Luk thung

Genre musik asal Thailand

Luk thung, atau Phleng luk thung (bahasa Thai: ลูกทุ่ง or เพลงลูกทุ่ง, pengucapan [pʰlēːŋ lûːk tʰûŋ], yang diartikan sebagai "anak dari lagu alam terbuka", sering dikenali sebagai musik country khas Thailand.) adalah genre musik asal Thailand yang dihasilkan dari proses akulturasi yang terjadi pada masa Perang Dunia II di kawasan tengah Thailand. Genre ini merupakan turunan dari phleng Thai sakon, yang dikembangkan pada awal abad ke-20. Suphanburi menjadi daerah yang dikenal sebagai pusat dari luk thung, karena mencetak beberapa artis luk thung terkemuka, termasuk Suraphol Sombatcharoen dan Pumpuang Duangjan. Genre ini memiliki popularitas terbesar di kawasan timur laut Thailand,[1] karena adanya pengaruh tradisi musik mor lam dan Bahasa Isan.

Lagu-lagu Luk thung biasanya berisi lirik yang puitis dan menggambarkan gaya hidup pedesaan, kebudayaan dan pola sosial di Thailand. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan dengan penggunaan vibrato dan aksen yang unik, serta diiringi dengan instrumen-instrumen barat seperti brass dan instrumen elektronik, bersamaan dengan Instrumen musik tradisional Thailand seperti khaen dan phin. Tema-tema yang muncul dalam lagu-lagu luk thung biasanya adalah kemiskinan desa, romantisme cinta, keindahan pemandangan desa, kepercayaan agama, budaya tradisional, dan krisis politik.

Rekaman pertama yang dianggap sebagai luk thung adalah, lagu "Mae Saao Chaao Rai" ('Petani Wanita'), yang dikarang oleh Hem Vejakorn untuk Suraphol Sombatcharoen pada tahun 1938. Lagu ini merupakan lagu tema untuk drama radio berjudul "Saao Chaao Rai" ('Petani Wanita'). Istilah luk thung pertama kali dipopulerkan pada 1 Mei 1964 oleh Chamnong Rangsikul yang membawakan program televisi "Phleng Luk Thung" yang tayang di Channel 4.[2]

Sejarah

Asal

 
Konser Luk thung dengan para penari Haang Kreuang

Luk thung berasal dari ragam musik yang lebih lama yaitu phleng Thai sakon, yang mengadopsi karakteristik musik barat seperti orkestra dan instrumen elektronik yang mulai dikenal saat masa kekuasaan Raja Rama IV. Phleng Thai sakon kemudian berevolusi sepanjang masa kekuasaan Raja Rama V, dan banyak ditampilkan dalam beberapa pertunjukan langsung dan dalam film. Pada tahun 1903, lagu dari Atiphob Pataradetpisan yang berjudul "Waltz Pleumchit" ('Waltz untuk Pikiran yang Gembira') direkam sebagai lagu Sakon Thailand pertama.

Selama pemerintahan Perdana Menteri Plaek Phibunsongkhram (1938-1944), phleng Thai sakon dijadikan propaganda pemerintah untuk memperluas pengaruh ideologi politik dan modernisasi di Thailand. Pada tahun 1939, Eua Sunthornsanan membentuk grup musik Sakon pertama di Thailand bernama Suntharaporn, yang beranggotakan musisi yang tidak lagi menjadi musisi kerajaan menyusul kudeta 1932. Eua Sunthornsanan lalu menjadi Kepala Orkestra Utama Thailand dan menjadi Kepala Bidang Permusikan Departemen Hubungan Masyarakat. Ia mendominasi industri musik saat itu dengan mengarang lebih dari 2.000 lagu, menjadikannya sebagai tokoh paling terkemuka dari phleng Thai sakon. Beberapa lagunya yang terkenal berjudul "Phleng Wattanatum" ('Lagu kebudayaan'), "Phleng Faai" ('Lagu kapas'), dan "Phleng Saang Thai" ('Lagu Pembangunan Thailand').[3]

