Gerakan Aceh Merdeka

organisasi militan di Indonesia
Revisi sejak 1 Mei 2019 15.24 oleh Teungku Ampon (bicara | kontrib) (Struktur GAM)

Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah RI dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro selama hampir tiga dekade bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada tanggal 2 Juni 2010, ia memperoleh status kewarganegaraan Indonesia, tepat sehari sebelum ia meninggal dunia di Banda Aceh.[1]

Gerakan Aceh Merdeka
Bendera GAM
Aktif4 Desember 1976 - 27 Desember 2005
NegaraIndonesia
AliansiNasional, separatis
PeranGerilya
MarkasKota, pegunungan, dan hutan di Aceh
PeralatanSenapan ringan dan dinamit
PertempuranPemberontakan di Aceh
Situs webwww.asnlf.org, www.unpo.org
Tokoh
Komandan saat iniHasan di Tiro (meninggal)

Tengku Abdullah Syafi'i (meninggal)

Muzakir Manaf - (Sampai 2005)
Insignia
Tanda pengenalBulan sabit dan bintang
Tanda pengenalBerinisial "GAM"

Garis waktu

Pada 4 Desember 1976 inisiator Gerakan Aceh Merdeka Hasan di Tiro dan beberapa pengikutnya mengeluarkan pernyataan perlawanan terhadap pemerintah RI yang dilangsungkan di perbukitan Halimon di kawasan Kabupaten Pidie. Diawal masa berdirinya GAM nama resmi yang digunakan adalah AM, Aceh Merdeka. Oleh pemerintah RI pada periode 1980-1990 nama gerakan tersebut dikatakan dengan GPK-AM. Perlawanan represif bersenjata gerakan tersebut mendapat sambutan keras dari pemerintah pusat RI yang akhirnya menggelar sebuah operasi militer di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang dikenal dengan DOM (Daerah Operasi Militer) pada paruh akhir 80-an sampai dengan penghujung 90-an, operasi tersebut telah membuat para aktivis AM terpaksa melanjutkan perjuangannya dari daerah pengasingan. Disaat rezim Orde Baru berakhir dan reformasi dilangsungkan di Indonesia, seiring dengan itu pula Gerakan Aceh Merdeka kembali eksis dan menggunakan nama GAM sebagai identitas organisasinya.

Konflik antara pemerintah RI dengan GAM terus berlangsung hingga pemerintah menerapkan status Darurat Militer di Aceh pada tahun 2003, setelah melalui beberapa proses dialogis yang gagal mencapai solusi kata sepakat antara pemerintah RI dengan aktivis GAM. Konflik tersebut sedikit banyak telah menekan aktivitas bersenjata yang dilakukan oleh GAM, banyak di antara aktivis GAM yang melarikan diri ke luar daerah Aceh dan luar negeri. Bencana alam gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 telah memaksa pihak-pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan mediasi oleh pihak internasional.

Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Martti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.

Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.

Meski, perdamaian tersebut, sejatinya sampai sekarang masih menyisakan persoalan yang belum menemukan jalan keluar. Misal saja berkait dengan Tapol/Napol Aceh yang masih berada di penjara Cipinang, Jakarta seperti Ismuhadi, dkk. Selain juga persoalan kesejahteraan mantan prajurit kombatan GAM yang cenderung hanya dinikmati oleh segelintir elit.

Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.


Ploklamator GAM

Tokoh-tokoh GAM

Perdana Menteri GAM

Kabinet / Kementerian GAM

Juru Bicara GAM

  • Sofyan Dawood : Juru Bicara Pusat GAM
  • Syardani M. Syarif : Juru Bicara GAM Wilayah Pasee
  • Jamaluddin Kandang : Juru Bicara GAM Wilayah Pasee
  • Irwansyah (GAM) : Juru Bicara GAM Wilayah Aceh Rayeuk
  • Teungku Elwe Dea  : Juru bicara GAM wilayah Pidie
  • Fauzan Azima : Juru bicara GAM wilayah Linge
  • Teungku Kartiwi Daud : Juru bicara GAM wilayah Lhok Tapaktuan[2]
  • Teungku Mansur : Juru bicara GAM wilayah Peureulak

