Cap tikus

jenis minuman beralkohol
Revisi sejak 16 Februari 2019 04.24 oleh Allan Sumali (bicara | kontrib) (Penambahan Foto yang lebih relevan)

Cap Tikus adalah minuman beralkohol tradisional Minahasa dari hasil fermentasi dan distilasi Air Nira dati Pohon Aren (pinnata). Minuman ini sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat Minahasa, dan umumnya di konsumsi oleh para Bangsawan atau oleh masyarakat umum dalam acara adat.

Litografi pedagang keliling tuak nira dan prajurit pribumi di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) karya Auguste van Pers (1854).

Sejarah

Dalam upacara naik rumah baru, para Penari Maengket menyanyi lagu Marambak untuk menghormati Dewa pembuat rumah, leluhur Tingkulendeng. Tuan rumah harus menyodorkan minuman Cap Tikus kepada Tonaas pemimpin upacara adat naik rumah baru sambil penari menyanyi “tuasan e sopi e maka wale”, artinya tuangkan Cap Tikus wahai tuan rumah.

Minuman keras ini bahkan terkenal hingga ke Kepulauan Ternate. Keterangan mengenai Cap Tikus di Ternate ditulis oleh juru tulis pengeliling dunia Colombus dari Spanyol bernama Antonio Pigafetta. Setelah kapal mereka melalui dua buah Pulau Sangir dan Talaud lalu 15 Desember 1521 mereka tiba di pelabuhan Ternate dan dijamu Raja Ternate dengan minuman arak yang terbuat dari air tuak yang dimasak.

Kendati buku “Perjalanan keliling dunia Antonio Pigafetta” terbitan tahun 1972 halaman 127-128 tidak menjelaskan dari mana Raja Ternate mendapatkan minuman Cap Tikus, namun Perlu ditelisik masyarakat Ternate tidak punya budaya “Batifar” hingga kemungkinan besar minuman Cap Tikus sama halnya dengan beras yang didatangkan ke Ternate dari Minahasa.[1]

Kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada teknologi penyulingan. Petani sejauh ini masih menggunakan teknologi tradisional, yakni saguer dimasak kemudian uapnya disalurkan dan dialirkan melalui pipa bambu ke tempat penampungan. Tetesan-tetesan itulah yang kemudian dikenal dengan minuman Cap Tikus.

Minuman keras tradisionil Minahasa ini pada mulanya bernama Sopi. Namun, sebutan Sopi berubah menjadi Cap Tikus ketika orang Minahasa yang mengikuti pendidikan militer untuk menghadapi Perang Jawa, sebelum tahun 1829, menemukan Sopi dalam botol-botol biru dengan gambar ekor tikus. Sopi dijual oleh para pedagang Cina di Benteng Amsterdam, Manado.

Yang pasti, minuman Cap Tikus sudah sejak dulu sangat akrab dan populer di kalangan petani Minahasa. Umumnya, petani Minahasa, sebelum pergi ke kebun atau memulai pekerjaannya, minum satu seloki Cap Tikus untuk penghangat tubuh dan pendorong semangat untuk bekerja.[2]


Produksi

Berkas:Cap Tikus 1978 dengan Pita Cukai.jpg
Sebotol Cap Tikus 1978

Bahan dasar pembuatannya berasal dari air sadapan yang menetes dari Pohon Enau, yang oleh masyarakat Minahasa dikenal sebagai Pohon Akel atau Seho. Secara umum pohon ini disebut Pohon Aren.

Adapun metode pembuatan Cap Tikus adalah:

  • Pertama, ujung tandan bunga Pohon Aren akan dimemarkan dengan dipukul-pukul selama beberapa hari menggunakan sepotong kayu hingga keluar cairan.
  • Ujung tandan kemudian dipotong dan digantungkan sebatang bambu untuk menampung tetesan airnya. Air yang ditampung ini disebut air nira, berwarna jernih tapi agak keruh dan rasanya sangat manis.
  • Pengambilan air ini biasanya dua kali sehari, yakni pagi dan sore.
  • Aktifitas menyadap pohon aren ini disebut “Batifar” oleh masyarakat. Dengan bahan dasar air nira ini, para petani dapat memproduksi Saguer, Gula Aren, Cuka Aren, dan Sopi atau populernya “Cap Tikus”.
    • (Air Nira yang tidak diproses atau dibiarkan begitu saja selama beberapa hari akan berfermentasi menjadi Cuka.)
  • Tinggi rendahnya kadar alkohol pada Cap Tikus tergantung pada kualitas penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula kadar alkoholnya.

Untuk mendapatkan saguer yang manis bagaikan gula, bambu penampungan yang digantungkan pada bagian mayang tempat keluarnya cairan putih (Saguer), berikut saringannya yang terbuat dari ijuk Pohon Enau harus bersih. Semakin bersih, saguer semakin manis, maka Cap Tikus yang dihasilkan pun semakin tinggi kualitasnya.


Saat Ini

Minuman ini telah menjadi salah satu sumber pendapatan bagi banyak petani Pohon Aren dan pedagang di Minahasa Selatan. Sejak dahulu mereka mencari pendapatan dari hasil panen dan perdagangannya.

Namun saat ini para petani CapTikus bisa bernafas lega. Bupati Minsel saat ini sedang gencar melakukan upaya melegalkan minuman khas CapTikus. Salah satunya dengan menggandeng pengusaha yang siap mengemas cap tikus menjadi minuman khas dari minsel. Menjadi harapan baru untuk petani cap tikus di minsel jika minuman cap tikus menjadi legal dan bisa dipasarkan keluar negeri.[1]

Dengan kerjasama dengan APINDO, BPOM Manado, dan Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan yang mau mengangkat captikus menjadi minuman khas yang legal. Untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para petani cap tikus yang sudah turun temurun bertani dan membudidayakan minuman khas ini dan juga mengangkat nilai jual cap tikus menjadi lebih besar dan berharga. [2]


Lihat pula

Referensi

  1. ^ https://beritamanado.com/sejarah-cap-tikus-minuman-ciptaan-para-dewa-1/
  2. ^ Tangkilisan, Yuda. (2012). Kesenian Kuno Minahasa: Dari Perspektif Sejarah Publik. Public History Review. 19. 104. 10.5130/phrj.v19i0.3098.

https://manadopostonline.com/read/2018/11/01/Bupati-Gaet-Pengusaha-APINDO-Sejahterakan-Petani-di-Minsel/48310

https://beritamanado.com/sejarah-cap-tikus-minuman-ciptaan-para-dewa-1/

http://cahayasiang.com/2018/12/28/legal-kini-bisa-beli-cap-tikus-bandara-sam-ratulangi-minuman-legendaris-minahasa-akhirnya-semakin-mendunia/