Pada tahun 1944, tarian Ramvong dikenalkan oleh Departemen Seni Rupa pemerintahan Phibunsongkhram dalam bentuk sepuluh "Ramvong Matrathan" ('tarian melingkar standar') untuk menyaingi tarian barat. Hal ini muncul setelah Phibunsongkhram dan istrinya, La-iat, melihat tarian penampilan tarian "Ramthon" ('Tarian gendang') saat mengunjungi Provinsi Phetchabun dan wilayah-wilayah di sekitarnya. Catatan pengamatan yang dilakukan oleh La-iat yang menjadikan dasar pembentukan Ramvong Matrathan tersebut. Hal inilah yang menjadi titik awal cikal-bakal luk thung di masa depan. Setelah itu Ramvong menjadi sukses pada satu dekade setelah pertengahan. Ramvong inilah yang membuat para penampil dan seniman seperti Tumthong Chokchana (alias Benjamin), yang lahir di Ubon, dan Chaloemchai Sriruecha, yang lahir di Roi Et, masuk dalam industri musik Thailand dan menjadi tokoh yang mempengaruhi warna wilayah timur laut Thailand dalam pembentukan luk thung pada awal kemunculannya.[2]

Generasi pertama

Setelah Perang Dunia II, Thailand mengalami pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan inflasi di seluruh penjuru negara, dan mengakibatkan krisis pasokan beras. Namun, industri hiburan pulih dengan cepat, sehingga para artis dapat menlanjutkan karier musiknya. Perang Dunia II memberikan pengaruh pada tren musik, lebih tepatnya lirik yang dibentuk dari masa-masa ini banyak membahas krisis sosial dan tekanan pemerintah setelah perang, selain juga ada bahasan ekonomi dan politik.

Generasi pertama ini muncul pada periode 1945 hingga 1957. Gaya baru musik Sakon ini bercabang menjadi dua yaitu Luk Thung yang terkenal di pedesaan dan Luk Krung (berati "Anak kota") di perkotaan. Bentuk awal luk thung disebut phleng talat ('musik pasar'), atau juga disebut phleng chiwit ('musik kehidupan'). Istilah phleng talat digunakan untuk lagu luk thung yang populer di pasar-pasar dan festival-festival. Sedangkan phleng chiwit digunakan untuk merujuk pada lagu luk thung yang isi liriknya merefleksikan gaya hidup dan bahasan yang bersifat sosial. Artis phleng chiwit yang awal terkenal adalah Saeng Napha Boonra-Sri, Saneh Komanchun, dan Suraphol Sombatcharoen.

Istilah luk thung semakin terkenal pada tahun 1964. Berdasarkan Prakob Chaipipat, manajer saluran televisi Channel 4, "pada 11 Mei 1964, Jumnong Rangsikul membuat program televisi bernama "Phleng Chao Baan" ('lagu rakyat') dan mendatangkan tiga artis phleng talat yaitu, Porm Pirom, Pongsri Woranuch, dan Toon Tongjai. Namun, program ini dihentikan oleh Ajin Panjapan, karena respon yang kurang memuaskan. Pada Desember 1964, Jumnong Rangsikul menghidupkan kembali program ini dan berganti nama menjadi "Phleng Luk Thung" ('Anak musik alam terbuka'). Setelah berjalan enam bulan barulah tayangan ini mendapat respon yang baik dari masyarakat. Lebih dari itu, program ini membuat acara televisi bertajuk luk thung menjadi tren. "Luk Thung Krung Thai" ('Luk thung Ibukota Thailand') kemudian tayang di Channel 4. Musik Luk thung meraih popularitas secara nasional, membuat artis-artis dan lagu-lagu untuk ragam musik ini semakin banyak.[4]

