Walima
Walima adalah upacara perayaan yang dilakukan oleh masyarakat di Gorontalo yang dilakukan pada hari Maulid Nabi Muhammad SAW, yaitu tanggal 12 Rabiul Awal. Perayaan ini dilakukan dengan membuat kue walima yaitu kolombengi dan kue tradisional khas Gorontalo lainnya dalam jumlah banyak yang kemudian disusun membentuk bangunan seperti rumah atau masjid, untuk kemudian diarak keliling kota. Setelah diarak, kue walima tadi dibagikan kepada warga. Perayaan ini adalah sebagai bentuk syukur atas kelahiran Nabi Muhammad sebagai Penutup Para Nabi.
Sejarah
Walima merupakan salah satu tradisi tua pada masa kerajaan-kerajaan Islam ada di Indonesia, yang telah dilaksanakan turun-temurun antar generasi. Tradisi walima ini diperkirakan mulai ada sejak Gorontalo mengenal Islam, yaitu pada abad ke-17. Biasanya dua atau satu hari bahkan di hari-H acara yaitu tepat tanggal 12 Rabiul Awal, masjid-masjid yang ada di Gorontalo tanpa adanya perintah segera melaksanakan tradisi ini. Masyarakat tiap wilayah di Gorontalo menyiapkan kue-kue tradisional seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi. Jadi diperkirakan sejak tahun 1673, saat kerajaan Gorontalo menetapkan semboyan "adat bersendikan syara' dan syara' bersendikan kitabullah", sejak itu tradisi walima mulai ramai dilaksanakan oleh masyarakat. Hingga saat ini, tradisi yang sudah lama ini masih terpelihara dengan baik.[1]
Kegiatan
Tradisi walima diawali dengan melantunkan zikir sepanjang malam hingga pagi hari di setiap masjid. Di luar kegiatan di masjid, pada umumnya warga mengawalinya dengan menyiapkan kue-kue tradisional, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi yang disusun sedemikian rupa dan diarak dari rumah menuju masjid terdekat. Kue-kue yang disusun ini sebelumnya dikemas dalam plastik, ditata, dan dihias sedemikian rupa sebelum diarak, baik dengan berjalan kaki bersama atau dengan menggunakan kendaraan seperti mobil, yang mampu menarik perhatian ribuan warga yang memadati tepi jalan. Setiap kali perayaan ini, ratusan warga sudah berkumpul dan menunggu di masjid. Mereka sudah siap untuk berebutan kue walima yang disediakan dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Ratusan warga sudah berkumpul dan menunggu di masjid tempat walima menjadi tujuan akhir. Mereka sudah siap untuk berebutan kue walima yang disediakan dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Sesampainya arak-arakan di masjid, warga masyarakat terlebih dahulu memanjatkan doa maulid atas kegiatan dan rasa syukur atas apa yang telah diberikan. Setelah doa maulid di masjid selesai, ribuan kue-kue tersebut direbut atau dibagi-bagikan kepada warga untuk dibawa pulang ke rumah, karena hal tersebut menurut mereka membawa sebuah keberkahan ketika mendapatkan makanan yang sudah didoakan. Menurut warga setempat, nenek moyang mereka mengatakan bahwa makan walima yang sudah dibawa ke masjid dan didoakan itu di dalamnya sudah terdapat berkah tersendiri, yaitu rezeki dan kesehatan yang akan berlimpah setelah mengkonsumsi kue walima.
Selain walima ada juga yang disebut dengan toyopo, yaitu anyaman daun kelapa muda yang diisi nasi kuning, kue, dan telur rebus, yang juga menjadi sajian wajib dalam tradisi ini. Warga secara sukarela membuat kue dan toyopo untuk diantar ke masjid. Bedanya dengan walima, toyopo hanya diberikan kepada warga yang ikut serta berzikir di masjid sementara kue walima dapat dibagi-bagikan kepada siapa saja.
Referensi
- ^ Harian Gorontalo: Lensa Tradisi Walima di Perayaan Maulid Nabi di Gorontalo. 16 Desember 2016. Diakses 12 Maret 2019.