Radio

penyebaran isi audio kepada pemirsa yang tersebar melalui medium komunikasi massa audio

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas, dan merambat lewat udara, dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara).

Sebuah radio merek Truetone

Sejarah

Sejarah radio adalah sejarah teknologi yang menghasilkan peralatan radio yang menggunakan gelombang radio. Stasiun radio paling awal menggunakan sistem radiotelegrafi dan tidak membawa audio. Agar siaran audio dimungkinkan, perangkat deteksi dan amplifikasi elektronik harus digunakan.

Sejarah penemuan radio dimulai di Inggris dan Amerika Serikat. Donald Mc. Nicol dalam bukunya Radio’s Conquest of Space menyatakan bahwa terkalahkannya ruang angkasa oleh radio dimulai tahun 1802 oleh Dane, yaitu dengan ditemukannya suatu pesan dalam jarak pendek dengan menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik. Penemuan berikutnya adalah oleh tiga orang cendikiawan muda, di antaranya adalah James Maxwell berkebangsaan Inggris pada tahun 1865. Ia dijuluki scientific father of wireless, karena berhasil menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan gelombang elektromagnetik, yakni gelombang yang digunakan radio dan televisi.[1]

Pada tahun 1896 ilmuwan Italia, Guglielmo Marconi mendapat hak paten atas telegraf nirkabel yang menggunakan dua sirkuit. Pada saat itu sinyal ini hanya bisa dikirim pada jarak dekat. Namun, hal inilah yang memulai perkembangan teknologi radio. Pada tahun 1897, Marconi kembali mempublikasikan penemuan bahwa sinyal nirkabel dapat ditransmisikan pada jarak yang lebih jauh (12 mil (19.000 m)).[1]

Selanjutnya, pada tahun 1899 Marconi berhasil melakukan komunikasi nirkabel antara Prancis dan Inggris lewat Selat Inggris dengan menggunakan osilator Tesla. John Ambrose Fleming pada tahun 1904 menemukan bahwa tabung audion dapat digunakan sebagai receiver nirkabel bagi teknologi radio ini. Dua tahun kemudian ((Kanuri) 1901) Dr. Lee De Forest menemukan tabung elektron yang terdiri dari tiga elemen (triode audion). Penemuan ini memungkinkan gelombang suara ditransmisikan melalui sistem komunikasi nirkabel. Tetapi sinyal yang ditangkap masih sangat lemah.

Barulah pada tahun 1912 Edwin Howard Armstrong menemukan penguat gelombang radio disebut juga radio amplifier. Alat ini bekerja dengan cara menangkap sinyal elektromagnetik dari transmisi radio dan memberikan sinyal balik dari tabung. Dengan begitu kekuatan sinyal akan meningkat sebanyak 20.000 kali per detik. Suara yang ditangkap juga jauh lebih kuat sehingga bisa didengar langsung tanpa menggunakan earphone. Penemuan ini kemudian menjadi sangat penting dalam sistem komunikasi radio karena jauh lebih efisien dibandingkan alat terdahulu. Meskipun demikian hak paten atas amplifier jatuh ke tangan Dr. Lee De Forest.[1]

Penggunaan radio sebagai alat atau media komunikasi massa pada awalnya diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Selanjutnya Le De Forrest melalui eksperimen siaran radionya, yang telah menyiarkan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1916, sehingga ia dikenal sebagai pelopor penyiaran radio.[2]

Awalnya sinyal pada siaran radio ditransmisikan melalui gelombang data yang kontinu baik melalui modulasi amplitudo (AM), maupun modulasi frekuensi (FM). Metode pengiriman sinyal seperti ini disebut analog. Selanjutnya, seiring perkembangan teknologi ditemukanlah internet, dan sinyal digital yang kemudian mengubah cara transmisi sinyal radio.

