Pleret, Bantul
Pleret (bahasa Jawa: Plèrèd) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, terletak sekitar 13 km dari ibu kota Kabupaten Bantul. Kecamatan ini terbagi kepada 5 desa dan 47 pedukuhan. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian petani. Saat terjadi gempa bumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006, kecamatan ini kehilangan 684 jiwa (data 30/05/06) sehingga merupakan kecamatan dengan korban jiwa terbanyak di Bantul.
Pleret | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Daerah Istimewa Yogyakarta | ||||
Kabupaten | Bantul | ||||
Pemerintahan | |||||
• Panewu | Sunarto, SH | ||||
Populasi | |||||
• Total | 34,020 jiwa | ||||
Kode Kemendagri | 34.02.13 | ||||
Kode BPS | 3402110 | ||||
Luas | 22,97 km² | ||||
Kepadatan | 8.163 jiwa/km² | ||||
Desa/kelurahan | 5 | ||||
|
Kecamatan Pleret sangat khas dengan wisata kulinernya, yang terkenal adalah sate klatak. sate ini kini bukan hanya menjadi ikon Pleret, namun sudah menjadi ikon D.I. Yogyakarta. Sate klatak sendiri adalah sate yang dimasak tanpa bumbu, dan dimakan dengan kuah. Pusat dari kuliner sate klatak berada di sepanjang Jalan Imogiti Timur sebelar utara perempatan Jejeran dan juga di Pasar Wonokromo di sebelah selatan perempatan Jejeran
Tradisi juga sangat kental di daerah ini, di antaranya yang paling terkenal adalah Rabu Pungkasan. Rabu Pungkasan adalah festival tradisional yang diadakan setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar(Bulan Jawa). Tradisi ini awalnya diadakan untuk menyambut para tamu KH Faqih, seorang pendiri desa Wonokromo yang terkenal dengan pengobatannya, yang berdatangan untuk berobat. pengobatan itu berupa kungkum(berendam) di pertemuan Kali Opak dan Kali Gajahwong. Makanan khas yang dihidangkan saat Rabu Pungkasan adalah lemper, sehingga sebagai penutupan upacara Rabu Pungkasan tersebut, diarak sebuah lemper raksasa untuk kemudian dibagikan kepada warga.
Pembagian administratif
Terdapat 5 desa di Pleret, yaitu:
Sejarah
Tahun 1647, Susuhunan Amangkurat I dari Mataram membangun kraton baru di Plered, dan pindah ke sana dari kraton lama di Karta, yang dibangun Sultan Agung antara tahun 1614 dan 1622. sehingga, Pleret pada saat itu dijadikan Ibu kota Mataram Lama