Tabuik

salah satu upacara keagamaan di dunia
Revisi sejak 28 Maret 2019 13.38 oleh Mutaya (bicara | kontrib) (pengembangan tahap sedang ditulis)

{{sedang ditulis}} dalam tahap pengembangan menuju artikel kelas B

Tabuik di kota Solok (tahun 1910-1920)
Monumen Tabuik di pusat Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia.

Tabuik (Indonesia: Tabut) adalah perayaan lokal dalam rangka memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Muhammad, yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatra Barat, khususnya di Kota Pariaman. Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan memainkan drum tassa dan dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni. Di Bengkulu dikenal pula dengan nama Tabot.

Tabuik diturunkan ke laut di Pantai Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia

Upacara melabuhkan tabuik ke laut dilakukan setiap tahun di Pariaman pada 10 Muharram sejak 1831.[1] Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari India, yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada masa kekuasaan Inggris di Sumatra bagian barat.

Tahapan upacara tabuik

Ritual pembuatan tabuik dimulai dengan pengambilan tanah dari sungai pada tanggal 1 Muharram. Tanah tersebut diletakkan dalam periuk tanah dan dibungkus dengan kain putih, kemudian disimpan dalam lalaga yang terdapat di halaman rumah tabuik. Lalaga adalah tempat berukuran 3x3 meter yang dipagari dengan parupuk, sejenis bambu kecil. Tanah yang dibungkus dengan kain putih adalah perumpamaan kuburan Husain. Tempat Ini akan diatapi dengan kain putih berbentuk kubah. Tanah tersebut akan dibiarkan disana sampai dimasukkan ke dalam tabuik pada tanggal Muharram.

Pada tanggal 5 Muharram dilakukan proses menebang batang pisang dengan cara sekali tebas pada malam hari. Ini melambangkan perumpamaan keberanian salah satu putra Imam Husain yang menuntut balas kematian bapaknya. Prosesi dilanjutkan pada tanggal 7 dan 8 muharram yang disebut Maatam dan Maarak sorban. Maatam merupakan personifikasi membawa jari-jari Husain yang berserakan ditebas pasukan Raja Yazid. Sedangkan Maarak Sorban melambangkan diaraknya bekas sorban untuk menyiarkan keberanian Husain memerangi musuh.

Pada tanggal 10 Muharram pagi, diadakan prosesi Tabuik naik pangkat, yaitu pemasangan bagian atas tabuik. Kemudian Tabuik diarak hingga akhirnya dibuang ke laut.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Bachyul Jb, Syofiardi (2006-03-01). "'Tabuik' festival: From a religious event to tourism". The Jakarta Post. Diakses tanggal 2007-01-27. 
  2. ^ Rita dkk, Nariswari (2013). Atraksi Budaya Nusantara. Jakarta: Pusat Data dan Analisa Tempo. hlm. 3. 

Pranala luar