Penggunaan awal

Radio pada awalnya digunakan dalam keperluan maritim untuk mengirimkan pesan telegraf menggunakan kode morse antara kapal dan penerima di darat. Salah satu pengguna awal teknologi ini adalah Angkatan Laut Jepang yang memata-matai armada Rusia saat Perang Tsushima pada tahun 1901. Salah satu penggunaan teknologi ini yang paling dikenang adalah pada komunikasi antara operator di kapal RMS Titanic dengan kapal terdekat, dan komunikasi ke stasiun darat.[1]

Siaran komersil radio mulai dilakukan pada 1920-an, dengan populernya pesawat radio, terutama di Eropa dan Amerika Serikat. Selain siaran komersil, siaran titik-ke-titik (point-to-point), termasuk telepon dan siaran ulang program radio, menjadi populer pada dekade 1920-an dan 1930-an. Penggunaan radio dalam masa sebelum perang adalah untuk mengembangan pendeteksian dan pelokasian pesawat dan kapal dengan menggunakan radar. Sekarang, terdapat banyak kegunaan dari gelombang radio, termasuk jaringan nirkabel, komunikasi segala jenis, dan juga penyiaran komersil radio.

Pada masa Perang Dunia II, radio digunakan untuk memberikan perintah dan berkomunikasi antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut; Jerman menggunakan komunikasi radio untuk mengirim pesan diplomatik saat kabel bawah lautnya dipotong oleh Britania Raya. Selain itu, Amerika Serikat juga menyampaikan Program 14 dari Presiden Woodrow Wilson kepada Jerman melalui radio ketika perang.[1]

Penemuan radio AM & FM dan penyiaran publik

Sebelum televisi terkenal, siaran radio komersial termasuk drama, komedi, beragam program serta hiburan lainnya; tidak hanya berita dan musik. Radio AM bekerja dengan prinsip memodulasikan gelombang radio dan gelombang audio. Kedua gelombangg ini sama-sama memiliki amplitudo yang konstan. Namun proses modulasi ini kemudian mengubah amplitudo gelombang penghantar (radio) sesuai dengan amplitudo gelombang audio.[1]

Awalnya penggunanaan radio AM hanya untuk keperluan telegram nirkabel. Orang pertama yang melakukan siaran radio dengan suara manusia adalah Reginald Aubrey Fessenden. Ia melakukan siaran radio pertama dengan suara manusia pada 23 Desember 1900 pada jarak 50 mil (dari Cobb Island ke Arlington, Virginia) Saat ini radio AM tidak terlalu banyak digunakan untuk siaran radio komersial karena kualitas suara yang buruk.

Ketika radio AM mulai umum digunakan, Armstrong menemukan masalah saat radio lain ditransmisikan menggunakan kekuatan sinyal yang sama. Pada saat itu gelombang audio ditransmisikan bersama gelombang radio dengan menggunakan modulasi amplitudo (AM). Modulasi ini sangat rentan akan gangguan cuaca. Pada akhir 1920-an Armstrong mulai mencoba menggunakan modulasi dimana amplitudo gelombang penghantar (radio) dibuat konstan.[1]

Pada tahun 1933 ia akhirnya menemukan sistem modulasi frekuensi (FM) yang menghasilkan suara jauh lebih jernih, serta tidak terganggu oleh cuaca buruk. Sayangnya teknologi ini tidak serta merta digunakan secara massal. Radio FM (modulasi frekuensi) bekerja dengan prinsip yang serupa dengan radio AM, yaitu dengan memodulasi gelombang radio (sebagai penghantar) dengan gelombang audio. Hanya saja, pada radio FM proses modulasi ini menyebabkan perubahan pada frekuensi.

Depresi ekonomi pada tahun 1930-an menyebabkan industri radio enggan mengadopsi sistem baru ini karena mengharuskan penggantian transmitter dan receiver yang memakan banyak biaya. Baru pada tahun 1940 Armstrong bisa mendirikan stasiun radio FM pertama dengan biayanya sendiri. Dua tahun kemudian Federal Communication Comission (FCC) mengalokasikan beberapa frekuensi untuk stasiun radio FM yang dibangun Armstrong. Perlu waktu lama bagi modulasi frekuensi untuk menjadi sistem yang digunakan secara luas. Selain itu hak paten juga tidak kunjung didapatkan oleh Armstrong. Frustasi akan segala kesulitan dalam memperjuangkan sistem FM, Armstrong mengakhiri hidupnya secara tragis dengan cara bunuh diri. Beruntung istrinya kemudian berhasil memperjuangkan hak-hak Armstrong atas penemuannya.[1]

Barulah pada akhir 1960-an FM menjadi sistem yang benar-benar mapan. Hampir 2000 stasiun radio FM tersebar di Amerika Serikat, FM menjadi penyokong gelombang mikro (microwave), pada akhirnya FM benar-benar diakui sebagai sistem unggulan di berbagai bidang komunikasi.

