Rumah Bale (Arsitektur Sumba)

rumah tradisional di Indonesia

{{sedang ditulis}}

Rumah Bale adalah rumah tradisional yang ada di masyarakat Sumba, Nusa Tenggara Timur untuk masyarakat kebanyakan atau rakyat jelata, sedangkan untuk kaum bangsawan disebut Rumah Bala. Namun secara umum dalam arsitektur Sumba merupakan bagian integral dari seluruh kegiatan secara fisik, sosial, kebudayaan dan keagamaan sehingga mempunyai banyak persamaan[1]. Rumah Bala dan Bale dapat ditemukan di kampung-kampung Praiyawang,  Umabara, Tambahak, Kaliuda, Wundut, Lewapaku, Wunga, Rambangaru, Raja Prailiu, dan kampung Hama Parengu yang semuanya ada di kabupaten Sumba Timur, dan juga berada di kampung-kampung adat di kabupaten lain pulau Sumba[2].

Pandangan Masyarakat Sumba

Pandangan masyarakat Sumba tentang rumah adat atau rumah tradisional tercermin dari kepercayaan akan adanya tiga alam, yaitu alam bawah mewakili dunia para arwah, alam tengah sebagai tempat hidup untuk bekerja dan bersosialisasi bagi masyarakat manusia, dan alam atas adalah dunia dewa dan arwah para leluhur yang oleh kepercayaan masyarakat Sumba berkaian dengan Marapu[1]. Marapu yaitu kepercayaan tentang arwah para leluhur yang sudah hidup bersama para dewa, tetapi mereka tetap juga berhubungan dengan manusia, sehingga manusia dapat meminta perlidungan serta berkat dari para arwah arau marapu[1].

Pandangan masyarakat Sumba itu memengaruhi bentuk bangunan tradisional Sumba, posisi atau letak ruangan-ruangan dan fungsinya yang terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian bawah untuk alam orang mati, bagian tengan untuk alam orang hidup dan bagian atas untuk alam dewa dan para arwah leluhur[3].

Struktur Rumah Bale

Rumah Bale (Arsitektur Sumba) merupakan rumah adat atau rumah tradisional yang mempunyai sruktur sebagai berikut: 1) bagian pertama yaitu bagian bawah, bagian tengah, dan bagian atas yang mencerminkan simbol alam. Bagian bawah mewakil alam bawah, yakni  alam sebagai tempat arwah, alam tengah yaitu tempat hidup manusia yang melakukan berbagai kegiatan,  dan alam atas melambangkan tempat untuk para dewa yang bersifat sakral. Rumah tradisinal digunakan juga sebagai tempat kebaktian, pusat persekutuan sosial dan kegiatan ekonomi[1].

Bagian bawah rumah adat Sumba pada zaman dulu digunakan sebagai tempat menyimpan mayat, tetapi pada zaman sekarang tidak dilakukan lagi dan digunakan sebagai kandang ternak, entah ayam, kambing atau babi.

Atap rumah Bale tinggi menjulang mencapai 70 meter dari permukaan tanah, berbentuk seperti perahu terbalik dengan kemiringan sekitar 45 derajat.  

Arsitektur Sumba yang tradisional atau rumah adat mempunyai tiga bagian, yaitu bagian pertama atau bagian bawah, bagian tengah, dan bagian atas yang mencerminkan simbol alam,  yakni alam bawah yaitu  alam sebagai tempat arwah, alam tengah yaitu tempat hidup manusia yang melakukan berbagai kegiatan,  dan alam atas melambangkan tempat untuk para dewa yang bersifat sakral. Dan rumah juga merupakan tempat kebaktian dan pusat persekutuan sosial dan ekonomi.

Atap rumah Bale tinggi menjulang berbentuk seperti perahu dengan kemiringan sekitar 45 derajat.

Manfaat Bagian Rumah Bale

Bagian bawah Mengandangkan hewan ternak

Bagian tengah tempat tinggal manusia

Bagian atas

Filosofi Rumah Bale

Filosofi Arsitektur Sumba Sejarah pembangunan Sumba Timur tidak lagi dalam balutan budaya dan filosofi “Matawai Amahu Pada Njara Hamu”,


Referensi

  1. ^ a b c d "Arsitektur Sumba". kebudayaan.kemdikbud.go.id. 17 Desember 2015. Diakses tanggal 21/4/2019. 
  2. ^ "Wisata Budaya". sumbatimurkab.go.id. 2015. Diakses tanggal 21/4/2019. 
  3. ^ Kharisma, Isnaini (6 Agustus 2017). "Eksotisme Arsitektur Rumah Adat Sumba". harian.analisadaily.com. Diakses tanggal 21/4/2019.