Nama : Indah Linawati No.Bp : 05112024 Sumber/Lokasi data : Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455. Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 139. Alamat Wikipedia yang digunakan : wiki-indonesia.club Tanggal Entry data ke wikipedia : 11 Juni 2008


Enau (Arenga pinnata Merr.) Familia: Arecaceae

Uraian: Enau (Arangapinnata) termasuk jenis palma, berakar kuat dan menjalar ke mana-mana. Enau mempunyai banyak manfaat bagi manusia, antara lain: dari kelopak bunga jantan dapat menghasilkan nira sebagai bahan untuk gula aren, buahnya dapat dibuat kolang kaling untuk campuran makanan/minuman, ijuk untuk resapan air, kesed dan sapu. Enau yang sudah berusia 15-20 tahu dapat menghasilkan nira sebanyak 8 liter tiap hari dan bila dimasak dapat menghasilkan 25-35 kilogram kolang-kaling. Namun pada umumnya pohon enau tidak disukai para petani, sebab akarnya menjalar keman-mana dan dapat merusak tanaman di sekitarnya. Enau biasanya tumbuh dan berkembang berkembang biak dengan baik di hutan-hutan. Nama Lokal : Sugar Palm (Inggris), Enau (Indonesia), Kawung (Sunda); Aren (Madura), Bak juk (Aceh); Enau atau aren (Arenga pinnata, suku Arecaceae) adalah palma yang terpenting setelah kelapa (nyiur) karena merupakan tanaman serba guna. Tumbuhan ini dikenal dengan pelbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan Semenanjung Malaya); kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain. [1] Bangsa Belanda mengenalnya sebagai arenpalm atau zuikerpalm dan bangsa Jerman menyebutnya zuckerpalme. Dalam bahasa Inggris disebut sugar palm atau Gomuti palm.


   Aren, dari Blanco
     Klasifikasi ilmiah 

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Liliopsida

Ordo: Arecales

Famili: Arecaceae

Genus: Arenga

Spesies: A. pinnata

       Nama binomial 
 Arenga pinnata (Wurmb) Merr.
            Sinonim 
 Arenga saccharifera Labill.

Daftar isi • 1 Pemerian • 2 Kegunaan o 2.1 Nira dan gula o 2.2 Kolang-kaling o 2.3 Produk lain • 3 Ekologi dan penyebaran • 4 Rujukan • 5 Pranala luar

1. Pemerian


Situgede, Bogor, Jawa Barat Palma yang besar dan tinggi, dapat mencapai 25 m. Berdiameter hingga 65 cm, batang pokoknya kukuh dan pada bagian atas diselimuti oleh serabut berwarna hitam yang dikenal sebagai ijuk, injuk, juk atau duk. Ijuk sebenarnya adalah bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang. Daunnya majemuk menyirip, seperti daun kelapa, panjang hingga 5 m dengan tangkai daun hingga 1,5 m. Anak daun seperti pita bergelombang, hingga 7 x 145 cm, berwarna hijau gelap di atas dan keputih-putihan oleh karena lapisan lilin di sisi bawahnya. Berumah satu, bunga-bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak daun; panjang tongkol hingga 2,5 m. Buah buni bentuk bulat peluru, dengan diameter sekitar 4 cm, beruang tiga dan berbiji tiga, [2] tersusun dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai coklat kekuningan. Buah ini tidak dapat dimakan langsung karena getahnya sangat gatal.