Peran radio dalam kemerdekaan RI

Sampai pada masa Awal Kemerdekaan RI, radio siaran masih dikuasai oleh Jepang hingga ketika Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia berita ini tidak dapat disiarkan secara langsung melalui radio siaran. Akan tetapi akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat dikumandangkan di udara melalui radio siaran stasiun call “Radio Indonesia Merdeka”.

Sejarah Radio Republik Indonesia dimulai sejak pendiriannya secara resmi pada tanggal 11 September 1945. Abdulrahman Saleh adalah salah satu tokoh yang mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI). Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman, jln Menteng Dalam, Jakarta, menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum RRI yang pertama.

Sampai akhir tahun 1966 Radio Republik Indonesia (RRI) adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah. Peran dan fungsi radio siaran ditingkatkan. Sebagai media massa, RRI mempunyai fungsi menghibur, mendidik dan penerangan. Ketiga fungsi ini dilaksanakan oleh RRI. RRI hadir di tengah-tengah masyarakat, menjalankan misi (tujuan) mulia yang dapat dipertanggung jawabkan. Fungsi pendidikan artinya RRI merupakan sarana untuk menyiarkan acara pendidikan kepada pendengar yang jumlahnya begitu banyak. Fungsi pendidikan mengandung maksud bahwa siaran yang disajikan berusaha menambah pengetahuan masyarakat. Fungsi hiburan mengandung pengertian, RRI memberikan hiburan bagi pendengar, sehingga pendengar merasa senang dan terhibur. Fungsi pendengaran mengandung arti bahwasanya RRI mampu menyiarkan informasi kepada masyarakat sehingga mereka tahu peristiwaa apa saja yang terjadi di dalam maupun di luar negeri. RRI adalah satu-satunya radio yang menyandang nama negara yang siarannya ditujukan untuk kepentingan bangsa dan negara. Sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang independen, netral dan tidak komersial, RRI berfungsi memberikan pelayanan siaran informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol sosial, serta menjaga citra positif bangsa di dunia internasional.[3] Di samping RRI, pada tahun 1966 muncul radio-radio swasta di Indonesia. Radio swasta pertama di medan mulai ada pada tahun 1968. Pada tahun 1970 radio swasta disahkan oleh pemerintah. Pada tahun 1990 jumlah stasiun radio yang ada di Indonesia meningkat, karena pihak swasta banyak yang mendirikan stasiun radio untuk kepentingan mereka. Di Kabanjahe keberadaan radio swasta dimulai pada tahun 1980, dan radio swasta pertamanya bernama Radio Budaya Karo. Disebut Radio Budaya Karo karena dulu lagu-lagu yang diputar kebanyakan lagu Karo dan tema acaranya pun banyak membicarakan tentang budaya Karo.

Radio Budaya Karo didirikan pada tanggal 3 Mei 1983. Radio Budaya yang bermula dari ide dan keinginan para pemuda di Kabanjahe untuk mendirikan radio siaran dengan peralatan yang masih sangat minim dan sederhana. Pada masa itu, peran media lain sangat terbatas dari jangkauan berbagai lapisan masyarakat, sehingga radio menjadi begitu penting dalam hal penyebaran informasi dan hiburan bagi masyarakat. Sebagai radio swasta pertama di Kabanjahe, radio ini menjadi pilihan karena dalam dalam siarannya Radio Budaya Karo kerap menampilkan lagu-lagu Karo dan sering membahas tentang Kebudayaan Karo, sehingga radio ini memiliki daya tarik tersendiri bagi pendengar setianya dan radio ini dapat mengalahkan RRI.

