Badan peninjau sipil
Badan peninjau sipil (civilian review board - CRB) selama tahun 70-an memiliki tugas untuk mengontrol pelanggaran yang dilakukan oleh polisi. Hal ini berlatar belakang karena polisi tidak bisa dan tidak akan mengawasi diri sendiri. More and Wegener (1990) menyatakan CRB mulai berkembang pada akhir tahun 50-an, berkembang lebih dulu daripada polisi.
Ada bagian provos yang sibuk akan keluhan yang sama dan ketidakefektifan pada hal yang telah dilakukan oleh polisi. Terbukti bahwa jumlah polisi yang menunggu giliran untuk diperiksa lebih banyak daripada jumlah polisi yang keluar untuk bertugas di lapangan untuk melindungi masyarakat dari polisi.
Polisi yang merupakan pelaku pelanggaran disebut juga "polisi bandit", mereka lah yang menjadi konsentrasi CRB untuk lebih bertanggung jawab.
National Opinion Research Center melakukan survei untuk respon terhadap CRB pada pertengahan tahun 70'an. Hasilnya adalah 45% mendukung CRB, 35% menentang, dan sisanya 20% tidak memutuskan. Hasil 45% yang kurang dari setengah dukungan membuat kebingungan. Hasilnya pada akhir tahun 60-an ke 70-an tindakan polisi justru semakin beringas. Contohnya kerusuhan yang terjadi di Chigago pada tahun 1968 yang disiarkan oleh televisi pada saat Democratic Convention dan juga kasus pembunuhan Kent State yang membuat penegakan hukum justru melemah.
New York Police Commissionner, Vincent Brodrick, menambahkan, "Sangatlah vital untuk meninjau tindakan seorang polisi, yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki kemampuan menilai lingkup tindakan, sekaligus implementasi, yang berasal dari lingkup situasi yang sama dengan polisi yang berasal dari lingkup situasi yang sama dengan polisi yang telah gagal melakukan tugasnya."
J. Edgar Hoover yang merupakan Direktur FBI pun menyerukan pendapatnya, yang intinya adalah CRB membuat efisiensi polisi lemah, dan dengan hal ini dapat juga menyurutkan kinerja polisi karena mereka akan diancam tuntutan hukum.
Tidak mendapatkan dukungan dari warga justru akan mengupayakan perubahan sistem keluhan warga yang berisiko. Risiko yang akan terjadi adalah menyelidiki keluhan berdasarkan jawaban atas kebutuhan "pelanggan" karena wilayah keluhan warga akan diperluas. Tetapi hal ini akan membuat sistem keluhan warga menjadi sebuah komponen penting dalam mempromosikan orde baru kepolisian. Terdapat bahaya yang terjadi jika sistem baru ini dilakukan, yaitu reformasi akan tampak ditujukan serius pada keluhan warga dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang serupa dengan definisi penyedia jasa kepolisian.
Sistem yang mungkin mengembangkan pelanggan "utama" yang menerima perlakuan utama berdasarkan kemampuan mereka untuk mempengaruhi tipe, kualitas dan distribusi pelayanan polisi yang berbeda. Apa pun kemungkinan dan bahayanya, jelas sistem keluhan warga akan berperan secara dominan dan strategis dalam orde baru kepolisian.