Arjuna (seri televisi)

seri televisi Indonesia tahun 2015

Arjuna (sinetron) adalah sinetron kolosal produksi MD Entertainment yang ditayangkan .

Arjuna
Berkas:Arjuna TPI.jpg
PembuatMD Entertainment
PengembangMD Entertainment
SutradaraFindo Purwono HW
Penggubah lagu temaHarry Budiman
Lagu pembukaArjunaku, Sarah Saputri
Lagu penutupArjunaku, Sarah Saputri
Penata musikMD Music
Negara asal Indonesia
Bahasa asliIndonesia
Jmlh. musim1
Jmlh. episode14 (daftar episode)
Produksi
Produser eksekutifShania Punjabi
Liliana Tanoesoedibjo
Arya Sinulingga
ProduserDhamoo Punjabi
Manoj Punjabi
Hary Tanoesoedibjo
Lokasi produksiJakarta
Durasi60 - 90 menit (21:00 - 22:30 WIB)
Rilis asli
Jaringan
Format audioStereo
Dolby Digital 5.1
RilisSenin, 8 Juni 2015 –
22 Juni 2015

Pemeran

Pemeran Peran
Rico Verald Arjuna
Dewi Octaviany Sembadra
David Chalik Yudhistira
Puadin Redi Bima
Ario Gumilang Nakula
Agung Saga Sadewa
Fitri Ayu Maresa Drupadi
Deivy Zulyanti Nasution Kunthi
Pandudewanata
Barry Prima Bhisma
Alex Sukamto Destarastra
Shirin Safira Gandari
Widura
Choky Adriano Duryudana
Reyden Afexi Dursasana
Arief Nilman Burisrawa
Novi Harau Citraksa
Tommy Raja Citraksi
Dian Sidik Karna
Chairil JM Abiyasa
Ryan Deye Sengkuni
Muhamad Nurul Huda Durna
Teddy Uncle Drupada (Sucitra)
Maliq Firmansyah Cakil
Wan Afox Semar
Ganis Djoko Bagong
Sentot Bege Petruk
Nurul Bento Gareng

Sinopsis Global

Ketika hendak melahiran Arjuna, sebuah cahaya keluar dari perut Dewi Kunti. Lantas terbang ke awan dan menghilang. Arjuna lahir tanpa nyawa. Kerajaan Amarta heboh, Pandu Dewanata sangat sedih. Yudistira, sang kakak sulung yang berhati lembut juga terpukul. Sedang Bima kakak keduanya yang berangasan sangat marah. Dia akan mengobrak-abrik kahyangan, menganggab ra dewa tidak adil, tetapi Semar menyadarkan dan menasehatinya.

Di sisi lain, Keluarga Korawa sangat senang. Mereka berharap Anak-anak Pandu yang lain juga mati, karena kelak akan menjadi pesaing mereka.

Semar, sang pamomong lalu menyarankan pada Pandu agar naik ke Kahyangan, untuk mengadukan masalah itu pada Batara Guru. Pandu pun berangkat ke Kahyangan.

Ternyata cahaya yang keluar dari perut Kunti adalah sukma Arjuna. Sukma itu muncul di Kahyangan Kawidaren, tempat para bidadari, berujud seorang pemuda yang bernama Wiji Mulya. Semua bidadari jatuh cinta pada ketampanan Wiji Mulya. Kegemparan tersebut menimbulkan kemarahan para dewa yang lalu menyerangnya. Terjadi pertarungan. Ternyata Wiji Mulya sangat sakti, tidak mudah dikalahkan. Pada saat itu Prabu Pandu muncul di kayangan dan meminta kembali putranya. Betara Guru memberi kesaktian pada Arjuna. Lalu berpesan pada Pandu agar menjaga puteranya. Mereka diperkenankan balik ke bumi.

