Arsitektur Rote
{{sedang ditulis}}
Suku Rote adalah masyarakar penghuni kabupaten Rote Ndao yang baru dimekarkan dari Kabupaten Kupang pada tahun 2002. Arsitektur tradisional suku Rote selalu berhubungan dengan iklim, manfaat dan bahan bangunan yang digunakaan. Arsitektur mempunyai ruang-ruang sesuai dengan berbagai macam kegiatan serta fungsinya. Arsitek adalah simbol budaya suatu daerah termasuk aritektur tradisional suku Rote[1].
Luas dan Letak Geografis
Kabupaten Rote mempunyai luas wilayah 1.280,10 km 2 yang terdiri dari 107 pulau, tetapi hanya 8 pulau yang berpenghuni, yaitu pulau Rote, Usu, Nuse, Ndao, Landu, dan pulau Do’o, sedangkan 99 pulau lainnya tidak berpenghuni [2]. Kepulaan ini terletak di 10° - 110 LS dan 1210 - 1230 BT, merupakan kepulau yang paling selatan dan dengan iklim tropis serta angin musom yang kering. Sehingga alam kepulauan Rote gersang serta banyak ditumbuhi pohon-pohon lontar namun sangat bermanfaat bagi penduduk[2].
Batas-batas wilawah kabupaten Rote Ndao;
Utara : Laut Sawu
Selatan : Samudera Hindia
Timur : Laut Timor
Barat : Laut Sawu dan Samudera Hindia[2]
Bentuk
Bentuk arsitektur tradisional suku Rote hampir sama dengan arsitektur Atambua dan Sabu, karena suku Rote dan Sabu berdasarkan asal-usul suku berasal dari Atambua. Keadaan alam, dan bahan bangunan yang digunakan juga sangat mempengaruhi bentuk arsitekur tradisional suku Rote. Rumah tradisional suku Rote Ndao berbentuk persegi panjang dan berbentuk atap limas dengan kemiringan lebih dari 300 [2].
Rumah tradisional atau rumah adat pada awalnya tidak mempunyai daun pintu dan jendela. Dan generasi muda dengan arsitek lokal menambahkan daun pintu dan jendela. Arsitektur rumah raja terdiri dari tiga lantai, yaitu lanta 1 atau lantai dasar sebagai tempat penyimpanan kembang gula dan padi, lantai 2 sebagai tempat tidur dan pertemuan raja, lantai 3 sebagai tempat penyimpanan hasil bumi seperti rempah-rempah [3].
Struktur
Penduduk pulau Rote membangun rumah tradisional berbentuk pelana dengan kemiringan di atas 300. Hal itu berhubungan dengan bahan penutup atap yang digunakan, yaitu rumput alang-alang, daun nyiur, dan daun lontar. Pondasi rumah menggunakan konstruksi tiang kayu yang dipancang ke dalam tanah. Dinding rumah tradisional, pelepah lontar atau gebang dipersatukan dengan belahan bambu lalu diikatkan pada balok pohon lontar atau kayu. Masyarakat sekitar menyebutnya kayu bebak, papan kayu, papan batang kelapa atau papan batang pohon lontar, tapi pada umumnya menggunakan masyarakat sekitar pelepah sedangkan lantai rumah masih tanah alami tanpa di lapisan apapun [4].
Konstruksi
Rumah adat Rote di daerah asal menggunakan format rumah panggung, tetapi konstruksi itu sudah tidak dapat diketemukan di Kota Kupang dan sekitarnya. Di sana masih ada rumah tradisional Rote yang sudah dimodifikasi dan tidak menggunakan lantai panggung, melainkan lantai tanah.
Seluruh bagian rumah menggunakan bahan baku pohon lontar dan atau pohon gewang. Atapnya dari daun kering kerangka rumah menggunakan kayu dan dinding rumah menggunakan pelepah daun yang ditata sedemikian rupa. Ciri lain yang masih dibawa dari daerah asalnya adalah bahwa dapur terpisah dari rumah utama. Walaupun sangat sederhana rumah ini mempunyai sifat yang sangat positif yaitu hangat dimusim hujan dan sejuk dimusim kemarau. Rumah ini tidak berjendela, kalau toh ada sudah merupakan modifikasi. Pintunya hanya dua yaitu pintu utama yang di-posisikan tepat di tengah dan pintu belakang yang menghubungkan dengan dapur juga diposisikan di tengah. Ketika kita masuk rumah lewat pintu utama, kita sudah ber?ada di ruang tamu atau nai mata. Bagian kedua merupakan ruang makan dan kamar tidur (kama dale). Bila kita melongok keatas di rung tamu terdapat loteng untuk menyimpan barang-barang dan cadangan pangan (jagung). Kalau rumah itu mempunyai lumbung terpisah maka cadangan pangan disimpan di lumbung. Posisi usuk (dodoik) sebagai tulang bagian atas rumah tidak boleh bertepatan dengan tengah-tengah pintu.ada atap memiliki kemiringan yang curam menggunakan penutup daun alang-alang atau daun kelapa ataupun daun pohon lontar. Pondasi rumah menggunakan konstruksi tiang kayu yang ditanam dalam tanah. Dinding rumah tradisional dari batang daun pohon kelapa (pelepah) masyarakat sekitar menyebutnya kayu bebak, papan kayu, papan batang kelapa atau papan batang pohon lontar, tapi pada umumnya menggunakan masyarakat sekitar pelepah sedangkan lantai rumah masih tanah alami tanpa di lapisi apapun.
Material
Pada atap memiliki kemiringan yang curam menggunakan penutup daun alang-alang atau daun kelapa ataupun daun pohon lontar. Pondasi rumah menggunakan konstruksi tiang kayu yang ditanam dalam tanah. Dinding rumah tradisional dari batang daun pohon kelapa (pelepah) masyarakat sekitar menyebutnya kayu bebak, papan kayu, papan batang kelapa atau papan batang pohon lontar, tapi pada umumnya menggunakan masyarakat sekitar pelepah sedangkan lantai rumah masih tanah alami tanpa di lapisi apapun.
Referensi
- ^ Ara Kian, ST, MT, IAI, Don (12 Oktober 2009). "Arsitek Bicara Arsitektur". Pos-Kupang.com. kupang.tribunnews.com. Diakses tanggal 23/3/2019.
- ^ a b c d Paulina Bullu,SE dan, Stefanus M. Saek,SE.,M.Si (2015). "Visi-misi Kabupaten Rote Ndao". Rotendaokab - Situs Resmi Kabupaten Rote Ndao. Rotendaokab.go.id. Diakses tanggal 23/3/2019.
- ^ Paulina Bullu,SE dan, Stefanus M. Saek,SE.,M.Si (2015). "rumah-raja-thie-j-a-messakh/". Rumah Raja Thie J. A. Mesakh. Rotendaokab.go.id. Diakses tanggal 24/3/2019.
- ^ Roby, Darisandi (29 April 2014). "Rumah-Tradisional-Pulau-Rote". Perpustakaan Digital Indonesia. Budaya Indonesia.org. Diakses tanggal 24/3/2019.