Gubernur dan Wakil Gubernur GAM

  • dr Zubir Mahmud : Gubernur Wilayah Peureulak
  • Said Adnan : Gubernur GAM Wilayah Pasee [3]
  • Fakhruddin Ahmad : Gubernur GAM Wilayah Pasee
  • Dailami : Gubernur GAM Wilayah Linge
  • Yusri Sofyan : Wakil Gubernur GAM Wilayah Meureuhom Daya
  • Drs. M Aiyub Yunus : Wakil Gubernur GAM Wilayah Aceh Rayeuk[4]
  • Teungku Muhammad bin Arif : Gubernur GAM Wilayah Pidie.[5]
  • Tengku Arief : Gubernur GAM Wilayah Pidie
  • Teungku Zainal Abidin : Gubernur GAM wilayah Meulaboh
  • Hamid Idris : Gubernur GAM Wilayah Pidie[6]

Panglima GAM

Panglima Komando Pusat

Panglima Wilayah

  • Ishak Daud : Panglima GAM wilayah Peureulak
  • Fauzan Azima : Panglima GAM wilayah Linge
  • Muzakir Manaf : Panglima GAM wilayah Pasee
  • Darwis Jeunib : Panglima GAM wilayah Batee iliek
  • Tgk Zamzami Abdulrani S.Sos : Panglima GAM wilayah Meureuhom Daya [7]
  • Teungku Abdul Muthalib : Panglima GAM wilayah Meureuhom Daya.
  • Sarjani Abdullah : Panglima GAM wilayah Pidie
  • Kamaruddin Abubakar : Komandan Operasi Negara
  • Roni Ahmad : Panglima Muda Wilayah Pidie
  • Teungku Jauhari :Panglima GAM Wilayah Meulaboh
  • Teungku Samsul Bahri : Panglima Wilayah Meulaboh
  • Tgk. Dahlan : Komandan Operasi GAM Wilayah Meulaboh
  • Husaini  : Panglima Wilayah Batee Iliek


MP GAM

Selain GAM, pada masa konflik tersebut juga muncul sebuah gerakan tandingan yang dikendalikan dari luar negeri yang disebut dengan MP GAM. Gerakan tersebut kurang mendapat sambutan dari masyarakat luas di Aceh. Pada awal tahun 2000-an juru bicara gerakan tersebut tewas dalam sebuah aksi penembakan di Malaysia.

Hari umum

Sayap Militer GAM

  • Teuntra Neugara Aceh (TNA)
  • Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF)
  • Laskar Inoeng Balee

Markas Pusat GAM

Markas Komando Pusat berada di Tiro , Pidie.

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Otto Syamsuddin Ishak, dkk, Hasan Tiro: Unfinished Story of Aceh, Bandar Publishing-Banda Aceh, 2010
  2. ^ lintasgayo.co (2019-01-27). "Mantan-Mantan Jubir GAM Bertemu SBY, Ini Yang Dibahas!". Media Online Dataran Tinggi GAYO | lintasgayo.co (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-05-01. 
  3. ^ "Dua Anggota GAM Tewas Dalam Kontak Senjata". Tempo (dalam bahasa Inggris). 2004-01-16. Diakses tanggal 2019-05-01. 
  4. ^ "TNI Nyatakan Wakil Gubernur GAM Menyerah". Tempo (dalam bahasa Inggris). 2004-06-25. Diakses tanggal 2019-05-01. 
  5. ^ "Gubernur GAM Pidie Divonis Seumur Hidup". detiknews. Diakses tanggal 2019-05-01. 
  6. ^ sinarpidie.co. "Mengenal Mahfuddin Ismail, Mengenang Mantri Hamid - Figur - sinarpidie.co - mendalam dan terverifikasi". sinarpidie.co. Diakses tanggal 2019-05-01. 
  7. ^ "Mantan Panglima GAM Meureuhom Daya Jabat Kepala Baitul Mal Aceh". Serambi Indonesia. Diakses tanggal 2019-05-01.