Wali penguasa
Wali penguasa (bahasa Arab: ولي, walī; bahasa Inggris: regent; bahasa Latin: regens;[1] "[yang] berkuasa"[2]) adalah "pihak yang ditunjuk untuk mengelola negara atas nama penguasa karena penguasa yang resmi kurang dapat memegang kendali negara sebagaimana mestinya karena berbagai sebab.[3] Masa pemerintahan seorang wali penguasa disebut dengan masa perwalian. Pihak yang ditunjuk sebagai wali dapat berupa perseorangan atau sekelompok orang yang disebut dengan dewan perwalian.
Istilah dalam bahasa Inggris untuk peran ini, regent, biasanya digunakan dalam konteks monarki. Beberapa istilah lain yang juga memiliki makna yang serupa dengan wali penguasa adalah "pemangku raja" atau "pemangku takhta."
Makna
Wali berasal dari bahasa Arab yang bermakna "pemelihara", "pelindung", "penolong", dan "teman."[4] Dalam konteksnya sebagai wali penguasa, istilah ini dapat disepadankan dengan istilah regent dalam bahasa Inggris, yang diambil dari bahasa Latin, regens, yang bermakna "yang berkuasa."
Di dalam agama Islam, wali juga dapat merujuk orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, tetapi bukanlah seorang nabi. Untuk wali dalam konteks ini, dapat dilihat di halaman wali.
Sejarah
Sepanjang sejarah, ada beberapa sebab yang menyebabkan penguasa tidak dapat memegang kendali negara sebagaimana yang seharusnya, seperti usianya yang masih terlalu belia, tidak berada di tempat, atau memang tidak cakap. Dengan keadaan seperti ini, maka dibutuhkan pihak yang dapat memegang kendali negara demi terjaganya stabilitas nasional. Dalam konteks monarki, biasanya pihak yang paling berhak menjadi wali penguasa adalah kerabat dekat penguasa, seperti orangtua atau pasangan. Bila tidak ada kerabat dekat yang mampu mengambil peran tersebut, maka para menteri atau pejabat tinggi dapat memilih salah satu atau beberapa di antara mereka untuk membentuk dewan perwalian.
Dalam prakteknya, seseorang dapat berperan sebagai wali penguasa tanpa penunjukkan resmi. Hal ini seringnya terjadi bila pihak yang menjadi wali adalah kerabat penguasa sendiri.
Usia
Usia menjadi salah satu faktor utama para penguasa tidak dapat menjalankan perannya sebagaimana semestinya. Dalam sistem monarki turun-temurun, sangat mungkin seorang penguasa akan mangkat dan meninggalkan pewaris yang masih di bawah umur. Dalam keadaan seperti ini, biasanya ibu suri (ibu dari penguasa yang baru) dipandang menjadi pihak yang paling berhak menjadi wali penguasa.
- Bairam Khan, panglima Mughal. Menjadi wali bagi Kaisar Akbar yang naik takhta saat masih belia.
- Kösem Sultan, Ibu Suri Turki Utsmani. Menjadi wali bagi putranya, Sultan Murad IV, dan kemudian cucunya, Sultan Mehmed IV.
- Cixi, Ibu Suri Dinasti Qing. Menjadi wali bagi putranya, Kaisar Tongzhi, yang selain terlalu muda dari segi usia, juga terbukti tidak cakap dalam mengurus negara saat mulai dipasrahkan berbagai urusan negara. Cixi kemudian juga menjadi wali bagi keponakannya, Kaisar Guangxu, yang juga naik takhta saat usia belia.
- Yi Ha-eung (Heungseon Daewongun). Menjadi wali bagi putranya, Gojong, Raja Joseon.
Kecakapan
Dalam sistem monarki turun-temurun, biasanya penentuan pewaris sudah ditetapkan dalam hukum dan biasanya hal itu ditetapkan atas dasar urutan kelahiran, bukan kecakapan. Anak pertama penguasa biasanya memiliki hak paling besar atas takhta daripada saudara-saudaranya, meski dalam segi kecakapan, bisa jadi dia bukanlah orang yang cakap dalam memerintah. Keadaan demikian memungkinkan orang yang tidak cakap naik takhta, sehingga dibutuhkan seorang wali dalam menjalankan perannya. Ketidakcakapan ini juga lahir karena masalah penyakit, baik penyakit fisik maupun mental.
- Margaret dari Anjou, Permaisuri Inggris. Berperan sebagai wali penguasa bagi suaminya, Raja Henry VI.
- George, Pangeran Britania Raya. Menjadi wali bagi ayahnya, Raja George III yang terkena penyakit mental. Setelah George III mangkat, Pangeran George naik takhta sebagai Raja George IV.
- Myeongseong, Permaisuri Joseon. Berperan sebagai wali bagi suaminya, Raja Gojong.
Absennya penguasa
Di masa lalu, penguasa sangat sering merangkap sebagai panglima tertinggi. Hal ini menjadikan dirinya juga turut serta ke garis depan saat pertempuran. Dengan keadaan seperti ini, urusan pemerintahan di ibu kota harus diberikan kepada pihak lain demi terciptanya stabilitas.
- Blanca, Ibu Suri Prancis. Menjadi wali bagi putranya, Raja Louis IX, baik saat masa awal kekuasaan putranya yang saat itu masih belia, juga saat Sang Raja meninggalkan Prancis untuk turut serta dalam Perang Salib.
- Katherine dari Aragon, Permaisuri Inggris. Menjadi wali saat suaminya, Raja Henry VIII, berada di Prancis pada 1513.
Daftar pustaka
- ^ Harper, Douglas. "regency". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2014-08-18.
- ^ Harper, Douglas. "regent". Online Etymology Dictionary. Diakses tanggal 2014-08-18.
- ^ Oxford English Dictionary
- ^ Hans Wehr, h. 1289