Arkeologi di Kampung Lamalera

Arkelogi[1] di kampung adat Lamalera yaitu peninggalan kehidupan dan kebudayaan zaman Portugis dan Belanda berupa bangunan dan benda-benda peninggalan, semuanya ada di kampung Lamalera, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Peninggalan itu tetap dibiarkan terpelihara karena bernilai sejarah, yaitu rumah jaga Belanda, lonceng, dan meriam ada tiga jenis[2] serta benda-benda lain[3].

Kampung Adat Lamalera

Lamalera sebuah kampung nelayan yang terletak di Desa Lamalera di Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Kampung itu berada di kaki gunung Labalekang menghadap ke selatan, ke laut Sawu yang menjadi sumber penghidupan warga. Kampung itu diapit oleh dua tanjung, yaitu Vovolatu dan Nubivutun[2].

Kampung adat Lamalera terkenal juga sebagai kampung nelayan pemburu paus, mamalia laut yang selalu muncul antara bulan April sampai September, saat bumi bagian Selatan mengalami musim dingin[4]. Pemburuan ikan paus di kampung Lamalera dilakukan sejak abad ke-17. Mamalia raksasa yang tidak semua nelayan menangkapnya, tetapi orang Lamalera dapat mengalahkan binatang laut itu secara berkelompok dengan menggunakan peralatan tradisional, yakni pelédang (berok atau sampan), dan tempuling yaitu tombak yang berkait dari besi[2].

Pada awal 'musim berburu paus' mereka terlebih dahulu mengadakan ritual atau seremonial adat, Tobo Nama Fata (ritus penyelesaian masalah suku dan tuan tanah) yang di adakan di situs Ie Gerek, dipimpin oleh tuan tanah dari Suku Lango Wujo. Upacara itu mereka lakukan pada tanggal 29 April setiap tahun, sedangkan Misa, yaitu ibadat secara agama Katolik untuk memohon berkat dan perlindungan dari Tuhan dilakukan pada tanggal 1 Mei setiap tahun juga. Dan sesudah mengadakan ritual adat dan keagamaan itu mereka memulai masa perburuan paus yang berlangsung dari bulan April sampai September[2].

Pemburuan paus memiliki aspek religius di setiap kegiatan mulai dari persiapan, pembuatan peledang, pengangkatan layar, serta pelemparan tombak yang didahului dengan doa dan sudah membudaya serta dagingnya dinikmati seluruh warga desa. Budaya berburu paus mendapat kritikan dari pemerhati lingkungan hidup, tetapi tetap diakui dunia internasonal, karena merupakan budaya yang langka; hanya ada di Kanada dan Lamalera - Indonesia. Aspek sosial budaya penangkapan paus juga teratur dan semua warga desa Lamalera mendapat bagian[5].

Aturan pembagian hasil daging ikan paus yang sudah mentradisi sebagai berikut: pemilik peledang atau perahu motor, para pemburu yaitu mereka yang turut dalam peledang, ketua suku lango fujo, bagian untuk rumah adat dan lamafa, bagian untuk laba ketilo, matros dan lemauri, dan juga bagian untuk para janda[5].

Peninggalan Arkeologi dari Masa Portugis dan Belanda

Bangunan dan benda-benda peninggalan zaman Portugis dan Belanda[3], yaitu: lonceng, meriam, bangunan serta benda-benda lain[2].

 
Lonceng (copy No Inventaris : 1/16-10/BND/01[2]

Lonceng[3]; yaitu genta tanpa tangkai dengan dasar bulat diameter lebih kecil dari penampangnya. Pada bagian 'badan' terdapat huruf dan angka menggunakan huruf latin, kode produksi. Di bagian dalam lonceng angka Ɔ626, dan angka tahun di bagian luar lonceng B.V.G. 1921. Lonceng digantung di halaman depan rumah kepala desa dan tetap difungsikan pada hari-hari tertentu seperti ada  bahaya, ada pertemuan penting masyarakat, dan ada  pembesar atau tamu penting  yang datang berkunjung  di kampung Lamalera [2].

Ukuran lonceng: tinggi 47 cm, diameter bawah 46 cm, diameter atas 24 cm, tebal 3 cm. Dan pemukul lonceng panjang 44 cm, diameter 10 cm, tebal 3 cm[2].

