Arat Sabulungan
Arat Sabulungan adalah kepercayaan bagi masyarakat suku bangsa Mentawai yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Dalam kepercayaan Arat Sabulungan, diyakini bahwa roh leluhur nenek moyang yang disebut Ketsat adalah zat yang memiliki kesaktian. Secara bahasa, Arat berarti adat dan Sabulungan artinya bulu atau daun.[1]
Mitologi
Penganut Arat Abulungan memiliki kepercayaan bahwa roh terkandung dalam setiap obyek yang ada di dunia, baik itu benda mati maupun makhluk hidup. Roh ini terpisah dari jasad yang berkeliaran secara bebas di alam luas. Pemahaman ini berbeda dengan agama-agama Samawi yang dominan di Indonesia dewasa ini di mana roh diyakini hanya terdapat pada makhluk hidup.[1]
Arat Sabulungan mengajarkan bahwa bukan manusia saja yang memiliki jiwa. Roh setiap obyek di dunia dipercaya menempati seluruh ruang di alam semesta, baik itu di darat, laut, dan udara. Perlu diketahui, gagasan mengenai roh dan jiwa adalah hal yang berbeda di mana jiwa dapat berdiam di dalam tubuh manusia yang sudah meninggal dunia meski rohnya sudah pergi.[1]
Ada beberapa roh yang dikenal dalam kepercayaan Arat Sabulungan di mana roh-roh tersebut memiliki peran dan karakter yang berbeda satu-sama lain. Konsep pengetahuan akan hal gaib berupa roh yang menyebabkan orang dapat hidup disebut dengan Simagre.[1]
Roh yang dikenal di antaranya Sabulungan, yaitu roh yang keluar dari tubuh dan dianggap keluarnya terkadang hanya untuk sesaat, misalnya ketika seseorang sedang terkejut. Selain itu ada pula roh yang tidak pergi jauh dari tempat yang dihuni manusia di bumi, di air, udara, hutan belantara dan pegunungan.[1]
Di dalam uma, yaitu rumah yang berfungsi sebagai balai pertemuan dan tempat digelarnya acara-cara adat Mentawai juga bahkan dikenal terdapat roh penunggu. Roh ini disebut dengan nama kina.[1]
Tak hanya roh baik, dikenal pula roh yang bersifat jahat yang kerjanya menebarkan penyakit dan menimbulkan gangguan bagi manusia yang disebut sanitu. Roh ini berasal dari roh manusia yang bergentayangan setelah mati dengan cara yang tidak wajar, misalnya mati dibunuh atau bunuh diri.[1]
Sementara itu, istilah magere digunakan untuk merujuk pada jiwa manusia. Magere ini diyakini beerada di bagian ubun-ubun kepala. Magere bisa keluar dari tempatnya berdiam dan melakukan petualangan saat manusia sedang tertidur hingga menimbulkan mimpi.[1]
Jika magere bertemu dengan roh jahat ketika sedang keluar, maka tubuh manusia tersebut akan sekit. Sedangkan jika tubuh meminta pertolongan kepada leluhur maka tubuh akan meninggal dengan roh yang telah pergi. Perginya roh sekaligus membuat tubuh hanya ditempat oleh jiwa yang disebut pitok.[1]
Pitok adalah sosok yang ditakuti oleh masyarakat Mentawai. Pitok dipercaya mencari tubuh manusia lain sebagai korban agar ia bisa terus berada di bumi. Karena alasan inilah masyarakat Mentawai kerap menggelar upacara-upacara untuk mengusir pitok.[1]