Pada tahun itu juga, Radio Budaya Karo menjadi PT (Perseroan Terbatas) untuk memenuhi peraturan pemerintah RI, dan 6 tahun kemudian (1983) resmi memperoleh izin siaran dari Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Republik Indonesia dengan Coll sign PM 3 CEH. Kemudian, pada tahun 1997 Radio Budaya Karo berubah nama menjadi Radio Bahana Kusuma (RBK) . Perubahan nama ini dilakukan karena Radio Bahana Kusuma dianggap dapat menjadi wadah bagi kaum muda dalam menggunakan waktunya secara maksimal dan positif dalam suasana yang santai, menghibur, mendidik / edukatif, serta ikut mencerdaskan generasi muda bangsa dalam keadaan santai dan menghibur, juga menyebarluaskan informasi ke khalayak pendengar Setelah perubahan nama ini, maka Gelombang Amplitudo Mudulation (AM) yang digunakan selama ini yang lebih mementingkan jangkauanya siaran, diubah ke Frekuensi Modulation (FM) , yaitu 99,5 FM. Gelombang FM lebih jernih dan jangkauan siarannya lebih luas.[4]

Gelombang radio

 
Frekuensi gelombang radio untuk pengiriman suara
 
Gelombang radio bisa ditransmisikan melalui metode AM dan FM.

Gelombang radio adalah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, dan terbentuk ketika objek bermuatan listrik dari gelombang osilator (gelombang pembawa) dimodulasi dengan gelombang audio (ditumpangkan frekuensinya) pada frekuensi yang terdapat dalam frekuensi gelombang radio (RF; "radio frequency")) pada suatu spektrum elektromagnetik, dan radiasi elektromagnetiknya bergerak dengan cara osilasi elektrik maupun magnetik.

Gelombang elektromagnetik lain yang memiliki frekuensi di atas gelombang radio meliputi sinar gamma, sinar-X, inframerah, ultraviolet, dan cahaya terlihat.

Ketika gelombang radio dikirim melalui kabel kemudian dipancarkan oleh antena, osilasi dari medan listrik, dan magnetik tersebut dinyatakan dalam bentuk arus bolak-balik dan voltase di dalam kabel. Dari pancaran gelombang radio ini kemudian dapat diubah oleh radio penerima (pesawat radio) menjadi signal audio atau lainnya yang membawa siaran, dan informasi.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran menyebutkan bahwa frekuensi radio merupakan gelombang elektromagnetik yang diperuntukkan bagi penyiaran, dan merambat di udara serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik, dan sumber daya alam terbatas. Seperti spektrum elektromagnetik yang lain, gelombang radio merambat dengan kecepatan 300.000 kilometer per detik. Perlu diperhatikan bahwa gelombang radio berbeda dengan gelombang audio.

Gelombang radio merambat pada frekuensi 100,000 Hz sampai 100,000,000,000 Hz, sementara gelombang audio merambat pada frekuensi 20 Hz sampai 20,000 Hz. Pada siaran radio, gelombang audio tidak ditransmisikan langsung melainkan ditumpangkan pada gelombang radio yang akan merambat melalui ruang angkasa. Ada dua metode transmisi gelombang audio, yaitu melalui modulasi amplitudo (AM) dan modulasi frekuensi (FM).

Meskipun kata 'radio' digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan alat penerima gelombang suara, namun transmisi gelombangnya dipakai sebagai dasar gelombang pada televisi, radio, radar, dan telepon genggam pada umumnya.

Penemuan Gelombang Radio

Dasar teori dari perambatan gelombang elektromagnetik pertama kali dijelaskan pada 1873 oleh James Clerk Maxwell dalam papernya di Royal Society mengenai teori dinamika medan elektromagnetik (bahasa Inggris: A dynamical theory of the electromagnetic field), berdasarkan hasil kerja penelitiannya antara 1861 dan 1865.

