Suwardi M. S.
Prof. H. Suwardi Mohammad Samin (atau lebih dikenal dengan nama Suwardi M.S; lahir di Koto Sentajo, Kuantan Tengah, Kuantan Singingi, Riau, 23 Juli 1939) merupakan seorang Sejarawan dan Budayawan Melayu Riau. Suwardi M.S. mendedikasikan hampir seluruh hidupnya melestarikan budaya di tanah kelahirannya itu. Mengingat pengetahuan dan pemahamannya yang luas, Beliau kerap dijadikan bahan referensi dan juga dilibatkan dalam menyelesaikan masalah-masalah terkait sejarah dan budaya Melayu Riau[1].
Kehidupan Pribadi
Masa Kecil
Suwardi M.S. merupakan anak dari Mohammad Samin Chatib dan Siti Ramalah. Kedua orang tuanya sama-sama berasal dari Desa Pulau Komang, Sentajo. Sejak kecil Suwardi sudah diperkenalkan dengan filosofi tentang alam oleh ayahnya. Salah satu yang tidak pernah bisa dilupakannya adalah ketika ia digendong dibalik punggung ayahnya menuju sebuah lubang kecil tempat menanam bibit kelapa. Ayahnya mengajarkan bahwa proses menanam bibit tadi merupakan tanda bahwa Suwardi sudah dilahirkan.
Sejak kecil Suwardi memang sudah menyukai hal-hal yang berbau kebudayaan. Ia dan teman-temannya gemar menyaksikan hikayat, zikir, dan pertunjukan musik tradisional Rarak, yang merupakan hiburan asli masyarakat Kuantan Sengingi. Kesenian musik ini merupakan ansambel alat musik yang terdiri oguang (gong), gendang, barabano (rebana) dan celempong yang dimainkan secara bersama-sama[2]. Hal demikian kemudian membentuk pandangan Suwardi mengenai kebudayaan di sekitarnya[1].
Karena pecah perang kemerdekaan dan harus menolong ayahnya berjualan, Suwardi langsung duduk di bangku kelas dua Sekolah Rakyat (SR) atau Sekolah Dasar pada era sekarang. Meski demikian Suwardi tetap bisa mengikuti pelajaran tanpa hambatan yang berarti seperti teman-temannya yang masuk dari kelas satu. Dia tidak pernah tinggal kelas, sampai pada akhirnya lulus dari SR.
Masa Remaja
Setamatnya dari SR Suwardi langsung melanjutkan pendidikannya ke SGB Negeri Taluk Kuantan. Untuk diketahui, SGB kepanjangan dari Sekolah Guru B. Sekolah ini didirikan untuk menanggulangi kekurangan guru pada tingkat pendidikan rendah di masa-masa awal Kemerdekaan Indonesia. Masa belajar SGB adalah selama empat tahun[3], dan Suwardi pun mampu menyelesaikannya dengan baik[1].
Setelah SGB Suwardi kemudian diterima dan bersekolah di suatu SGA milik pemerintah di Tanjung Pinang. Sebagai pelajar berstatus ikatan dinas, dia diberikan honor sebesar $ 105.- per bulan. Tidak ada kendala yang berarti, Suwardi pun dinyatakan lulus pada Bulan Juni 1960.
Referensi
- ^ a b c Anggriani, Reza Wydia; Ishaq, Isjoni; Saiman, Marwoto (2016). "Biografi Suwardi Ms Sebagai Tokoh Sejarawan Dan Budayawan Melayu Riau". Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Vol 3 (No 1). ISSN 2355-6897.
- ^ Arman, Dedi (6 Juni 2014). "Rarak: Musik Tradisional Dari Kabupaten Kuantan Sengingi, Riau". kemdikbud. Diakses tanggal 5 April 2019.
- ^ Badinah, Ayu Nenden Masden (2017). Perkembangan Sekolah Guru B (Sgb) Di Sumedang Tahun 1950-1961 (PDF). Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.