Kasus Jenggawah adalah kasus tanah yang terjadi di Desa Jenggawah, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember sekitar tahun 1970-an. Lahan-lahan petani hasil membuka hutan, sebagian diklaim menjadi tanah Hak Erfpacht perkebunan swasta Belanda bernama NV Landbouw Maatschappij Oud Jember (LMOD). Hak Erfpacht adalah hak untuk mengusahakan tanah untuk perkebunan pada masa kolonial Belanda berdasarkan UU Agraria Belanda (Agrarische Wet). Pemegang hak ini adalah orang-orang Eropa dan Timur Asing. Setelah Indonesia merdeka, tanah-tanah petani seluas 3.274 hektar diambil alih PTP XXVII untuk perkebunan tembakau. Hal ini dilakukan tanpa persetujuan petani. Setelah SK Hak Guna Usaha diperoleh pada 1970, PTP memaksa petani menyerahkan petok pajak atas tanah garapannya. Masyarakat dijanjikan mendapat sertifikat tanah. Perlawanan petani mengembalikan hak atas tanah dihambat dengan tindak kekerasan, intimidasi, dan penyiksaan yang dilakukan tentara dan polisi. Tujuh tokoh petani dipenjara pada tahun 1979 dan beberapa petani lagi dipenjara pada tahun 1981-1983. LBH Surabaya dan YLBHI mulai terlibat pada pembelaan petani Jenggawah pada sekitar tahun 1994 saat dimulainya perjuangan tahap 2 paska cooling down. Tahun 1998, perjuangan petani Jenggawah mulai menemui titik terang dengan dilepaskannya sebagian tanah PTPN X.[1]

Rujukan

  1. ^ Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,. Catatan akhir tahun Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tahun 2017 : demokrasi Indonesia dalam pergulatan. [Jakarta]. ISBN 9786021152188. OCLC 1084466979.