Busana tradisional Badui
Pakaian adat suku Badui adalah pakaian adat suku badui yang biasa digunakan oleh suku Badui di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten lebak Banten, provinsi Banten. Suku badui selama ini hidup dalam aturan adat yang kuat. Adat dan tradisi diselaraskan dengan alam, bertingkah laku, mencuci, mandi, tata cara berladang, pernikahan, kelahiran, kematian hingga menebang pohon diatur dengan tepat sesuai keputusan adat. Begitu juga dengan pakaian yang melekat pada suku Badui. Pakaian suku adat Badui ini telah menjadi ciri yang dibedakan atas warna dan desainnya. Kesederhanaan terlihat dari warna pakaiannya yaitu hanya warna alam yaitu hitam dan putih. Bahan untuk membuat baju juga di lakukan sendiri oleh suku Badui di lahan bersama, yaitu dengan menanam tanaman kapas. Kemudian kapas di proses hingga menjadi benang, para wanita suku Badui kemudian menenun bahan benang yang telah dipintal, sehingga menghasilkan selembar kain yang kemudian di bentuk dan dijahit sendiri dengan tangan. Bagi suku Badui dalam ada ketentuan tidak boleh baju dijahit dengan mesin. Namun bagi suku Badui luar, sudah diperbolehkan menjahit baju dengan mesin.[1]
Jenis Pakaian
Untuk kaum perempuan suku badui, pakaian adatnya hanya berupa kain atau semacam sarung bewarna biru kehitam-hitaman. Kain ini berupa kebaya dengan motif batik yang dipakai dari tumit hingga ke dada. Perbedaan yang paling mencolok terlihat jika pakaian ini dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan belum. Jika yang sudah menikah baju terlihat terbuka di bagian dada sedangkan untuk perempuan yang belum menikah maka bagian dada akan tertutup
Badui dalam
Pakaian untuk laki-laki suku badui dalam disebut dengan jamang sangsang. Baju ini berlengan panjang dengan cara pakai hanya disangsangkan atau hanya dilekatkan pada tubuh. Desain baju sangsang berlubang pada bagian leher sampai dada serta tidak menggunakan kerah, kancing, dan kantong. Kaum pria suku badui dalam yang disebut kejeroan biasa mengenakan kemeja putih yang disebut jamang, bersarung loreng hitam yang disebut samping aros yang berfungsi seperti celana dan mengenakan ikat kepala warna putih yang disebut telekung. Di pinggangnya melilit sabuk putih dan pada pergelangan tangannya biasa mengenakan gelang kanteh yang terbuat dari benang kapas. Baju adat ini didominasi dengan warna putih dan tidak boleh dijahit menggunakan mesin jahit. Warna putih pada baju diartikan dengan kehidupan mereka yang suci dan tidak terpengaruh budaya luar. Warna ini hanya dikhususkan bagi suku badui dalam .[2]
Badui luar
Berbeda dengan suku badui dalam. Suku badui luar menggunakan baju kampret bewarna hitam atau biru tua. Baju adat masyarakat badui luar sudah terpengaruh budaya luar, hal ini terlihat dengan hadirnya jahitan mesin, bentuk kantong dan kancing yang digunakan dalam mendesain baju. Badui luar yang disebut penamping selalu mengenakan kemeja kampret dua rangkap, warna putih di dalam dan warna hitam di luar. Bersarung poleng hideung dengan ikat pinggang adu mancung. Ikat kepalanya terbuat dari kain merong yang bermotif batik warna biru gelap yang disebut lomar.
Celana laki-laki suku badui hanya menggunakan kain bewarna biru kehitaman yang dililitkan pada bagian pinggang. Celana ini diikat dengan selembar kain yang berfungsi sebagai ikat pinggang. Sedangkan di bagian atas, kain ikat kepala digunakan sebagai penutup. Ikat kepala nya berwarna biru tua motif batik. Umumnya suku badui dalam ataupun luar selalu membawa bedog atau golok, tas koja dalam kesehariannya.[3]
Aksesoris
- Gelang, bagi kebanyakan suku tradisional dianggap sebagai penolak bala. Bentuknya bermacam-macam, ada yang terbuat dari logam, rotan dan akar pohon. Melekat di tangan hingga pemiliknya meninggal dunia.
- Bedog, Jika keluar rumah atau bepergian jauh, mereka selalu menyandang bedog. Benda logam yang lazim disebut golok itu selalu terselip di pinggangnya. Tak ketinggalan
- Tas koja atau jarog yaitu tas yang terbuat dari kulit kayu pohon terep yang selalu disangkutkan di bahunya, di dalam tas rajutan hasil karya sendiri, biasanya berisi pisau, sirih sepenginangan, menyan putih dan batu api. Kadang-kadang dalam tas berisi pula timbel kejo, nasi putih dengan sedikit garam sebagai bekal diperjalanan.[2]
- ^ Kaya, Indonesia. "Jamang Sangsang, Pakaian Alam Suku Baduy - Situs Budaya Indonesia". IndonesiaKaya (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2019-04-11.
- ^ a b Banten, Kabar. "Mengenal Pakaian dan Aksesoris Adat Suku Baduy". Diakses tanggal 2019-04-11.
- ^ https://sipadu.isi-ska.ac.id/mhsw/laporan/laporan_4231151210112010.pdf