Pada 1878 David E. Hughes adalah orang pertama yang mengirimkan, dan menerima gelombang radio ketika dia menemukan bahwa keseimbangan induksinya menyebabkan gangguan ke telepon buatannya. Dia mendemonstrasikan penemuannya kepada Royal Society pada 1880 tetapi hanya dibilang itu cuma merupakan induksi.

Adalah Heinrich Rudolf Hertz yang, antara 1886 dan 1888, pertama kali membuktikan teori Maxwell melalui eksperimen, memperagakan bahwa radiasi radio memiliki seluruh properti gelombang (sekarang disebut gelombang Hertzian), dan menemukan bahwa persamaan elektromagnetik dapat diformulasikan ke persamaan turunan partial disebut persamaan gelombang.

Penggunaan radio

 
Sebuah radio merek Bush lama
 
Miniature FM radio module.

Banyak penggunaan awal radio adalah maritim, untuk mengirimkan pesan telegraf menggunakan kode Morse antara kapal, dan darat. Salah satu pengguna awal termasuk Angkatan Laut Jepang memata-matai armada Rusia pada saat Perang Tsushima di 1901. Salah satu penggunaan yang paling dikenang adalah pada saat tenggelamnya RMS Titanic pada 1912, termasuk komunikasi antara operator di kapal yang tenggelam, dan kapal terdekat, dan komunikasi ke stasiun darat mendaftar yang terselamatkan.

Radio digunakan untuk menyalurkan perintah, dan komunikasi antara Angkatan Darat, dan Angkatan Laut di kedua pihak pada Perang Dunia II; Jerman menggunakan komunikasi radio untuk pesan diplomatik ketika kabel bawah lautnya dipotong oleh Britania. Amerika Serikat menyampaikan Empat belas Pokok Presiden Woodrow Wilson kepada Jerman melalui radio ketika perang.

Siaran mulai dapat dilakukan pada 1920-an, dengan populernya pesawat radio, terutama di Eropa, dan Amerika Serikat. Selain siaran, siaran titik-ke-titik, termasuk telepon, dan siaran ulang program radio, menjadi populer pada 1920-an dan 1930-an.

Penggunaan radio dalam masa sebelum perang adalah untuk pengembangan pendeteksian dan pelokasian pesawat/kapal dengan penggunaan radar.

Sekarang ini, radio banyak bentuknya, termasuk jaringan tanpa kabel, komunikasi bergerak di segala jenis, dan juga penyiaran radio. Baca sejarah radio untuk informasi lebih lanjut.

Sebelum televisi terkenal, siaran radio komersial termasuk drama, komedi, beragam show, dan banyak hiburan lainnya; tidak hanya berita, dan musik saja. Lihat pemrograman radio.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h Sawyer, Stacey C. & Williams, Brian K. (2001). Using Information Technology, New York: McGraw-Hill Company
  2. ^ Ardianto Elvinaro, Komunikasi Massa, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 1986, hal. 117-119
  3. ^ Ardianto Elvinaro, Komunikasi Massa, kkjikj Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 1986, hal. 104-144
  4. ^ Herley Prayuda, Radio Suatu Pengantar Untuk Wacana dan Praktik Penyiaran, Jakarta: Bayu Media, 2000, hal. 23-25

