Anu Beta Tubat adalah karya budaya yang berasal dari Provinsi Papua Barat yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahn 2017. Karya budaya ini masuk dalam domain "Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta" dengan nomor pencatatan 201700594. Anu Beta Tubat merupakan kearifan lokal dari penduduk Maybrat yang memiliki makna kebersamaan.[1]

Asal Usul

Sejak masa lalu, masyarakat Maybrat telah mengenal semboyan adat Anu Beta Tubat untuk menjaga kohesi sosial budaya. Leluhur orang Maybrat sejak berabad-abad silam harus berjuang keras untuk dapat bertahan hidup di alam pegunungan karst yang kurang subur. Kondisi hujan yang turun tidak menentu membuat tanaman mati kekeringan. Disitulah manusia harus bertahan dengan binatang buruan, buah-buahan hutan, serta ikan-ikan yang ada di danau. Sehingga, kebersamaan dalam menaklukan ganasnya alam menjadi penting untuk dilakukan oleh orang Maybrat.

Ganasnya alam membuat masyarakat Maybrat sejak puluhan tahun silam menyadari pentingnya budaya saling membantu untuk mewujudkan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat. Secara harfiah, Anu Beta Tubat memiliki arti "bersama kami mengangkat".[2] Dalam praktiknya, Anu Beta Tubat telah berlangsung turun-temurun menjadi penjaga harmonisasi kehidupan dari masyarakat Maybrat dan masih berlangsung hingga saat ini. Namun oleh Robert Isir dan Pdt. Herman Saud pada tahun 1983, dibentuk Yayasan Anu Beta Tubat bertempat di Jayapura, Provinsi Papua. Pembentukan Yayasan Anu Beta Tubat menjadi awal pelestarian dan pengenalan nilai-nilai budaya Maybrat kepada masyarakat luas.

Praktik Anu Beta Tubat

Praktik budaya Anu Beta Tubat berlandaskan gotong royong, dimana beban satu orang untuk bersama-sama dipikul oleh seluruh masyarakat Maybrat di Provinsi Papua Barat. Anu Beta Tubat yang berarti bersama kita semua mengangkat suatu beban. Adapun praktik kebersamaan Anu Beta Tubat berlaku pada kegiatan sebagai berikut:

  1. Pembukaan kebun atau ladang;
  2. Pembiayaan sekolah anak;
  3. Pembangunan asrama bagi anak yang sekola di kota;
  4. Pembayaran biaya skripsi;
  5. Pembayaran biaya wisuda;
  6. Pembayaran mas kawin adat;
  7. Pembayaran denda adat;
  8. Pembangunan rumah permanen.

Kondisi Karya Budaya

Saat ini praktik budaya kebersamaan berbasis lokal Anu Beta Tubat masih tumbuh di tengah-tengah masyarakat Maybrat, Papua. Dengan semangat Anu Beta Tubat, masyarakat Maybrat membangun atau memperbaiki gedung sekolah, membeli buku-buku pelajaran, membantu pembiayaan ujian anak-anak mereka. Kemiskinan tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Maybrat untuk dapat memperoleh pendidikan yang baik. Masyarakat bergotong royong mengadakan fasilitas untuk sekolah dan membayar gaji guru honorer. Beberapa program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pemeritah telah menyerap praktik budaya Anu Beta Tobat sehingga pelaksanaannya dapat sejalan dengan kehidupan sosial dan budaya dari masyarakat. Masyarakat Maybrat telah membuktikan bahwa praktik "gotong royong" berbasis budaya melalui karya budaya Anu Beta Tobat dapat membawa mereka untuk menapaki kesejahteraan hidup yang lebih baik dari masa ke masa.[3]

Referensi

  1. ^ Penetapan Karya Budaya Anu Beta Tubathttps://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=594
  2. ^ Media, Kompas Cyber. "Pelajaran dari Maybrat". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-02-22. 
  3. ^ Anu Beta Tubat Sejahterakan Masyarakathttp://kotaku.pu.go.id:8081/wartaarsipdetil.asp?mid=6805&catid=1&