Pacu jawi

balapan sapi tradisional di Tanah Datar, Sumatera Barat
Revisi sejak 2 Mei 2019 13.20 oleh HaEr48 (bicara | kontrib) (→‎Permainan: kembangkan)

Pacu jawi atau dapat disebut balapan sapi dalam bahasa Indonesia adalah sebuah atraksi permainan tradisional yang dilombakan di kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatra Barat, Indonesia.[1]

Pertunjukan pacu jawi
Pacu jawi, tampak samping

Setiap tahun, lomba balap sapi ini diselenggarakan secara bergiliran selama empat minggu di empat kecamatan di kabupaten Tanah Datar, yaitu kecamatan Pariangan, kecamatan Rambatan, kecamatan Lima Kaum, dan kecamatan Sungai Tarab.[2]

Pacu jawi telah ada sejak ratusan tahun lalu, yang pada awalnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh petani sehabis musim panen untuk mengisi waktu luang sekaligus menjadi sarana hiburan bagi masyarakat setempat.[3]

Berbeda dengan karapan sapi di pulau Madura yang diselenggarakan di lintasan yang kering, pacu jawi di kabupaten Tanah Datar diselenggarakan di sawah-sawah milik masyarakat setempat sehabis panen dan dalam kondisi berlumpur.[4] Uniknya, sepasang sapi hanya berlari sendiri tanpa lawan, bukan dengan pasangan lawan sebagaimana layaknya perlombaan. Dimana, penilaiannya adalah lurus atau tidak lurusnya sepasang sapi dalam berlari, disamping penilaian waktu tempuh lintasan.[5]

Selain itu, kegiatan ini juga dipadukan dengan tradisi masyarakat setempat, seperti penampilan tarian dan permainan alat musik tradisional.

Permainan

Walaupun namanya pacu jawi ("balapan sapi" dalam Bahasa Minang), acara ini tidak melombakan sapi-sapi melawan sapi lainnya secara langsung.[6] Setiap peserta, yaitu sepasang sapi yang dikendalikan oleh seorang joki, justru masing-masing bergantian berlari di sebidang sawah.[6] Sapi yang digunakan adalah sapi jantan berumur 2 hingga 13 tahun, berlari berpasangan dengan diikat ke sebuah alat bajak dari kayu, tempat sang joki berdiri.[6] Lintasan larinya adalah tanah berlumpur bekas sawah yang sudah kosong setelah dipanen.[6][7] Berbagai sumber (yang menyaksikan acara pacu jawi pada kesempatan berbeda) menyebut panjang lintasan yang berbeda-beda, mulai dari 60 meter,[6] 100 meter,[8] hingga 250 meter.[7] Lumpur di lintasan dapat mencapai kedalaman 30 cm.[6] Sapi-sapi ini terlatih untuk mulai berlari saat diberi aba-aba yaitu saat alat bajak yang terikat sudah menyentuh tanah dan diinjak seseorang.[6] Sang joki dapat berdiri dan mengendalikan sapi-sapi ini dengan cara memegang ekor kedua sapi, tanpa menggunakan pecut.[6][9] Tali yang mengikat kedua sapi ini dibuat longgar, sehingga sapi-sapi tersebut sering berlari dengan arah atau kecepatan yang berbeda. Sang joki dituntut untuk mengarahkan mereka agar berlari lurus, dan berusaha agar ia sendiri tidak terjatuh.[9]

Para penonton, yang sering termasuk turis mancanegara, menyaksikan acara ini dari tanah kering di pinggir sawah.[6] Bagian dari atraksi acara ini adalah perilaku sapi-sapi yang sulit diatur, sehingga joki sering jatuh atau harus melakukan manuver untuk mempertahankan diri dan mengarahkan sapi-sapi.[9] Kadang sang joki menggigit ekor salah satu sapinya agar berlari lebih cepat (terutama ketika sapi tersebut lebih lambat dibanding pasangannya).[9] Lumpur dapat terciprat ke mana-mana, termasuk ke arah penonton.[6] Kadang, sapi malah berbelok arah dan malah berlari ke arah penonton.[6] Tidak jarang terjadi cedera, terutama pada para joki.[7] Tidak ada pemenang yang dinyatakan secara resmi, tetapi penonton umumnya menilai sapi-sapi ini berdasarkan kecepatan, kekuatan, dan kemampuan berlari lurus.[6] Menurut tradisi, kemampuan berlari lurus ini penting untuk mengajarkan filosofi bahwa yang paling dapat dihargai, bukan hanya untuk sapi tetapi untuk manusia, adalah yang dapat mengikuti jalan yang lurus (Minang: luruih).[6][10]:2 Memiliki sapi yang dianggap handal dalam pacu jawi adalah sumber kebanggaan bagi warga setempat. Selain itu, sapi-sapi yang dinilai baik oleh penonton dapat meningkat nilai jualnya hingga dua atau tiga kali lipat harga biasa.[6][9] Keuntungan finansial ini adalah salah satu motivasi penting untuk para peserta.[6]

