Suku Hubula adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia dan salah satu suku asli yang di Papua. Suku ini mendiami kawasan pegunungan tengah Papua, tepatnya di Lembah Baliem bersama suku-suku lainnya,[1][2][3] namun ada pula yang mengatakan kalau Suku Hubula adalah gabungan dari tiga suku yang bermukim di Lembah Baliem, yakni Suku Dani, Suku Yali dan Suku Wamena.

Suku Hubula dikenal dekat dengan berbagai macam upacara adat dan ritual, salah satu yang paling terkenal adalah upacara Pesta Babi atau orang-orang di Suku Hubula menyebutnya sebagai wam mawe.[1] Selain upacara wam mawe, Suku Hubula juga memiliki ritual memanah babi dengan menggunakan sege (sejenis tombak khas milik Suku Hubula). Dalam Festival Lembah Baliem, tradisi atau ritual melempar sege juga dilakukan oleh tokoh pemerintah daerah atau instansi terkait sebagai penanda dibukanya festival, namun yang mnejadi sasaran sege dalam festival bukanlah babi, melainkan batang pohon pisang.[3]

Suku Hubula juga memiliki hukum adat sendiri yang diatur dalam hukum Honai (merujuk pada rumah adat honai dari kebanyakan suku-suku di Papua), hukum Honai juga tidak hanya mengatur tentang masalah sosial, namun juga masalah peperangan.[2]

Upacara Wam Mawe

Dalam bahasa Hubula, wam mawe terdiri dari dua kata, yakni wam dan mawe. Wam (dalam Bahasa Indonesia) berarti babi dan mawe (dalam Bahasa Indonesia) berarti upacara, secara garis besar maka wam mawe berarti Upacara Babi. Bagi Suku Hubula wam mawe adalah upacara dan pesta adat yang sangat penting, oleh karena itu orang-orang Hubula akan melaksanakan upacara ini secara besar-besaran. Upacara ini juga tidak berlangsung tiap tahun, tetapi setiap empat atau lima tahun sekali, sehingga tidak mengherankan kalau Suku Hubula melaksanakannya secara meriah.[1]

Upacara wam mawe dilaksanakan khusus bagi kaum laki-laki. Sebelum pelaksanaan wam mawe biasanya dilakukan pula upacara wam wesake atau Pesta Honai Adat, babi-babi yang dipilih untuk upacara pun bukan babi-babi sembarangan, melainkan babi yang yang paling bagus dan terbaik yang telah dipersiapkan dan dipelihara sangat lama untuk upacara tersebut.[1]

Tujuan Pelaksanaan Upacara

Pelaksanaan wam mawe sendiri juga tidak semata-mata sebagai bentuk perayaan, melainkan juga sebagai upacara untuk menyelesaikan masalah-masalah adat yang terjadi di dalam masyarakat. Masalah-masalah yang muncul itu seperti masalah mas kawin yang belum dibayarkan atau masalah-masalah hutang piutang lainnya.[1]

Selain masalah hutang piutang, upacara wam mawe memiliki tujuan lainnya, antara lain:[1]

  • Untuk memperbaiki tatanan masyarakat dan hubungan internal antar-klan dalam honai adat Suku Hubula.
  • Untuk penghormatan dan penghargaan atas aliansi atau persekutuan antar-suku dalam sebuah peperangan. Hal ini juga dilaksanakan sebagai perayaan kemanganan dalam perang yang dilakukan oleh Suku Hubula dan suku yang menjadi sekutu mereka.
  • Membangun hubungan diplomasi dengan honai adat dari klan atau suku lainnya.

Setelah pesta selesai, para pemuda kemudian melantunkan nyanyian-nyanyian sebagai tanda selesainya upacara, setelah itu mereka membagikan daging babi yang sudah dibakar sebelumnya kepada seluruh masyarakat adat yang telah ditentukan.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g abdulrazak (2019-02-28). "Suku Hubula di Lembah Baliem pegunungan tengah Papua dalam hidupnya banyak upacara yang dilksanakan berkaitan dengan upacara adat seputar lingkaran hidup seperti upacara pesta adat Babi (Wam Mawe)". Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-25. 
  2. ^ a b "INDOPOS". indopos.co.id (dalam bahasa Indonesian). 2018-08-09. Diakses tanggal 2019-03-25. 
  3. ^ a b Okezone. "Melihat Lebih Dekat Festival Lembah Baliem Situs Budaya Papua : Okezone News". https://news.okezone.com/. Diakses tanggal 2019-03-25.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)