Developmental Basketball League
Developmental Basketball League (DBL), sebelumnya bernama DetEksi Basketball League, adalah sebuah kompetisi liga bola basket pelajar SMP dan SMA terbesar di Indonesia. Liga ini dimulai pada tahun 2004 di Surabaya masih di bawah naungan DetEksi (sekarang Zetizen).
DetEksi (sejak tahun 2016 hingga sekarang bernama Zetizen) sendiri merupakan bagian dari isi surat kabar Jawa Pos, yang merupakan halaman koran khusus anak muda dan dikerjakan seluruhnya oleh anak muda.
DBL dimulai di Surabaya pada 2004. Liga ini diniati sebagai liga SMA yang sederhana, tetapi diselenggarakan dengan cara yang benar. Tidak boleh ada pemain profesional atau semipro, tidak boleh ada sponsor rokok, alkohol, dan minuman berenergi. Pemain harus student athlete. Performa mereka di ruang kelas sama pentingnya --atau bahkan lebih penting-- dari performa mereka di lapangan basket.
Total 96 tim bergabung di musim pertama ini, dari berbagai kota di Provinsi Jawa Timur. Sejak pertandingan perdana, banyak orang sadar bahwa sesuatu yang spesial sedang berlangsung. Pertandingan pertama DBL sangatlah ketat dan emosional. Tim putri SMAN 20 Surabaya mengalahkan SMA Santo Stanislaus 2 Surabaya. Tangis sedih dan bahagia terlihat di sekeliling lapangan, ditonton oleh sekitar 1.000 penonton.
Sejak saat itu, makin banyak peminat datang menonton. Pada babak final, lebih dari 5.000 orang datang menyaksikan (rekor penonton basket terbanyak di Jawa Timur saat itu). Dan mereka dihibur oleh pertandingan yang emosional dan dramatis. SMAN 2 Surabaya menjadi juara putra, setelah memaksa berlangsungnya perpanjangan waktu lewat tembakan putus asa dari luar garis tiga angka.
SUSKES musim pertama DBL membantu liga ini untuk tumbuh secara signifikan. Makin banyak tim yang bergabung, makin banyak penonton yang menyaksikan. Bahkan, saking banyaknya tim yang ingin tampil, DBL kehabisan kapasitas untuk menerima semuanya. Karena itu, para peserta baru harus tampil dulu di babak kualifikasi, saling mengeliminasi menuju babak utama.
Makin tahun, standar penyelenggaraan juga terus meningkat. Aturan-aturan baru diperkenalkan untuk membuat presentasi pertandingan makin baik. Tim dan penonton terus dipaksa untuk mengikuti aturan-aturan yang makin ketat.
Pada 2007, pertandingan-pertandingan DBL diselenggarakan sebaik --atau mungkin lebih baik-- dari pertandingan-pertandingan profesional dan internasional. Lebih dari 55 ribu penonton menyaksikan DBL pada 2007, hampir empat kali lebih banyak dari 2004. Sebanyak 220 tim bertanding pada 2007, lebih dari dua kali jumlah peserta 2004.
Sukses 2007 ini memberi pertanda, bahwa sudah tiba waktunya bagi DBL untuk mengembangkan sayap.
DBL telah mengukuhkan diri sebagai liga basket terbesar di Indonesia pada tahun 2008. Setelah meraih sukses selama empat musim di Surabaya, DBL berkembang ke sepuluh kota lain di sepuluh provinsi.
Untuk memenuhi tuntutan jumlah peserta, di Jawa Timur DBL dibagi menjadi dua wilayah. North di Surabaya, South di Malang. Sembilan kota baru lainnya tersebar di sembilan provinsi, di lima pulau di Indonesia.
Seperti di Surabaya, DBL mendapat sambutan hangat di provinsi-provinsi lain. DBL mampu memecahkan rekor peserta dan penonton di kebanyakan kota baru. Contohnya, di kota budaya Jogjakarta, lebih dari 16.500 orang menonton DBL hanya dalam enam hari. Angka yang sebelumnya belum pernah dicapai untuk sebuah even basket.
Seiring dengan perluasan wilayah, DBL juga mencatat sejarah lewat dua kolaborasi internasional. Yang pertama adalah kerja sama jangka panjang dengan liga basket paling bergengsi di dunia NBA. Setiap tahun, NBA akan mengirimkan pemain dan pelatihnya untuk membantu perkembangan para pemain dan pelatih top DBL.
Even resmi pertama NBA di Indonesia diselenggarakan di Surabaya, 23-24 Agustus 2008. Bintangnya adalah Danny Granger, top scorer Indiana Pacers.
Kolaborasi internasional kedua adalah dengan pemerintah Australia. Pada Oktober 2008, DBL mengirimkan tim All-Star pertamanya (putra dan putri) ke Perth, untuk belajar dan bertanding melawan tim-tim muda pilihan Western Australia.
Sebagai penyempurna, pada 2008 DBL juga membuka gedung basket barunya, DBL Arena. Gedung itu dibangun hanya dalam tujuh bulan. Salah satu gedung terbaik di Indonesia itu punya kapasitas 5.000 penonton.
Tahun 2009, DBL memulai titik baru ditangani dengan lebih profesional dengan pembentukan PT. Deteksi Basket Lintas (DBL) Indonesia. Deteksi Basketball League berevolusi menjadi Developmental Basketball League.