Pangsi
Pangsi adalah salah satu pakaian adat dari Indonesia. Pangsi merupakan setelan pakaian berupa baju kemeja polos yang agak longgar serta celana yang juga longgar dan panjangnya tidak melebihi mata kaki. Pakaian ini umumnya dipakai oleh laki-laki dan merupakan pakaian khas dari beberapa suku di Indonesia, terutama Betawi dan Sunda. Dalam kultur Betawi, pangsi digunakan oleh jawara atau pemuka masyarakat, sementara dalam kultur Sunda pangsi merupakan pakaian bagi laki-laki yang termasuk ke dalam kelompok atau golongan rakyat biasa. Adapun suku bangsa lain di Indonesia yang juga menggunakan pangsi adalah Suku Melayu. Pangsi pada awalnya hanya merujuk kepada celana longgar, sehingga sering disebut celana pangsi. Seiring berjalannya waktu pangsi merujuk terhadap setiap setelan pakaian yang memakai celana pangsi sebagai bawahan, sehingga baju yang dipakai pun ikut disebut sebagai baju pangsi meskipun baju tersebut memiliki nama sendiri.[1]
Jenis
Beberapa suku di Indonesia menunjukkan jati dirinya salah satunya dari pakaian pangsi yang merupakan pakaian identik dari daerah mereka seperti Betawi dan Sunda, karena dari zaman dahulu sampai saat sekarang ini mereka masih mempertahankan penggunaan pangsi ini, padahal jika di lihat secara mendetail akan terdapat perbedaan baju pangsi dari setiap daerah. Berikut merupakan pangsi yang menjadi ciri khas dari dua suku besar di Indonesia yaitu Sunda dan Betawi.
Pangsi Sunda
Di kalangan masyarakat Sunda, Pangsi adalah salah satu pakaian khas adat Sunda warisan nenek moyang yang eksistansinya perlu dilestarikan. Pangsi bukan sekedar pakaian penutup tubuh untuk melindungi badan secara fisik dari kondisi cuaca dan lingkungan sekitar, namun pangsi memiliki filosofi khusus yang terkait dengan kehidupan masyarakat tempo dulu di ranah Sunda. Banyak orang berpendapat bahwa filosofi pangsi Sunda hanya sekedar perkiraan semata, namun dapat dilihat kenyataannya hingga sekarang. Terlepas dari kontroversi masalah tersebut makna yang terkandung tidak bertentangan dengan adat, budaya, dan agama di Indonesia sehingga bisa dijadikan falsafah dan tuntunan hidup di masyarakat.
Menurut beberapa masyarakat, pangsi adalah singkatan dari "Pangeusi Numpang ka Sisi" yang artinya pakaian penutup badan yang dipakai dengan cara dibelitkan seperti memakai sarung. Pangsi terdiri dari tiga susunan yakni nangtung, tangtung, samping. Banyak orang yang menyebut baju koko atau komprang dengan istilah pangsi karena warnanya hitam padahal sebenarnya desainnya sangat berbeda. Berdasarkan fungsinya, pangsi terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas (baju) yang disebut dengan "salontreng" dan bagian kedua adalah bagian bawah (celana) disebut dengan "pangsi". Namun seringkali banyak yang menyebut pangsi untuk keduanya yakni baju dan celana. Jadi hingga kini istilah pangsi sering diidentikan dengan dengan baju dan celana warna hitam-hitam, padahal jika dilihat dari bentuk dan susunan jahitannya sangat berbeda.[2]
Pangsi Betawi
Berbeda dengan pangsi Sunda, pangsi Betawi ini modelnya adalah baju tanpa kancing dengan jahitan polos, walaupun pada saat ini sudah banyak di buat pangsi betawi yang menggunakan kancing. Warna pangsi Betawi tidak melulu hitam seperti pangsi Sunda, beberapa warna pangsi yang sering dipakai oleh masyarakat Betawi antara lain hitam, merah, dan putih.
Adapun filosofi warna dari pangsi itu menggambarkan siapa yang menggunakan atau kedudukan sang pemakai di dalam masyarakat seperti misalnya pangsi warna krem atau putih, dipakai oleh yang jago silat yang juga pemuka agama. Biasanya pesilat yang mengenakan pangsi putih, dulu belajar mengaji kepada engkong haji. Sedangkan warna hitam biasa dipakai para centeng, tapi ada juga yang dipakai oleh kyai. Sementara, pangsi warna merah biasanya diartikan orang yang tinggi ilmu silatnya dan juga agamanya.[3]
Referensi
- ^ Ayo Bandung: Pangsi Sebagai Simbol Sunda yang Dikenal Setengah-setengah. 16 April 2017. Diakses 15 Maret 2019.
- ^ Galeri Iket: Filosofi Pangsi Sunda. Diakses 15 Maret 2019.
- ^ Majalah Betawi: Pangsi Betawi, Sederhana dan Simbol Akhlak Mulia. 9 Juni 2015. Diakses 15 Maret 2019.