Tari Soya-Soya

Tarian dari Maluku Utara, Indonesia
Revisi sejak 3 Maret 2019 09.17 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Tari Soya-soya adalah salah satu tari tradisi masyarakat Maluku Utara yang dipercaya telah ada pada masa Kesultanan Ternate dipimpin oleh Sultan Baabullah (1570 - 1583). Tarian ini termasuk dalam kategori tarian perang yang pada awal terciptanya ditarikan oleh 18 orang atau lebih. Gerakan tari ini sangat lincah dan dinamis, beberapa gerakannya seperti kuda-kuda menyerang, menghindar dan menangkis. Pada 2013, Tarian ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional dengan nomor registrasi 201300066, domain seni pertunjukan dari Provinsi Maluku Utara. [1]

Agar memperkaya pengetahuan terkait tarian ini. Tulisan ini akan membahas segala informasi tentang Tari Soya-soya dari latar belakang terciptanya, nilai yang terkandung, unsur tari, tokoh yang aktif melestarikan dan mengembangkan tarian ini serta kabar terbaru kapan saja tarian ini ditarikan dalam acara-acara besar. Semoga dapat menambah khazanah pengetahuan dan memudahkan akses pembaca untuk mengetahui lebih dalam tentang tarian ini.

Latar Belakang Terciptanya

Kedatangan Bangsa Barat ke Nusantara pada abad ke-16 dengan motif 3G (Gold, Glory, Gospel) membuat tatanan baru bagi dinamika politik dan perekonomian di Nusantara saat itu. Setelah menguasai Malaka pada 1512, Portugis melakukan ekspedisi kembali ke daerah Timur hingga sampai ke tempat penghasil rempah-rempah, Kepulauan Maluku. Saat kedatangan Portugis di Kepulauan Maluku, sedang terjadi ketegangan antara penguasa lokal yang sedang berebut hegemoni ialah Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore.

Portugis ditawari bekerjasama oleh kedua kesultanan tersebut. Namun, Portugis memilih bekerja sama dengan Kesultanan Ternate untuk menghadapi Kesultanan Tidore. Dalam kerjasama tersebut, Kesultanan Ternate mendapatkan bantuan persenjataan dalam menghadapi lawannya. Sedangkan, Portugis mendapatkan hak monopoli perdagangan rempah dan dipersilahkan membangun pos di wilayah Ternate.[2]

Perselisihan tersebut tambah sengit dengan masuknya Spanyol yang bekerjasama dengan Kesultanan Tidore. Perselisihan kedua bangsa Barat ini harus diselesaikan oleh Paus dengan perjanjian Zaragoza yang ditandatangani pada 22 April 1952. Dari hasil perjanjian tersebut, Portugis berhak atas wilayah Kepulauan Maluku. Sedangkan, Spanyol harus kembali ke Wilayah yang sekarang Filipina.

Bercokolnya Portugis di Kesultanan Ternate semakin lama semakin mengusik kehidupan dalam keraton Ternate. Beberapa sultan dan pangeran Ternate yang dianggap dapat membahayakan perdagangan rempah Portugis disingkirkan dengan cara dibunuh atau diasingkan. Beberapa di antaranya adalah Pangeran Taruwase yang dibunuh, Sultan Abu Hayat II yang diasingkan ke Malaka, Sultan Tabarij yang diasingkan ke India dan Sultan Khairun yang juga dibunuh.

Setelah Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis dengan keji, Sultan Baabullah, anak Sultan Khairun, mengobarkan perang Soya-soya (pembalasan) terhadap Portugis pada 1565. Perang yang dikobarkan Sultan Khairun sangat total. Ia bekerjasama dengan kesultanan lainnya di Indonesia seperti di Makassar, Jawa hingga Sumatera. Kekuatan tempurnya mencapai 2.000 perahu perang dan 120.000 prajurit. Setiap pos dan benteng Portugis direbut satu-persatu hingga terjadi pengepungan Benteng Sao Paulo selama lima tahun.

Portugis yang sudah tidak berdaya, diberikan kesempatan untuk keluar dari wilayah Kesultanan Ternate. Bagi orang Portugis yang telah menikahi gadis setempat, diizinkan tetap tinggal namun harus mengabdi kepada kesultanan.[3]

Informasi Seputar Tari Soya-Soya

Tari Soya-soya juga menjadi salah satu tarian yang ditampilkan pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-71 di Istana Negara. Dalam kesempatan itu, ditarikan tari "Sadadu On The Sea" yang mengkombinasikan empat tarian dari Maluku (Tari Soya-soya, Tari Cakalele, Tari Sara Dabi-dabi, dan Tari Legu Salai). Para penarinya terdiri dari 100 pemuda-pemudi terpilih dari Kabupaten Halmahera Barat. [4]

 
Darryl Sanggelorang menarikan tari Soya-soya.

Salah satu pemuda yang aktif dalam melestarikan tari Soya-soya adalah Darryl Simeon Sanggelorang. Usianya masih 16 tahun, namun Ia telah melatih teman-temannya menarikan tari-tari tradisional Maluku Utara. Pengalaman pentasnya juga sudah melalang buana. Ia menjadi salah satu penari "Sasadu on The Sea" dalam Acara Festival Teluk Jailolo dari 2016 hingga 2018; Peserta Pentas Budaya HUT ke-246 Kota Gianyar, Bali pada 2017; berpartisipasi pada "Sadadu On The Sea" pada perayaan HUT Republik Indonesia ke-71 di Istana Negara. Atas kiprahnya, Ia mendapatkan penghargaan Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi Kategori Anak dan Remaja pada 2018 dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.[5]

Referensi

  1. ^ "Tari Soya-Soya". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2018. Diakses tanggal 19 Februari 2019. 
  2. ^ Raditya, Iswara N (8 November 2017). "Keruwetan Perang Ternate-Portugis vs Tidore-Spanyol". Tirto. Tirto.id. Diakses tanggal 2 Maret 2019. 
  3. ^ Raditya, Iswara N (10 Februari 2017). "Sultan Baabullah Sang Penakluk". Tirto. Tirto.id. Diakses tanggal 2 Maret 2018. 
  4. ^ ""Sambut HUT RI Ke-73, Tarian SOS Asal Halbar Tampil Di Istana". Suaramu. 16 Agustus 2018. Diakses tanggal 19 Februari 2019. 
  5. ^ Rukmana, dkk, Aan (2018). Profil Penerima Anugerah Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi 2018. DKI Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. hlm. 175 – 178.