Pranala luar

Radio di Indonesia

Radio pada awal kemerdekaan

Perkembangan radio di Indonesia mengalami proses yang sangat panjang, yaitu dari zaman kekuasaan Hindia Belanda, zaman pendudukan Jepang, dan berikutnya zaman Indonesia Merdeka. Kemajuan di bidang teknologi amat mempercepat penyebaran informasi. Pada masa ini radio juga telah masuk ke Indonesia., dan siarannya dapat diterima sampai ke desa-desa[1]. Baik radio pemerintah seperti RRI maupun radio-radio non pemerintah.Pada zaman kekuasaan Hindia Belanda, radio mulai berkembang di Indonesia. Radio yang pertama muncul di Indonesia yaitu Bataviasche Radio Vereeniging (BRV) di Jakarta (batavia). 16 januari 1925 Bataviasche Radio Vereeniging (BRV) melakukan siaran radio amatir pertama di Hindia Belanda. Sejak BRV berdiri, muncul radio siaran lainnya seperti Nederlandsch Indishce Radio Omroep Mij (NIROM) di Jakarta, Bandung, dan Medan. Di Surakarta berdiri Solossche Radio Vereeniging (SRV) dan di Yogyakarta berdiri radio Mataramse Vereeniging voor Omroep (MAVRO). SRV dapat dipandang sebagai pelopor munculnya radio siaran yang diusahakan oleh bangsa Indonesia. SRV didirikan oleh Mangkunegara VII dan Sarsito Mangunkusumo pada tanggal 1 April 1933. Kemudian pada tanggal 29 Maret 1937, atas usaha M. Sutarjo Kartohadikusumo dan Sarsito Mangunkusumo berdirilah Perserikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) di Bandung. Tujuan PPRK adalah berupaya memajukan kesenian dan kebudayaan nasional guna kemajuan rohani dan jasmani masyarakat Indonesia.

Sedangkan pada zaman pendudukan Jepang, perkembangan radio mengalami kemunduran. Pemerintah pendudukan Jepang mengatur penyelenggaraan radio siaran secara ketat. Penyelenggaraan radio siaran diatur oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, dan merupakan radio siaran yang berkedudukan di Jakarta. Cabang-cabangnya dinamakan Hoso Kyoku, terdapat di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.

Pada waktu itu semua siaran radio diarahkan untuk kepentingan militer Jepang. Akan tetapi, selama pendudukan Jepang kebudayaan dan kesenian mengalami kemajuan yang sangat pesat. Rakyat mendapat kesempatan yang sangat banyak untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian. Kesempatan ini menyebabkan pula munculnya seniman-seniman pencipta lagu-lagu Indonesia baru.

Pada masa, Indonesia merdeka, perkembangan radio mengalami perkembangan kemajuan yang sangat pesat. Orang-orang yang berkecimpung di bidang radio menganggap penting untuk mengorganisasikan radio siaran. Pada tanggal 10 September 1945 para pemimpin radio dari seluruh Jawa berkumpul di Jakarta untuk membicarakan masalah tersebut. Pada tanggal 11 September 1945, para pemimpin radio sepakat untuk mendirikan radio siaran yang bernama Radio Republik Indonesia (RRI). Ketika didirikan, RRI memiliki 8 stasiun radio siaran yang terdapat di delapan kota di Jawa (bekas Hoso Kyoku).

Radio pasca-Orde Baru

Angin reformasi yang bertiup di Istana negara Jakarta telah menjatuhkan kekuasaan rezim otoriter Orde Baru. Soeharto mundur tanggal 21 mei 1998 dari sii angin itu berembus kencang hingga kantor menteri penerangan, Tempat media penyiaran di kendalikan, Dalam tempo tidak lebih dari enam bulan keluar SK mempen No 134/1998 yang menghapus semua aturan ketat materi siaran radio.pada tahun 1999 Departemen penerangan dilikuidasi oleh presiden Abdurrahman Wahid dengan alasan penerangan adalah urusan masyarakat. Likuidasi ini motomatis mencabut semua kewenangan yang dimiliki lembaga itu dalam UU No 24/1997 tentang penyiaran. Sejak itu dimulailah masa-masa kebebesan tanpa regulasi dalam dunia penyiaran hingga disahkan UU No. 32/2002 tentang penyiaran. Pada masa tersebut jumlah stasiun radio terutama radio komersial meningkat tajam, setajam materi informasi yang disajikannya. Radio memsuki masa keemasan sebagai "media berorientasi pasar".Reformasi radio artinya perubahan secara mendasar struktur kepemilikan, visi, misi, orientasi, dan format siaran radio dalam tiga aras:

  1. pelepasan kendali sosial ekonomi dan politik radio dari kewenangan penuh pemerintah kepada pihak swasta, kepada mekanisme pasar atau kontrol internal media penyiaran.
  2. pengakuan dan penyediaan akses yang lebih terbuka kepada publik sebagai pemilik frekuensi untuk menjadi pendengar, partisipan interaktif, hingga pemilik radio siaran.
  3. mendorong pertumbuhan gerakan untuk menjadikan radio sebagai medium pemberdayaan sosial melalui pendirian radio-radio alternatif diluar radio komersial dan RRI, dengan program siaran yang lebih berkarakter, kritis, dan edukatif.

ketiganya memiliki karakteristik tersendiri dan berkekuatan hukum setara.

sejak akhir 1998, siaran radio di Indonesia mengalami "modernisasi" dan penguatan peran sosial politik yang amat signifikan. Sebagaimana internet, koran, majalah, dan televisi, radio adalah medium komunikasi massa yang dapat digunakan setiap orang untuk tujuan tertentu. Di Indonesia ada tiga tujuan dominan pendirian radio:

  1. pelayanan kebutuhan pendengar pendirian diawali dengan penelitian khalayak untuk mengetahui bagaimana kebutuhan pendengar terhadap media radio baik isi siaran, waktu siar, maupun kemasan acaranya
  2. aktualisasi kepentingan pengelola. Setiap orang yang berkiprah dibidang keradioan pasti memilii motivasi pribadi misalnya: ingin populer, memperluas relasi, atau ingin memperkuat eksistensi dirinya dalam kancah pergulatan politik. Tidak ada yang salah dari motivasi itu, tetapi apabila terlalu dominan maka yang terjadi adalah personifikasi seluruh program siaran radio.
  3. perolehan pendapatan ekonomi, inilah tujuan paling populer, radio telah menjadi objek mencari keuntungan dan lapangan kerja yang mengharuskan pemilik mengelokasikan keuntungannya untuk gaji karyawan. Radio merupakan pusat interaksi antara pengiklan dan pengelola, pengiklan berkepentingan agar produk-produk komersialnya ditebar ke khalayak serta mencari keuntungan dari pembelian produk-produk tersebut setelah disiarkan di radio. sementara itu pengelola radio membutuhkan keuangan dari iklan agar mampu untuk terus berkembang dan meningkatkan kualitas acara serta SDM-nya.

Ketiga tujuan itu dapat berpadu dalam sebuah pendirian radio, meskipun tujuan terakhir umumnya lebih dominan. Maraknya pendirian radio nonkomersial bertumpu pada pada tujuan pertama, yaiyu kebutuhan pendengar medium aktualisasi dan interaksi sosial di antara mereka. Tujuan hakiki pendirian radio sebetulnya adalah pelayanan kebutuhan pendengar. Hanya saja, seringkali yang lebih tampak menonjol adalah sisi komersialnya. Pengusaha yang cerdik menangkap peluang dengan memperkuat basis bisnisnya melalui pendirian radio.

Dampak negatif komersialisasi radio membuat semua siaran cenderung selalu diposisikan sebagai komoditi, pertama, seluruh acara siaran dikelola menurut prinsip mencari keuntungan dengan standartertentu sehingga menegasi program yang secara kreatif melayani kebutuhan publik, namun dalam jangka pendek belum memberikan keuntungan ekonomi.[2]

Radio sebagai industri yang pada modal menempatkan diri dalam posisi sebagai industry yang bersaing untuk memperoleh keuntungan demi kelangsungan hidupnya. Pendengar adalah komoditas (commodified audience) yang ditawarkan kepada pengiklan, rating acara yang tinggi identic dengan keuntungan ekonomi, meskipun acaranya belum tentu informatif dan edukatif. Wajah komersial yang tampak dominan pada pengelolaan radio siaran sejak reformasi 1998 hingga sepuluh tahun kedepan akan selalu menempatkan informasi dan mata acara siaran publik sebagai instrument pelengkap saja dari program siaran.