Arjuna tumbuh menjadi remaja. Bersama keempat saudaranya: Yudistira, Bima, Nakula dan Sadewa, dia rajin belajar olah kanoragan. Ia menuntut ilmu pada siapapun. Antara lain pada Resi Dorna, Begawan Krepa, Begawan Kesawasidi, Resi Padmanaba, dan banyak pertapa sakti lainnya.

Selain mengajari Pandawa, Resi Dorna juga menjadi guru para Korawa, saudara sepupu Pandawa yang berjumlah seratus orang, dan berwatak jahat. Namun, keluarga Pandawa lebih pintar dari Korawa. Mereka dengan cepat menguasai pelajaran yang diberikan Resi Dorna.

Korawa mendekati Dorna secara khusus, sering memberinya hadiah. Membuat Dorna pilih kasih. Dia lebih konsen pada Korawa. Tapi, Pandawa tetap lebih baik dari Korawa.

Khusus untuk Arjuna, dia sangat berbakat dalam memanah. Itu sebabnya Resi Dorna menghadiahi senjata ampuh yang bernama panah Cundamanik dan Arya Sengkali.

Sementara itu di Kerajaan Paranggelung ada seoran raja muda bernama Bambang Ekalaya, atau Palgunadi yang sangat mengidola pada Dorna. Dia ingin belajar memanah pada orang tua itu. Namun Dorna sudah berjanji tidak akan mengajari memanah pada siapapun, kecuali pada Arjuna.

Ekalaya lantas membuat patung Dorna, diletakan di tempat latihan. Di depan patung Dorna, Bambang Ekalaya rajin belajar memanah, seakan dibawah pengawasan dan bimbingan Dorna. Dengan semangat tinggi,Ekalaya akhirnya menguasai ilmu memanah

Arjuna berkelana sampai di negeri Paranggelung. Ia bertemu dengan seorang wanita cantik bernama Anggraeni. Arjuna langsung jatuh cinta. Ternyata Anggraeni sudah bersuami, dan suaminya adalah Bambang Ekalaya.

Terjadilah kesalahpahaman hingga berlanjut ke pertarungan. Keduanya sama-sama sakti. Dari pertarungan tangan kosong hingga adu senjata, tetapi tidak ada yang kalah. Sampailah dengan saling adu kepiaweian memanah. Dalam adu panah, ternyata Bambang Ekalaya lebih unggul.

Arjuna terpental. Lalu mengadu pada Dorna. Ia beranggapan gurunya telah ingkar janji, katanya tidak akan pernah mengajari memanah pada siapapun selain Arjuna. Resi Dorna lalu pergi menemui Prabu Ekalaya. Ekalaya jujur mengatakan kalau dia penggemar Resi Dorna, tetapi karena ia tak dapat berguru secara langsung, ia menciptakan arca Dorna di istananya untuk diajak bicara dan berlatih. Oleh Dorna hal tersebut dianggap sebagai sikap yang tidak pantas. Maka sebagai gantinya Resi Dorna minta Cincin Mustika Ampal yang telah tertanam di ibu jari Ekalaya. Oleh Dorna jari tersebut dipotong lalu di tempelkan pada jari Arjuna. Sejak itulah Arjuna memiliki enam jari pada tangan kanannya. Hal ini dalam bahasa Jawa disebut siwil. Kadangkala Arjuna juga dipanggil Siwil oleh Bima.

Arjuna dan Ekalaya bertemu lagi. Mereka meneruskan duel panah. Kali ini Arjuna lebih unggul. Ekalaya terkapar sekarat. Saat itu dia menyadari kalau telah diperdaya oleh Dorna. maka sebelum mati ia bersumpah akan membalas dendam pada Dorna kelak dalam Perang Baratayuda. Melihat kematian suaminya, Anggraeni pun bunuh diri. Arjuna menyesali kejadian itu.