Sebuah acara paju jawi dapat diikuti ratusan sapi, termasuk sapi dari nagari tuan rumah maupun dari nagari-nagari lainnya.[6] Dinas Pariwisata Tanah Datar kini menyediakan dana dan truk untuk mengangkut sapi. Sebelum keterlibatan pemerintah, peserta dan sapi-sapinya dapat berjalan kaki hingga 50 kilometer (sering hingga semalaman).[6] Saat acara berlangsung, sapi-sapi yang tidak sedang berpacu ditambatkan di sebidang tanah, biasanya dekat garis finis.[8] Keberadaan sapi-sapi ini konon membantu sapi yang sedang berpacu untuk lebih cepat, karena ingin berkumpul dengan teman-temannya.[8]

Pesta

Acara pacu jawai diiringi dengan sebuah pesta desa (alek nagari) yang disebut alek pacu jawi ( ("pesta pacu jawi").[11][6] Pesta ini sering melibatkan sapi yang didandani suntiang (perhiasan kepala khas Minangkabau),[11] permainan musik seperti gendang tasa dan talempong pacik,[11] tari piring,[6] pasar dadakan,[6] permainan tradisional,[6] panjat pinang,[6] dan lomba layang-layang. Sebelum keterlibatan pemerintah, warga setempat melakukan urunan untuk menanggung seluruh biaya acara, tetapi sekarang sebagian biaya ditanggung Dinas Pariwisata Tanah Datar.[6]

Aksi berkecepatan tinggi, lumpur yang berterbanga, serta ekspresi joki yang khas (atas) menjadikan pacu jawi sebagai objek yang disukai para fotografer (bawah).[12]

Fotografi

Pacu jawi menarik minat fotografer nasional maupun internasional, dan beberapa foto dari acara ini telah memenangkan berbagai lomba foto.[12] Faktor yang menambah daya tarik fotografi dalam acara ini di antaranya aksi berkecepatan tinggi, lumpur yang berterbangang, serta postur dan ekspresi wajah joki yang khas.[12] Selain itu, Tanah Datar juga dikenal dengan pemandangan alamnya, termasuk Gunung Marapi, daerah perbukitan, hutan belantara, serta sawah-sawah.[12] Untuk mengambil foto yang bagus, para fotografer sering harus mendekat ke lintasan, dan mengambil risiko terkena cipratan lumpur atau tertabrak sapi.[13] Foto-foto pacu jawi telah menerima berbagai penghargaan seperti World Press Photo of the Year, Hamdan International Photography Award, serta Digital Camera Photographer of the Year oleh koran The Daily Telegraph.[14][15]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ berita.liputan6.com Pacu Jawi, Karapan Sapi Khas Minang. Diakses pada 6 November 2011.
  2. ^ www.sitinjaunews.com Ribuan Masyarakat Saksikan Pacu Jawi Di Tanah Datar. Diakses pada 6 Noveber 2011.
  3. ^ bali.antaranews.com Sapi Hias Dilombakan di Alek Pacu Jawi. Diakses pada 6 November 2011.
  4. ^ www.payakumbuhkota.go.id Pacu Jawi. Diakses pada 6 November 2011.
  5. ^ www.indonesia.travel/id Pacu Jawi di Sumatra Barat: Berpacu Kencang Sambil Menggigit Ekor Sapi. Diakses pada 6 November 2011.
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w Febrianti (2013). "Pacu Jawi: Berlari mengejar harga tinggi". Dalam Rita Nariswari et. al. Atraksi Budaya Nusantara. Pusat Data dan Analisa Tempo. 
  7. ^ a b c "Wet and wild: Indonesia mud bull races not for faint of heart". Gulf News. 2018-12-04. 
  8. ^ a b c Suzanti 2014, hlm. 3.
  9. ^ a b c d e Theodore Salim (2018-09-07). "Padang: Pacu Jawi Festival". TravelBlog. Expedia. 
  10. ^ Suzanti, Purnama (2014). "Daya tarik Pacu Jawi sebagai atraksi wisata budaya di Kabupaten Tanah Datar". Jurnal Nasional Pariwisata. Yogyakarta: Tourism Study Center, Gadjah Mada University. 6 (1): 1–7. doi:10.22146/jnp.6869. ISSN 1411-9862. 
  11. ^ a b c Nyoman Budhiana, ed. (2011-10-02). "Sapi Hias Dilombakan di "Alek Pacu Jawi"". Antara. 
  12. ^ a b c d Suzanti 2014, hlm. 5.
  13. ^ Suzanti 2014, hlm. 4.
  14. ^ "Joy at the end of the run: Sports Action, first price singles". World Press 2013 Photo Contest. World Press Photo. 2013. 
  15. ^ "Digital Camera Photographer of the Year 2009 winners". The Telegraph. 2009.