Menurut R. franklin smith, ada lima kriteria stasiun penyiran radio yang modern:

1. siaran radio ditransmisikan dengan teknologi tanpa kabel

2. interaksi siaran radio berlangsung melalui komonikasi telepon

3. program radio ditujukan untuk public

4. program radio berlangsung secara konsisten dan bersinambungan

5. radio memeiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga indenpenden atas nama public

Di Amerika Serikat diwakili oleh federal communication commission (PCC) dan di Indonesi diwakili oleh komisi penyiaran Indonesia (KPI). Lima kriteria ini akan terus berubah seiring perkembangan teknologi radio. Periode antara tahun 1930 sampai 1948 disebut masa kemasan radio sebagai medium sumber utama berita dan hiburan di Amerika Serikat sampai televisi hadir menggantikannya. Di Indonesia masa keemasan itu sempat terjadi antara tahun 1998-2000, namun kini radio siaran memasuki masa kembali.

Kompetisi antar stasiun terjadi dalam dua lingkup, yaitu internal, dan eksternal. Lingkup internal meliputi kualitas produksi on air, system rotasi rekaman atau seleksi musik, ruang komersial, dan promosi melalui on air. Sedangkan lingkup eksternal meliputi koleksi baru music, liputan aktual peristiwa, dan pasar tenaga kerja. Bittner menyarankan bahwa idealnya sebuah radio harus selalu bersifat lokal dan melayani setiap komonitasnya dengan program-program khusus. Radio adalah media lokal lebih utama lagi radio adalah media sosial.

Periode antara 1998 hingga 2005 adalah masa transisi radio siaran dengan dipandu oleh Sregulasi yang lebih baik melalui UU penyiaran No. 32/ 2002, bergeser dari kemurnian sebagai institusi komersial menjadi institusi komersial yang hadir pada saat bersamaan sebagai institusi sosial. Menjadi SDM di radio siaran dalam situasi yang masih transisional semacam ini sungguh membutuhkan sikap konsisten dan tegas dalam menentukan orientasi keterlibatan sejak awal.

Manajemen radio dalam bentuk yang “kontemporer” masih baru di Indonesia. Kontemporer maksudnya adalah secara teknologi mengadopsi model jaringan (networking) dan ranah digital, radio bebas digunakan untuk pemberdayaan masyarakat, tanpa control dan kendali penguasa. Keberadaan radio kontemporer mulai terasa pasca reformasi 1998. Tujuan penyiaran program di radio siaran secara tradisonal adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat (to inform), memberikan pendidikan (to educate), memberikan hiburan (to entertain), memberi dorongan perubahan diri (provide self change), dan memberikan sensasi (giving sensation).

Menurut UU No. 32/2002 tentang penyiaran, ada tiga bentuk radio yang boleh beroperasi di Indonesia:

1. Radio siaran publik, yaitu RRI

2. Radio siran komersial

3. Radio siaran komunitas

Beda di antara ketiganya radio komunitas dibedakan dengan radio public karena radio komunitas melayani komunitas yang secara geografis melingkupi seluruh nasional, kepemilikan dana dan pengelola radio komunitas dilakukan sendiri, sedangkan radio publik memperoleh dukungan formal dari Negara dalam bentuk anggaran rutin. Radio komunitas dibedakan dengan radio komersial karena (1) segenap olah siar radio komunitas tidak untuk mencari keuntungan komersial sebagaimana radio komersial; (2) rado komunitas muncul dari komunitas karena kebutuhan setempat, sedangkan radio komersial dapat didirikan oleh individu yang mampu secara finansial sebagai bentuk usaha yang sah.

Konsep radio public baru ada di UU No. 32/2002. Sebelumnya radio public dikenal dengan konsep radio pemerintah RRI merupakan radio public tertua di Indonesia. Radio komersial hadir lebih awal di Indonesia dibandingkan dengan radio komunitas.

Di Indonesia, untuk tujuan politik RRI menjadi pelopor radio berjaringan nasional. Disusul pada tahun 1990-an oleh radio Trijaya, Sonora, CPP Radionet, SMART, dan Elshinta.

  1. ^ Fajria Novari Manan dkk, pola Penggunaan Waktu Dalam Kehidupan Pelajar di Jawa Timur, Yogyakarta, Direktorat Jenderal, 2009
  2. ^ masduki, Menjadi Broadcaster Profesional, pustaka populer lkis, yogyakarta 2004.