Kehebatan keluarga Pandawa membuat Korawa iri hati dan khawatir. Karena mereka memang berniat menguasai kerajaan Hastina, yang sebetulnya menjadi hak Pandawa. Korawa selalu berusaha menyingkirkan Pandawa dengan berbagai cara, baik dengan kekerasan maupun kelicikan, tetapi Pandawa selalu bisa menggagalkannya.

Suatu saat sebuah turnamen diadakan untuk menentukan perajurit yang terkuat setelah ‘lulus’ dari pendidikan Dorna. Pandawa selalu menang atas kemampuan Korawa. Dan Arjuna sebagai yang terbaik.

Duryodana takut pada mereka. Terutama takut kalau Pandawa minta haknya, yaitu tahta Hastina yang mereka kuasai. Pada saat itu muncullah seorang pemuda bernama Karna. Kunti yang ikut menyaksikan turnamen itu sangat kaget, karena wajah pemuda itu sangat mirip dengan Arjuna. Apalagi pemuda itu mengenakan anting dan baju besi, mengingatkan Kunti pada salah seorang putra pertamanya yang dibuang.

Benar, pemuda itu memang putra Kunti. Saat Kunti masih remaja, dia mendapat mantra dari Resi Durwasa untuk memanggil Dewa. Dewa yang dipanggilnya akan memberiknya seorang putra yang mempunyai sifat baik menyamai dewa tersebut. Karena penasaran, Kunti mencoba mantra tersebut dan memanggil dewa Surya. Ketika Surya menampakkan diri didepannya, Kunti terpesona. Karena terikat mantra Durvasa, Surya memberinya seorang anak secemerlang dan sekuat ayahnya, walaupun Kunti sendiri tidak menginginkan anak. Dengan kesaktian Surya, Kunti tetap tidak ternodai keperawanannya. Sang bayi tidak lahir dari kemaluannya Dan bayi tersebut adalah Karna. Dia lahirr dengan baju besi dan anting-anting akti yang melindunginya.

Kunti berada dalam posisi yang memalukan, sebagai seorang ibu seorang anak tanpa ayah. Karena tidak mau menanggung malu ini, ia meletakkan Karna ke dalam keranjang dan menghanyutkannya bersama dengan perhiasannya, berdoa agar bayi tersebut selamat.

Bayi Karna terhanyut di sungai dan ditemukan oleh seorang kusir kereta bernama Adhiratha. Adhiratha dan istrinya Radha membesarkan Karna sebagai anak sendiri dan memberinya nama Basusena karena baju besi dan antingnya. Adhiratha tidak pernah menyembunyikan kenyataan bahwa mereka bukan orang tua Karna yang sebenarnya.

Kini Karna berada di hadapan Arjuna. Arjuna dan keempat saudaranya tidak tahu kalau Karna adalah kakak kandung mereka, lain ayah.

Karna menantang Arjuna. Tanpa sepengetahuan Pandawa dan Korawa, Karna adalah juga murid Dorna, tetapi dia dididik di tempat terpisah.

Pertanding berlangsung. Karna dapat mengimbangi semua keahlian Arjuna. Untuk menentukan pemenang yang sesungguhnya, Karna menantang Arjuna untuk bertempur satu lawan satu di mana kemenangan salah satu pihak ditentukan dengan kematian lawannya. Dengan alasan bahwa Karna berasal dari kasta yang lebih rendah dari Arjuna, Dorna menolak usul Karna tersebut. Duryodhana, sulung Korawa juga raja Hastina yang memang menyimpan iri dan takut kepada Pandawa seketika memberikan tahta kerajaan Anga salah satu daerah takukannya pada Karna. Seketika derajad Karna naik, menjadi seorang raja. Dengan demikian Karna pantas menantang Arjuna berduel sampai mati. Hadiah dari Duryodhana ini menanamkan kesetiaan Karna pada Korawa. Tapi, karena sesuatu hal duel tersebut tetap tidak terwujud. Namun, bibit permusuhan antara keduanya telah tertancap hingga berakhir dengan kematian Karna di Perang Bharata Yuda kelak.

