985). The Arab-Israeli Dilemma. Syracuse University Press. ISBN 978-0-8156-2340-3.
- Laqueur, Walter; Schueftan, Dan (2016). The Israel-Arab Reader: A Documentary History of the Middle East Conflict: Eighth Revised and Updated Edition. Penguin Publishing Group. ISBN 978-1-101-99241-8.
- Laurens, Henry (1999). La Question de Palestine - Tome 1 - L'invention de la Terre sainte (1799-1922) [In French]. Fayard. ISBN 978-2-213-70357-2.
- Lebel, G'eni (2007). Until the Final Solution: The Jews in Belgrade 1521–1942. Avotaynu. ISBN 978-1-88622-333-2.
- LeVine, Mark; Mossberg, Mathias (2014). One Land, Two States: Israel and Palestine as Parallel States. University of California Press. ISBN 978-0-520-95840-1.
- Makdisi, Saree (12 April 2010). Palestine Inside Out: An Everyday Occupation. W. W. Norton. ISBN 978-0-393-33844-7.
- Mansfield, Peter (1992). The Arabs. Penguin Books. ISBN 978-0-14-014768-1.
- Monroe, Elizabeth (1981). Britain's Moment in the Middle East, 1914–1971. Johns Hopkins University Press. ISBN 978-0-8018-2616-0.
- Penslar, Derek (2007). Israel in History: The Jewish State in Comparative Perspective. Routledge. ISBN 978-1-134-14669-7.
- Quigley, Carroll (1981). The Anglo-American Establishment. Books in Focus. ISBN 978-0-945001-01-0.
- Ristović, Milan (2016). "The Jews of Serbia (1804–1918): From Princely Protection to Formal Emancipation". Dalam Catalan, Tullia; Dogo, Marco. The Jews and the Nation-States of Southeastern Europe from the 19th Century to the Great Depression: Combining Viewpoints on a Controversial Story. Cambridge Scholars Publishing. hlm. 23–50. ISBN 978-1-44389-662-7.
- Smith, Charles D. (2016). Palestine and the Arab-Israeli Conflict: A History with Documents. Bedford/St. Martin's. ISBN 978-1-319-02805-3.
- Stein, Leslie (2003). The Hope Fulfilled: The Rise of Modern Israel. Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-275-97141-0.
- Wasserstein, Bernard (2008). Israel and Palestine: Why They Fight and Can They Stop?. Profile Books. ISBN 978-1-84668-092-2.
- Watts, Tim (2008). "The Balfour Declaration". Dalam Spencer C. Tucker; Priscilla Roberts. The Encyclopedia of the Arab-Israeli Conflict: A Political, Social, and Military History [4 volumes]: A Political, Social, and Military History. ABC-CLIO. ISBN 978-1-85109-842-2.
Karya buatan pihak-pihak yang terlibat
- Amery, Leopold (1953). My Political Life: War and peace, 1914–1929. Hutchinson. OCLC 458439494.
- Balfour, Arthur (1928). Israel Cohen, ed. Speeches on Zionism; with a foreword by Sir Herbert Samuel. Arrowsmith. OCLC 170849.
- Cohen, Israel (1946). The Zionist Movement. Edited and Revised with Supplementary Chapter on Zionism in the United States. Zionist Organization of America. OCLC 906137115.
- Curzon, George (1917). "The Future of Palestine, GT 2406, CAB 24/30/6". UK National Archives.
- de Haas, Jacob (1929). Louis D(embitz) Brandeis. Bloch. OCLC 1550172.
- Leslie, Shane (1923). Mark Sykes: His Life and Letters. Charles Scribner's Sons. OCLC 656769736.
Also online at Internet Archive
- Lloyd George, David (1933). War Memoirs of David Lloyd George: 1915–1916. II. AMS Press. hlm. 50. ISBN 0-404-15042-X. Also at Internet Archive.
- Lloyd George, David (1939). Memoirs of the Peace Conference. II. Yale University Press. OCLC 654953981.
- Meinertzhagen, Richard (1959). Middle East Diary, 1917–1956. Cresset Press. OCLC 397539.
- Palin Commission (1920), Report of the Court of Inquiry Convened by Order of His Excellency the High Commissioner and Commander-in Chief, also known as the "Palin Report", PRO, FO 371/5121, file E9379/85/44, UK National Archives,
* Karya yang berkaitan dengan Palin Report di Wikisource. For further information see the Commission's Wikipedia article at Palin Commission
- Palestine Royal Commission (1937), Cmd. 5479, Palestine Royal Commission Report, also known as the "Peel Report" (PDF), HMSO,
For further information see the Commission's Wikipedia article at Peel Commission
- Samuel, Herbert (1945). Memoirs. Cresset Press. OCLC 575921.
- Sokolow, Nahum (1919). History of Zionism 1600–1918: Volume II. Longmans Green & Co. ISBN 978-1-4212-2861-7.
- Storrs, Ronald (1943). Lawrence of Arabia: Zionism and Palestine. Penguin Books. OCLC 977422365.
- UNSCOP (1947), "United Nations Special Committee on Palestine, Report to the General Assembly, Volume 1; A/364", Official Records of the Second Session of the General Assembly, United Nations
- Weizmann, Chaim (1949). Trial and Error, The Autobiography of Chaim Weizmann. Jewish Publication Society of America. OCLC 830295337.
- Weizmann, Chaim (1983). The Letters and Papers of Chaim Weizmann: August 1898 – July 1931. Transaction Publishers. ISBN 978-0-87855-279-5.
Pranala luar
- UK Commons 2017 Centennial Debate on the Balfour Declaration, 16 November 2016
- The Guardian: The contested centenary of Britain's 'calamitous promise', 17 October 2017