Berahoi merupakan tradisi berpantun ketika panen pada Melayu Langkat di Sumatera Utara yang merupakan masyarakat agraris. Tradisi ini dilakukan pada saat mengirik padi atau melepaskan padi dari tangkainya. Sambil mengirik peserta ada yang berpantun, lalu yang lainnya menyahut pantun tersebut dengan kata “ahoi-ahoi”. [1]

Peserta yang terlibat adalah pemuda-pemudi (biasanya diikuti 40 orang) yang tinggal satu kampung atau bertetangga dengan pemilik sawah. Pekerjaan ini dilakukan dengan gembira, secara sukarela atau tanpa meminta bayaran sepeser pun. Si pemilik sawah cukup menyediakan minuman dan makanan, biasanya berupa nasi dan lemang, sekedar untuk pengganti lelah bagi mereka yang terlibat dalam prosesi tersebut.

Selain agar melepas padi dari tangkai cepat selesai, tradisi berahoi dilaksanakan dengan tujuan untuk mempererat pergaulan antar muda-mudi. Bahkan bukan tidak mungkin diharapkan diantara mereka ada yang saling jatuh cinta sehingga berlanjut ke jenjang pernikahan.

Tradisi Berahoi dilakukan pada malam hari. Ada pembagian tugas, Laki-laki bertugas mengangkat padi dari tumpukan ke anjaian lalu mengiriknya sambil berpantun. Sedangkan yang wanita bertugas mengangkat padi dari bawah anjaian ke tempat lain.

Referensi

  1. ^ Simanjuntak, B.A (1979/1980). Sistim Gotong Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Sumatera Utara. Jakarta: DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. hlm. 91.