Korawa bersama Sangkuni merumuskan rencana untuk menyingkirkan pandawa. Mereka mengajak Pandawa bermain dadu. Yudistira menyanggupi. Tapi, Pandawa bermain curang, sehingga Yudistira selalu kalah. Sampai akhirnya tahta pun dipertaruhkan. Yudistira kalah lagi. Korawa menjarah istana Amarta, sampai-sampai Sengkuni serta Dursasana melecehkan Drupadi dan Kunti dilecekan. Kunti mengutuk, tidak akan memakai kemben sebelum mendapatkan kulit Sengkuni. Sedang Drupadi ersumpah, tidak akan menanggul rambutnya, kecuali dengan darah Dursasana.

Bima dan Arjuna mengamuk. Korawa kocar-kacir.

Setelah mengadakan perdamaian, Korawa mengundang Pandawa berunding soal pembagian wilayah kerajaan. Pandawa sangat senang. Mereka berangkat ke sebuah tempat yang sudah disepakati, Yaitu Bale Sigala-gala. Ternyata di tepat pertemuan itu sudah dipersiapkan sarana penjebakan. Setiap sudut dan tempat-tempat tersembunyi mereka taruh mesiu serta bahan mudah terbakar.

Pandawa dating. Korawa menambut dengan meriah, menjamu dengan makanan, minuman dan tarian. Tanpa disadar Pandawa, ternyata makanan dan minuman sudah ditaburi obat tidur. Para Pandawapun tertidur, kecali Bima. Korawa membakar Bale sigala-gala. Bima ngamuk, tetapi api semakin besar, pandangan mata terhalang asap Korawa melarikan diri.

Bima menyelamatkan saudara-saudaranya, tetapi sudah menemukan jalan keluar. Pada saat yang kritis itu, muncullah seekor arangan putih(Sejenis muang). Binatang jilmaan itu membua terowonganbawah tanah, mengajak Pandawa menyelamatkan diri lewat terowongan bawah tanah. Mereka selamat. Garangan putih adalah penjelmaan seorang dewa

Korawa mengira pandawa sudah tewas. Mereka berpesta pora.

Jauh di perut bumi terdapat kerajaan SAPTAPERTALA kerajaan ular. Prabu Antaboga rajanya berjud seekor ular naga sedang dihadap putrinya, Dewi Nagagini. Sang Dewi mengaku telah bermimpi ketemu seorang ksatria tangguh, bernama Bima.

Antaboga pergi mencari ksatria yang dimaksud. Bertemulah dia dengan Bima dan saudara-saudaranya. Bima lantas dinikahkan dengan Nagagini (Kelak melahirkan Antareja).

Arjuna sedang mencari air, ditemani para Punokawan. Mereka sampai di sebuah sendang. Nah, di sendang tersebut ada seorang wanita, pengantin baru yang belum cinta kepada suaminya yang bernama Sagotra. Arjuna lalu mengganggu wanita itu. Sang wanita marah lalu mengadu kepada suaminya. Sagotra akan mencari dan membunuh pengganggu itu, tetapi dia butuh tenaga untuk menghadapi lawannya. Sagora yuruh isterinya masak dulu. Setelah masak, hidangan disajikan pada Sagotra dengan penuh kasih

Setelah makan, Sagotra mencari Arjuna. Terjadi perang tanding. Namun sebelum pertarungan berakhir, Arjuna melompat mundur, lalu mengatkan kalau dia tidak enar-benar menggoda isterinya. Dia tahu wanita itu belum bisa mencintai Saotra, dengan ulahnya, maka wanita itu berlingdung pada suaminya, dengan demikian dia sudah bisa benare-benar mencintaiSagotra. Sagotra sadar dan berterimakasih pada Arjuna. Kelak dia akan membantu Arjuna dalam perang. Arjuna menyambut dengan senang hati. Arjuna kembali setelah mendapat air sakti dari sendang.