Era emas luk thung

Suraphol Sombatcharoen menjadi tokoh yang berperan penting dalam perilisan rekaman-rekaman lagu luk thung pada akhir 1950-an, menjadikan luk thung meraih popularitas tertingginya. Hal ini menjadikannya sebagai "Raja Luk Thung". Ia menciptakan lebih dari 100 songs, termasuk hits pertamanya, "Nam Da Sow Vienne" ('Air Mata Wanita Laos') dan lagu lainnya seperti "Sieow Sai" ('Nyeri sakit perut'), "Kong Bplom" ('Barang Palsu') dan "Sao Suan Taeng" ('Perempuan di Kebun Mentimun').

Pada Februari 1966, Somyot Thassanaphan menjadi artis luk thung pertama yang memenangkan Thai Royal Golden Disk Award dengan lagu "Chor Tip Ruang Tong" ('Buket Emas dari Tuhan'), yang dikarang Payong Mookda.

Era film musikal

Pada 1970, setelah diluncurkannya film berjudul "Monrak Luk Thung" ('Mantra Cinta Luk Thung'), yang disutradarai oleh Rangsi Thatnopyak dan dibintangi Mitr Chaibancha dan Petchara Chaowarat, semakin mempopulerkan luk thung ke seluruh penjuru Thailand. Hal ini juga menyebabkan meningkatnya film-film yang menampilkan musik luk thung didalamnya dan memberi kesempatan kepada artis-artis baru. Beberapa film lain yang terkenal adalahe "Mae Sri Phai" ('Ibu Sri Phai') dan "Thung Setti" ('Jutawan Desa'). Lalu ada lagi film berjudul "Tone", yang dibintangi artis pendatang baru kala itu, Sangthong Sisai. Lagu-lagu Sangthong berisi lagu dengan ritme dan tempo yang enerjik, salah satunya adalah lagu berjudul, "Lung Sang Thong" ('Paman Sang Thong').

Selama masa pemerintahan Thanom Kittikachorn, lagu-lagu yang tercipta kebanyakan membahas pemerintahan yang korup. Lagu "Yom Mabarn Jao Ka" ('Raja Neraka') membuat penyanyinya Buppha Saichol menjadi artis yang sukses dikala itu karena membawakan materi lagu yang menunjukkan ketidaksetujuan terhadap pemerintah.

Konser dan Haang kreuang

Beberapa waktu belakangan, kelompok penari latar yang berpakaian ala barat (yang disebut haang kreung) menjadi komponen esensial dari konser luk thung. Pumpuang Duangjan adalah artis luk thung paling terkenal pada masa itu. Ia memelopori gaya baru musik tersebut dengan mencampurkan luk thung dengan musik pop Thailand sehingga menghasilkan dengan apa yang disebut luk thung elektronik. Lagu pertamanya adalah "Phleng Kaew Raw Pi" ('Kaew, tunggu aku'), yang diikuti oleh hits-hits lainnya. Ia lalu dianugerahi gelar "Ratu Luk Thung".

Artis Luk thung

Referensi

  1. ^ Sattar, M. "Mor Lam and Luk Thung: A guide to Bangkok's Thai folk music scene" (6 January 2012). CNN Travel. Diakses tanggal September 4, 2015. 
  2. ^ a b Mitchell, J.L. (2015). Luk Thung The Culture and Politics of Thailand's Most Popular Music, Silkworm Books, Bangkok , Thailand, ISBN 978-616-215-106-4
  3. ^ Krobthong, S. (October 2004). วิวัฒนาการเพลงลูกทุ่งในสังคมไทย [The Evolution of Luk Thung Music in Thai Society]. Bangkok: Panthakit Publishing Co., Ltd. ISBN 974-92139-7-1. 
  4. ^ Damronglert, J. (1990). วรรณกรรมเพลงลูกทุ่ง [Literature of Luk Thung Music]. Thammsat Printing House, Bangkok: Thai Khadi Research Institute. ISBN 974-572-447-5.