Meriam 1[3]: senjata menyerupai tabung dengaan bagian pangkal berukuran lebih besar dari pada ujung. Bagian pangkal terbuka pada bagian atas menyerupai palung berhiaskan ukir-ukiran bermotif  bunga dan daun. Bagian bawah pangkal  meruncing berhiaskan ukiran bermotif dedaunan. Pada bagian tengah berhiaskan ukir-ukiran daun serta bunga. Pada ujung meriam juga berhiaskan motif daun dan bunga. Meriam ini diletakkan di depan rumah kepala desa sebagai benda yang wajib dijaga[2].

Ukuran meriam: panjang 191 cm, lebar 20 cm, diameter mulut 11,5 cm, lebar tempat peluru 10 cm, tempat simpan tangga naik ke rumah kepala desa, kampung Lamalera Lama[2].

Meriam 2[3]: senjata menyerupai tabung, bagian pangkal berukuran lebih besar dari pada bagian ujung. Terdapat lubang di bagian atas dengan ukuran kecil dan di bagian belakang ada tonjolan bulat. Pada  bagian ujung meriam  penampangnya melebar  dengan ukuran lebih besar dari bagian ujung. Meriam ini bentuknya polos tanpa motif hias, dibagian tengah terdapat tonjolan disamping kanan dan kiri badan meriam. Meriam ini sekarang diletakkan  di depan rumah tepatnya di atas tangga menuju rumah kepala desa dan hanya difungsikan sebagai dekorasi[2].

Ukuran: panjang 121 cm, diameter belakang 19 cm, diameter badan 15 cm, diameter mulut 18 cm yang diletakkan di tangga ke rumah kepala desa Lamalera Lama[2].

 
Meriam 3- No Inventaris : 1/16-10/BND/04[2]

Meriam 3[3]: senjata berbentuk tabung dengan pangkal besar dari bagian ujung. Terdapat tonjolan runcing di bagian belakang, di bagian tengah terdapat lubang menyerupai palungan. Di bagian atas lubang terdapat hiasan segitiga dengan ukiran. Terdapat tonjolan di bagian kanan dan kiri badan meriam dengan hiasan segitiga penuh dengan ukiran.  Sedangkan di bagian ujung polos tanpa ukiran dengan  penampang yang melebar.  Meriam ini disimpan di depan rumah penduduk yang difungsikan sebagai dekorasi[2].

Ukuran: meriam ini panjangnya 191 cm, lebar 20 cm, diameter mulut 11,5 cm, tempat peluru 10 cm, dan diletakan di tangga naik menuju rumah kepala desa[2].

Rumah Jaga Belanda[3]: rumah persegi delapan dari bahan batu, semen, kayu menggunakan atap  dari alang-alang. Rumah itu menjadi semacam pos jaga, sekaligus juga menjadi kantor Hamete artinya kantor kecamatan yang didirikan pada masa kolonial Belanda. Dasar bangunan  berbentuk persegi delapan tetapi atapnya berbentuk limas segi empat. Terdapat sebuah pintu, dan tujuh buah jendela. Dulu kantor Hamete ini dilengkapi dengan telepon, pada jaman sekarang rumah jaga tetap difungsikan apa bila ada  tamu pemerintah yang datang berkunjung di Desa Lamalera[2].

Ukuran rumah: panjang 6 meter, lebar 6 meter dan terletak sebelah Timur rumah kepala desa Lamalera Lama[2].

(~~~~)

Referensi

  1. ^ Setiawan, Ebta (2012-2019). "Kamus Besar Bahasa Indonesia". Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Diakses tanggal 5/4/2019. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q "tinggalan-akeologi-di-kampung-adat-lamalera-kabupaten-lembata-nusa-tenggara-timur". Indonesiana Platform Kebudayaan. kebudayaan.kemdikbud.go.id. 1 Februari 2018. Diakses tanggal 27/3/2019. 
  3. ^ a b c d e f g Keraf, Piter (27 Mei 2018). "tak-hanya-legenda-lamalera-juga-memiliki-peninggalan-bersejarah". Tak Hanya Legenda Lamalera juga Memiliki Peninggalan Bersejarah. oranglembata.com. Diakses tanggal 27/3/2019. 
  4. ^ Rahmawati, Ita (27/12/2016). "pergantian-dan-pembagian-musim-di-bumi". Pergantian dan Pembagian Musim di Bumi. pendidikan.id. Diakses tanggal 27/3/2019. 
  5. ^ a b Yudono, Yodhi (30 Maret 2015). "Cerita.dari.Lamalera". Cerita.dari.Lamalera. Travel.kompas.com. Diakses tanggal 27/3/2019.