Arjuna sampai pada saudara-saudaranya. Mereka kemudian makan dan minum air sendang. Tapi, setelah minum semuanya mati, kecuali Semar. Semar marah, air sendang dikeringkan. Bathara Brama datang, minta agar Semar tidak mengeringkan air sendang. Semar mau tidak mengeringkan air sendang, asal semua yang mati dihidupkan kembali. Pandawa hidup kembali. Arjuna diberi pusaka bernama Brahmastra oleh Bathara Brama. Kemudian Bathara Brahma kembali ke Kahyangan. Sebelumnya mereka nyuruh Pandawa ngungsi ke Wiratha.

Pandawa pun pergi ke Wirata Drupadi isteri Yudistira ikut serta. Dengan menyamar sebagai orang desa, Pandawa memasuki istana Wirata, di mana Prabu Matswapati bertahta. Pandawa berharap dapat diterima menjadi abdi kerajaan Wirata.

Mereka datang ke Istana Wirata tidak berbarengan, tetapi satu persatu.

•Yudistira menyamar menjadi Brahmana dengan nama Tanda Dwijakangka, atau Kangka. Kangka ditugaskan sebagai penasehat Prabu Matswapati

•Bima menyamar dengan nama Bilawa, ditugaskan sebagai tukang jagal, dan juru masak Istana. Akrab dipanggil dengan panggilan Jagal Abilawa.

•Arjuna menyamar sebagai guru tari di keputren Wirata, dengan nama Kandi Wrehatnala. Dalam penyamaran ini Arjuna berdandan layaknya seorang waria.

•Nakula menyamar sebagai paketik, tugasnya menyiapkan kuda-kuda yang akan ditunggangi para Pangeran Wirata. Dia menggunakan nama samaran Darmaganti

•Sadewa menjadi Tantripala, bertugas mengembala ternak sapi

•Dewi Drupadi istri Yudistira menyamar menjadi Nyai Salindri mendapat tugas sebagai juru rias istana.

Pada masa penyamaran tersebut, banyak peristiwa yang dialami oleh Para Pandawa. Kehadiran Salindri diistana Wirata membuat hati Patih Kicakarupa jatuh cinta, Ia minta kepada Salindri untuk melayani nafsunya. Salindri mengatakan bahwa ia adalah istri seorang gandarwa. Kicakarupa tidak percaya jawaban Salindri. Patih Kicakarupa ingin membuktikan kebenaran cerita Salindri. Salindri memberikan waktu, agar Patih Kicakarupa datang sendiri diwaktu tengah malam,ditepi sungai, pasti akan bertemu dengan suami Salindri. Salindri menemui Bilawa agar membantu untuk menyelesaikan perkaranya dengan Patih Kicakarupa. Bilawa tidak keberatan dan siap membantunya.Waktu tengah malam, Patih Kicakarupa berangkat juga ke tepi sungai. Benar juga, Patih Kicakarupa bertemu dengan gandarwa yang tinggi besar.Gandarwa minta agar Kicakarupa untuk mengurungkan niat bejadnya, agar tidak mengganggu Salindri istrinya. Tetapi Kicakarupa tidak mau, lebih baik mati daripada meninggalkan Salindri. Terjadilah perkelahian antara Kicakarupa dan Bilawa yang mengaku gandarwa. Patih Kicakarupa terdesak mundur, dan melarikan diri setelah dihajar oleh Jagal Abilawa/Bima yang menyamar menjadi gandarwa.

Huru-hara terjadi di Wirata. Kicakarupa, Rupakenca dan Rajamala melakukan kudeta, minta dengan paksa agar Prabu Matswapati turun dari tahta Kerajaan dan Kincaka yang akan menggantikannya. Prabu Matswapati tidak bersedia. Hampir terjadi perang saudara,namun Kincaka masih berpikiran sedikit waras. Bila perang terjadi akan banyak jatuh Korban, maka Kicakarupa akhirnya minta agar di Wirata diadakan adu jago, untuk menentukan siapa yang berhak menjadi Raja Wirata.

