Arsitektur Rote

Revisi sejak 26 Maret 2019 07.41 oleh Rofinus EL (bicara | kontrib) (Referensi menyatu dengan artikel)

{{sedang ditulis}}

ArsitekturTradisinal Suku Rote kabupaten paling selatan Republik Indonesia ditinjau berdasarkan aspek bentuk, struktur, dan konstruksi, yang diawali penjelasan singkat arti, luas dan letak geografis.

Arti

Arsitektur adalah suatu hasil dari proses kebudayaan masyarakat tertentu. Arsitektur meliputi bentuk fisik bangunan, nilai estetika, dan juga merupakan suatu ekspresi sosial-budaya. Dalam arsitektur tradisional suku Rote, Nusa Tenggara Timur, dan juga bangunan tradisional suku-suku yang lain menghadirkan aspek  fisik dan non-fisik didalam rancangan bangunan tersebut[1]Rumah tradisional suku Rote berbentuk atap seperti perahu terbalik mencerminkan kehidupan masyarakat yang merupakan pelaut [1].

Arsitektur tradisional juga menampilkan aspek non fisik  seperti adat, kepercayaan, agama diwujudkan dalam  bentuk, simbol-simbol, hiasan-hiasan, ukiran-ukiran.  Sedangkan aspek fisik  tampak pada  bentuk bangunan, material dan konstruksi serta struktur.  Arsitektur tradisional suku Rote selalu berhubungan dengan iklim, manfaat dan bahan bangunan yang digunakan. Arsitektur mempunyai ruang-ruang sesuai dengan berbagai macam kegiatan serta fungsinya [2].

Luas dan Letak Geografis

Kabupaten Rote mempunyai luas wilayah 1.280,10 km 2 yang terdiri dari 107 pulau, tetapi hanya  8 pulau yang berpenghuni, yaitu pulau Rote, Usu, Nuse, Ndao, Landu, dan pulau Do’o. Sedangkan 99 pulau lainnya tidak berpenghuni [3]. Kepulaan ini terletak di 10° - 110  LS dan 1210 - 1230 BT, merupakan kepulau yang paling selatan dan dengan iklim tropis serta angin musom yang kering. Sehingga alam kepulauan Rote gersang serta banyak ditumbuhi pohon-pohon lontar namun sangat bermanfaat bagi penduduk[3].

Batas-batas wilawah kabupaten Rote Ndao;

Utara  : Laut Sawu

Selatan : Samudera Hindia

Timur  : Laut Timor

Barat  : Laut Sawu dan Samudera Hindia[3]

Bentuk

Bentuk arsitektur tradisional suku Rote hampir sama dengan arsitektur Belu dan Sabu, karena suku Rote dan Sabu berdasarkan asal-usul suku berasal dari Belu. Keadaan alam, dan bahan bangunan yang digunakan juga sangat mempengaruhi bentuk arsitekur tradisional suku Rote. Rumah tradisional suku Rote Ndao berbentuk persegi panjang dan berbentuk atap limas atau pelana dengan kemiringan lebih dari 300 [3].

Rumah tradisional atau rumah adat pada awalnya tidak mempunyai daun pintu dan jendela. Dan generasi muda dengan arsitek lokal menambahkan daun pintu dan jendela. Arsitektur rumah raja terdiri dari tiga lantai, yaitu lanta 1 atau lantai dasar sebagai tempat penyimpanan kembang gula dan padi, lantai 2 sebagai tempat tidur dan pertemuan raja, lantai 3 sebagai tempat penyimpanan hasil bumi dan rempah-rempah [3].

Struktur

Penduduk pulau Rote membangun rumah tradisional dengan atap berbentuk limas atau pelana dengan kemiringan di atas 300. Hal itu berhubungan dengan bahan penutup atap yang digunakan, yaitu rumput alang-alang, daun nyiur, daun gewang atau gebang serta daun lontar. Pondasi rumah menggunakan konstruksi tiang kayu yang dipancangkan ke dalam tanah. Dinding rumah tradisional terbuat dari pelepah lontar atau gebang yang dirangkai atau dipersatukan dengan belahan bambu. Rangkaian pelepah itu lalu diikatkan pada balok pohon lontar atau balok kayu. Masyarakat Rote menyebut dinding dari pelepah gebang itu dengan istilah bebak. Selain pelepah lontar, dinding rumah juga menggunakkan papan kayu, papan batang kelapa atau papan batang pohon lontar[4] .

Rumah tradisional tidak mempunyai jendela, kalau toh ada, itu baru merupakan modifikasi. Pintunya hanya dua yaitu pintu utama yang diposisikan tepat di tengah, dan pintu belakang yang menghubungkan dengan dapur juga diposisikan di tengah. Bagian kedua merupakan ruang makan dan kamar tidur (kama dale). Di ruang tamu terdapat loteng untuk menyimpan barang-barang dan cadangan pangan seperti jagung dan gula. Kalau selain rumah masih ada mempunyai lumbung terpisah, maka cadangan pangan disimpan lumbung. Posisi usuk (dodoik) sebagai tulang bagian atas rumah tidak boleh ditempatkan tengah-tengah pintu. Sedangkan lantai rumah masih menggunakan tanah alami tanpa lapisan apapun[4].

Konstruksi

Rumah tradisional Rote di daerah menggunakan format rumah panggung, dan menggunakan lantai tanah.Seluruh bagian rumah menggunakan bahan pohon lontar atau pohon gebang. Atapnya dari daun kering, sedangkan kerangka rumah menggunakan kayu dan dinding menggunakan pelepah daun yang diatur seperti direkatkan berdempetan sisi membentuk lembaran dengan lebar beberapa puluh sentimeter (cm) [1].

Konstruksi rumah tradisional suku Rote sangat sederhana dengan bahan alam, tetapi mempunyai sifat yang sangat positif yaitu, hangat dimusim hujan dan sejuk dimusim kemarau. Karena dinding bebak berlubang-lubang, maka jendela tidak diperlukan lagi. Pintu rumah  hanya dua, pintu depan dan belakang yang ditempatkan di tengah-tengah. Untuk menghubungkan rumah induk dengan dapur, posisi pintu juga di tengah [1].

Referensi

  1. ^ a b c d Budayaku, Seni (18 November 2017). "rumah-adat-nusa-tenggara-timur". Rumah Adat Nusa Tenggara Timur Lengkap Penjelasannya. Seni Budayaku.com. Diakses tanggal 27/11/2019. 
  2. ^ Ara Kian, ST, MT, IAI, Don (12 Oktober 2009). "Arsitek Bicara Arsitektur". Pos-Kupang.com. kupang.tribunnews.com. Diakses tanggal 23/3/2019. 
  3. ^ a b c d e Paulina Bullu,SE dan, Stefanus M. Saek,SE.,M.Si (2015). "Visi-misi Kabupaten Rote Ndao; Pakaian Adat Roten Ndao; Rumah Raja Tjieja Mesakh". Rotendaokab - Situs Resmi Kabupaten Rote Ndao. Rotendaokab.go.id. Diakses tanggal 23/3/2019. 
  4. ^ a b Darisandi, Roby (29 April 2014). "Rumah-Tradisional-Pulau-Rote". Perpustakaan Digital Budaya Indonesia. budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 25/3/2019.