Gambang Semarang

Revisi sejak 4 Maret 2019 09.55 oleh Aufarkah (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Gambang Semarang digagas seorang anggota volksraad yang memiliki kegemaran musik keroncong, dan sekaligus anggota organisasi kesenian “Krido Handoyo”. Gagasan ters...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Gambang Semarang digagas seorang anggota volksraad yang memiliki kegemaran musik keroncong, dan sekaligus anggota organisasi kesenian “Krido Handoyo”. Gagasan tersebut disampaikan kepada Burgermeester (walikota), dan langsung mendapatkan tanggapan baik dari walikota. Dengan biaya dari walikota, seorang anggota volksraad membeli peralatan gambang kromong di Jakarta, dan selanjutnya dipakai sebagai alat musik gambang Semarang. Kegiatan itu disebut dengan gambang Semarang Periode Pertama. Kegiatan gambang Semarang periode pertama didukung oleh beberapa pemain kelompok gambang kromong “Kedaung” – seperti Pak Jayadi, Mpok Neny dan Mpok Royom – untuk melatih pemain baru yang tadinya pemain keroncong “Irama Indonesia”. Pada tahun 1942, saat gambang Semarang pentas di Magelang, terjadilah perang antara rakyat dengan tentara Jepang. Maka pentas segera bubar, karena Mpok Neny dan Mpok Royom menghilang. Kemudian pemain lain yang masih ada berjalan kaki pulang menuju Semarang. Akibatnya kegiatan gambang Semarang berhenti untuk sementara waktu. Baru pada tahun 1949, muncul nama Cik Boen dari perkumpulan keroncong “Irama Indonesia” yang kembali mengaktifkan gambang Semarang, dengan menambah unsur pop, keroncong melayu dan mandarin sehingga lebih disukai. Kekhasan tari gambang Semarang terletak pada gerakan pinggul dan telapak kaki para penari yang berjungkit mengikuti sesuai irama lagu. Jenis alat musik pada kesenian gambang Semarang seperti bonang, gambang, gong suwuk, kempul, peking, saron, kendang dan ketipung