Pemilik jago yang menang layak menjadi Raja Wirata. Kicakarupa, menentukan adiknya Rajamala, untk menjadi jagonya. Sedangkan Prabu Matswati belum menemukan jagonya. Adu jago itu direncanakan satu pekan lagi. Prabu Matswapati minta pendapat Kangka siapa yang pantas dijadikan jago Wirata. Kangka mengusulkan Jagal Abilawa. Prabu Matswapati setuju.

Pada hari yang ditentukan Rajamala dan Bilawa pun bertanding. Rajamala sulit untuk ditundukkan.Suatu saat Rajamalapun lengah, Bilawa mencengkeram dan merobek dada dan perut Rajamala, hingga tewas. Kicakarupa dan Rupakica membawa jasad Rajamala ke sendang Panguripan. Mayat Rajamala di masukkan kedalam sendang. Luar biasa, setelah tersentuh air sendang Panguripan Rajamala hidup kembali, demikian terjadi sampai ber ulang kali. Sementara itu tenaga Bilawa terkuras habis. Karena setiap kali bisa membunuh Rajamala, Rajamala pasti hidup lagi. Kandhi Wrehatnala, melihat gelagat kurang baik dari kubu musuh, segera mendekati Salindri dan memberikan pusaka Brahmastra kepada Salindri untuk dimasukkan kedalam sendang Panguripan. Sesuai dengan pesan Kandi Wrehatnala, Salindri mendekati sendang tersebut, Beberapa prajurit orang orangnya Kicakarupa mengawasi setiap orang yang memasuki sendang.Salindri pura pura mengambil air pancuran, yang biasa untuk memasak air. Ketika penjaga lengah, Salindri memasukkan pusaka Brahmastra kedalam sendang Panguripan.

Rajamala tewas kembali dalam adu jago melawan Bilawa. Rajamala digotong lagi oleh kedua kakaknya ke sendang Panguripan, lalu dimasukkan kedalamnya. Mereka terkejut ketika melihat adiknya Rajamala tidak hidup lagi, malahan tubuhnya hancur lebur dan hilang di dalam telaga yang airnya sedang panas mendidih.Kicakarupa dan Rupakica marah kepada Bilawa. Bilawa dikerubut Kicakarupa dan Rupakica. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Jagal Bilawa membabat Kicakarupa dan Rupakica, sehingga keduanya tewas. Setelah kematian Kicakarupa dan kedua adiknya, situasi di Wirata kembali tenang.

Prabu Susarma, sekutu Kicaka dari negeri Trigarta terkejut mendengar berita itu. Prabu Susarma tidak terima dengan kematian Kicakarupa dan kedua adiknya. Prabu Susarma menjumpai sekutunya yang lain, yaitu Prabu Duryodana dari negeri Hastinapura, mereka bersatu untuk menghancurkan Wirata.

Kesatria Wirata, Seta, Utara dan Raden Wratsangka menyiapkan diri untuk menahan serangan Prabu Susarma yang dibantu Negeri Hastinapura.

Pasukan Trigarta dan Hastinapun sampai di batas Negeri Wirata. Terjadilah peperangan yang luar biasa. Peperangan pada mulanya berjalan berimbang. Namun dengan penambahan pasukan yang terus menerus dari negeri Hastina, pertahanan Wirata pun jebol.

