Bening (gendongan bayi)

Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta di Kalimantan Utara
Revisi sejak 2 April 2019 18.56 oleh RaiyaniM (bicara | kontrib) (tambah foto)

Bening adalah salah satu alat tradisional untuk menggendong bayi bagi suku Dayak di Kalimantan utara yang turun temurun terutama di kalangan ibu-ibu Dayak Kenyah dan Dayak Bahau. Bening digunakan sebagai gendongan bayi suku Dayak pada saat anak umur 6 bulan hingga 1,5 tahun[1]. Cara menggunakan bening seperti menggunakan tas ransel, bening berada di punggung sang ibu dengan dua tali pengait ke lengan, posisi anak yang digendong di punggung akan menghadap kedepan, sehingga seluruh bagian tubuh anak seolah menyatu dengan punggung, sehingga anak tetap terjaga dan si ibu dapat leluasa menjalankan kegiatannya

Bening dayak, gendongan bayi dengan hiasan manik-manik

Fungsi

Fungsi Bening atau gendongan bayi ini adalah untuk memudahkan beraktifitas sehari-hari saat berladang ataupun memasak di rumah, karena pada masa lampau anak-anak tidak ada yang menjaga. Fungsi lain juga untuk meninabobokkan bayi, dengan cara satu kaki ibu dalam posisi ke depan sedangkan kaki lainnya ke belakang, kemudian si ibu menggerakkan badannya ke depan dan ke belakang atau bergerak maju dan mundur, sehingga anak terbuai dalam ayunan ibunya dan lekas tertidur. Sejalan perkembangan jaman, saat ini bening tidak hanya dipakai oleh kaum ibu namun ayah juga bisa menggunakannya.[2]

Arti hiasan

Bentuk dan ukiran (paren) Bening di bedakan berdasar tingkat sosial masyarakatnya, paren masyarakat biasa dihias manik-manik berbentuk anjing tanpa ada hiasan gigi harimau dan gigi macan, sedangkan paren keturunan bangsawan dihias dengan manik-manik bentuk wajah manusia atau harimau dan ada hiasan gigi macan dan gigi harimau. Ada pula motif hiasan berupa pohon kehidupan yang memiliki makna diharapkan sang anak dapat hidup sehat dan panjang umur. Motif hiasan uang logam dan taring harimau melambangkan pengharapan agar kelak sang anak menjadi orang yang bijaksana, sedangkan motif dedaunan mengandung harapan agar sang anak memiliki sifat rendah hati[2]

Referensi

  1. ^ https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=406
  2. ^ a b "Warisan Teknologi Kampung Masyarakat Dayak Kalimantan Timur". Scribd. Diakses tanggal 2019-04-02.