Arsitektur tradisional Nusa Tenggara Timur

Revisi sejak 23 April 2019 04.59 oleh Rofinus EL (bicara | kontrib) (Arsitektur tradisional Nusa Tenggara Timur berasal dari beberapa suku yang mendiami pulau-pulau Timor, Flores, Sumba, Sabu dan pulau-pulau lain.)

Arsitektur Tradisional Nusa Tenggara Timur adalah rumah-rumah adat warisan budaya dari para leluhur dan tetap dipelihara dari generasi ke generasi  yang ada di kawasan provinsi  kepulauan Nusa Tenggara Timur yang menghuni rausan pulau dari seribu lebih pulau dengan 21 kabupaten dan 1 kota madia. Jadi Nusa Tenggara Timur adallah provinsi kepulauan dengan banyak suku dan bahasa daerah serta kesenian dan kebudayaan yang beragam namun hanya berapa suku dengan arsitektur tradisional, untuk mewakili suku-suku yang lain[1]

Arsitektur  Tradisional Berdasarkan Suku

Suku Dawan

Rumah tradisional di pulau Timor  yang terkenal  dimiliki suku Dawan, yaitu rumah tempat tinggal raja disebut Ume Usif atau Sonaf dan tempat tiggal orang biasa yang disebut Ume To Ana. Selain itu ada rumah ibadah yang terdiri dari 3 jenis yaitu: Ume nonoh ata Le-o, Ume Musu dan Ume Mnasi serta  rumah tempat musyawarah  dinamakan Ume Lopo atau Ume Buat (2).

Rumah tempat tinggal orang suku Dawan berbentuk bundar dengan atap kerucut. Luas rumah disesuaikan dengan kebutuhan dan status sosial ekonomi pemiliknya. Puncak atap berbentuk sanggul wanita atau palung terbalik yang disebut ume ba'i. Rangka atap yang berbentuk bulat yang disesuaikan dengan bentuk alam semesta, gambara bentangan langit yang melingkupi bumi.

Tiang kayu bulat dan kuat melambangkan kekuatan laki-laki, tanah, lantai rumah yang rata dan bulat melambangkan kelurusan hati. Di tengah rumah terdapat tungku tempat memasak dan  untuk menghangatkan ruangan pada musim dingin, sedangkan asap api untuk mengawetkan bahan makanan yang disimpan di loteng. Ruangan untuk tidur dibedakan antara kamar tidur untuk orang tua yang disebut mala tupamnasi, dan ruang tidur untuk anak gadis dinamakan halli ana'.(2)

Di depan rumah ada kayu bercagak tiga dan batu di atasnya adalah tempat meletakkan sesajian untuk nenek moyang, binatang cecak, buaya, kuda, bangau, ayam, ular burung elang, tokek, dan kakatua. Seperti halnya motif daun sirih, motif fauna pun mengandung arti yang terkait dengan kepercayaan. Suara cecak dikaitkan dengan pengambilan keputusan dalam suatu musyawarah, yaitu pertanda bahwa keputusan yang diambil tepat dan benar. Binatang kuda melambangkan kekuatan dan kekayaan, burung bangau dan burung elang melambangkan kekuasaan yang tinggi dan keberanian, Ular mewakili binatang sakral yang disembah. Gejala alam yang menjadi motif hiasan adalah motif matahari (Uis Neno), yang melambangkan kedudukan tinggi.

Orang suku Dawan mempunyai tempat pemujaan Ume Le'o' sebagai upacara khusus bagi keluarga untuk memohon kesuburan dan kebahagiaan kepada Tuhan. Ume Musu tempat panglima perang, dukun perang, atau kepala adat mengadakan upacara sebelum dan sesudah melakukan peperangan, dan Ume Mnasi adalah tempat menyimpan benda suci atau nono yaitu benda pusaka nenek moyang yang dianggap keramat.

Dalam rumah terdapat tiang keramat, yang dinamakan  ni mnasi yaitu tempat menggantungkan benda-benda keramat dan meletakkan sajian. Tempat upacara yang ada di luar rumah disebut Tol Uis Neno yaitu tempat menyembah Dewa Langit atau Dewa Matahari yang dinamakan Uis Neno. Tempat pemujaan lain adalah Nu'uf, yaitu tumpukkan batu berbentuk lingkaran yang terletak diatas bukit kecil di pinggir hutan, sebagai tempat meletakkan sajian bagi dewa langit.

  1. ^ "Kabupaten dan Kota se NTT". nttprov.go.id. Diakses tanggal 23/4/2019.