2. Kegunaan Pohon enau menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya populer sebagai tanaman yang serbaguna, terutama sebagai penghasil gula. 2.1 Nira dan gula


Tongkol bunga betina Gula aren diperoleh dengan menyadap tandan bunga jantan yang mulai mekar dan menghamburkan serbuk sari yang berwarna kuning. Tandan ini mula-mula dimemarkan dengan memukul-mukulnya selama beberapa hari, hingga keluar cairan dari dalamnya. Tandan kemudian dipotong dan di ujungnya digantungkan tahang bambu untuk menampung cairan yang menetes. Cairan manis yang diperoleh dinamai nira (alias legen atau saguer), berwarna jernih agak keruh. Nira ini tidak tahan lama, maka tahang yang telah berisi harus segera diambil untuk diolah niranya; biasanya sehari dua kali pengambilan, yakni pagi dan sore. Setelah dikumpulkan, nira segera dimasak hingga mengental dan menjadi gula cair. Selanjutnya, ke dalam gula cair ini dapat dibubuhkan bahan pengeras (misalnya campuran getah nangka dengan beberapa bahan lain) agar gula membeku dan dapat dicetak menjadi gula aren bongkahan (gula gandu). Atau, ke dalam gula cair ditambahkan bahan pemisah seperti minyak kelapa, agar terbentuk gula aren bubuk (kristal) yang disebut juga sebagai gula semut. Di banyak daerah di Indonesia, nira juga biasa difermentasi menjadi semacam minuman beralkohol yang disebut tuak atau di daerah timur juga disebut saguer. Tuak ini diperoleh dengan membubuhkan satu atau beberapa macam kulit kayu atau akar-akaran (misalnya kulit kayu nirih (Xylocarpus) atau sejenis manggis hutan (Garcinia)) ke dalam nira dan membiarkannya satu sampai beberapa malam agar berproses. Bergantung pada ramuan yang ditambahkan, tuak yang dihasilkan dapat berasa sedikit manis, agak masam atau pahit. Dengan membubuhkan bahan yang lain, atau dengan membiarkan begitu saja selama beberapa hari, nira dapat berfermentasi menjadi cuka. Cuka dari aren ini kini tidak lagi populer, terdesak oleh cuka buatan pabrik. Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti.[1] 2.2 Kolang-kaling Buah aren (dinamai beluluk, caruluk dan lain-lain) memiliki 2 atau 3 butir inti biji (endosperma) yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras. Buah yang muda intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya yang gatal dan beracun. Inti biji inilah yang setelah diolah lebih lanjut, diperdagangkan di pasar sebagai buah atep (buah atap) atau kolang-kaling.[1] Kolang-kaling disukai sebagai campuran es, manisan atau dimasak sebagai kolak. Teristimewa sebagai hidangan berbuka di bulan Ramadhan. 2.3 Produk lain Sebagaimana nipah dan rumbia, daun pohon enau juga biasa digunakan sebagai bahan atap rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup (janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar sebagai daun kawung. Lembar-lembar daunnya di Jawa Barat biasa digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah durian. Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali, sementara dari lidinya dihasilkan barang anyaman sederhana dan sapu lidi. Seperti halnya daun, ijuk dari pohon enau pun dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah, dihasilkan serat yang kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang, tali pancing dan senar gitar Batak. Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam atau empulurnya. Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai papan, kasau atau dibuat menjadi tongkat. Empulur atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu, meski kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran air. Dari akar dihasilkan serat untuk bahan anyaman, tali pancing atau cambuk.[1] 3. Ekologi dan penyebaran Pohon enau mudah tumbuh. Memiliki asal-usul dari wilayah Asia tropis, enau diketahui menyebar alami mulai dari India timur di sebelah barat, hingga sejauh Malaysia, Indonesia, dan Filipina di sebelah timur. Di Indonesia, enau tumbuh liar atau ditanam, sampai ketinggian 1.400 m dpl.. [2] Biasanya banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai. Meskipun getahnya amat gatal, buah enau yang masak banyak disukai hewan. Musang luwak diketahui sebagai salah satu hewan yang menyukai buah enau ini, dan secara tidak langsung berfungsi sebagai hewan pemencar biji enau. Di Bangka, pada masa lalu orang-orang Tionghoa memasang perangkap di bawah pohon enau yang tengah berbuah, untuk menangkap rombongan babi hutan yang berpesta buah enau yang berjatuhan. [1] Aren adalah tumbuhan yang dilindungi oleh undang-undang. Sumber: Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455. Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 139.