Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan.

Saron barung (tampak depan, dengan tabuh kayu) dan saron panerus (di belakang, dengan tabuh tanduk)

Dalam satu set gamelan gaya Surakarta biasanya mempunyai 2 pasang saron, laras pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung atau saron panembung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.

Dari kiri-kanan; saron panerus, saron barung, dan demung, dari STSI Surakarta

Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.

Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet)

Mengapa harus memathet/mekak wilahan? Bisa dibayangkan bahwa jika wilahan ditabuh tanpa dipekak, maka bunyinya akan berdengung-dengung. Maka bunyi nada 1 dengan lainnya akan bercampur, sehingga bunyinya tidak jelas. Untuk itu, teknik ini adalah teknik dasar yang harus dikuasai oleh penabuh saron khususnya, balungan umumnya.

Galeri