Pasukan Wirata dapat diundurkan dari medan laga.Melihat keadaan itu, Utara mundur sambil bertahan, Utara masuk dalam kaputren. Utara ingin maju lagi, tetapi dengan kereta perang. Tetapi tidak ada seorang laki laki yang bisa mengendarai kereta perang. Mendengar itu, Kandhi Wrehatnala (Ajuna) siap menjadi sais Utara. Utara tidak mau, disaisi seorang waria. Secepat kilat Kandhi Wrehatnala menarik tangan Utara naik kereta perang, dan dengan kecepatan tinggi Kandhi Wrehatnala mengendarai kereta perang ke medan laga. Utara berkali kali menyarangkan panah panahnya pada musuh musuhnya yang hampir memasuki kotaraja Wirata. Sementara di sekitar tapal batas, Seta dan Wratsangka masih mengawal pasukan Wirata bertahan, jangan sampai musuh menjebol pertahanan di Kotaraja. Tiba tiba Kandhi Wrehatnala membelokkan Kereta perangnya ke persimpangan jalan. Utara menjadi marah dan menuduh Kandhi Wrehatnala mau melarikan diri. Kadhi Wrehatnala memerintahkan Utara untuk diam, dan Utara harus menuruti kehendak Kandhi Wrehatnala, apabila Utara mau menghendaki kemenangan dalam peperangan ini. Kandhi Wrehatnala menghentikan kereta perangnya di sebuah goa. Kandi Wrehatnala, memasuki goa. Ia mencari sesauatu di sudut goa. Ada semacam bungkusan bergelantungan di langit langit goa. Kandhi Wrehatnala mengambilnya. Ternyata bungkusan yang bergantungan di langit goa itu adalah senjata senjata Arjuna. Rupanya sewaktu mennjalani hukuman buang di hutan Arjuna menyimpan pusaka pusakanya dalam bungkusan dan digantungkan dilangit langit goa. Kandhi Wrehatnala keluar dari dalam goa, menaiki keretanya, Kandi Wrehatnala, duduk di belakang sebagai senapati perang. Sedangkan Utara disuruhnya menjadi kusir Kandhi Wrehatnala, Kandhi Wrehatnala dengan kesaktian bagai Arjuna, mencengangkan, kesatria Hastina dan Trigarta, juga kesatria Wirata. Adipati Karna dan Pandita Durna, tidak ragu lagi. kalau Kandhi Wrehatnala adalah Arjuna. Kandhi Wrehatnala terus menggasak lawan lawannya hingga pasukan Trigarta dan Hastinapura meninggalkan bumi Wirata.

Sementara itu di Istana Wirata, Prabu Matswapati, sedang berbincang-bincang dengan Penasehatnya,Tanda Dwijakangka. Prabu Matswapati memperkirakan peperangan antara Wirata dengan Trigarta dan Hastina, pasti dimenangkan oleh Wirata. Dan orang yang bisa mengusir masuh dari Wirata pasti Utara. Tanda Dwijakangka, memberi jawaban, bahwa Pasukan Wirata telah berhasil mengalahkan pasukan dari Trigarta dan Hastinapura. Tetapi satria yang berhasil mengundurkan musuh adalah Kandhi Wrehatnala. Mendengar itu, Prabu Matswapati marah bukan kepalang. Tutup dadu yang berada di dekatnya, diambilnya, dan dipukulkan ke muka Tanda Dwijakangka. Darah segar mengucur dari hidung dan mulut Kangka. Tapi, darah itu berwarna utih. Semuanya kaget.

Tidak lama kemudian datanglah Utara memasuki ruangan ayahnya. Ayahnya senang menyambut Utara sebagai pahlawan Wirata. Tetapi Utara menolaknya, karena yang berhasil mengundurkan pasukan Trigarta dan Hastina bukan Utara tetapi Kandhi Wrehatnala (Arjuna). Sedangkan penasehat Prabu Matswapati yang duduk disebelah ayahandanya adalah Yudistira. Prabu Matswapati, tertegun dan terkejut. Prabu Matswapati menyesali perbuatannya, memukul muka Yudistira, hingga berdarah. Utara memanggil seluruh Pandawa, untuk menghadap Prabu Matswapati.

Semua penyamaran yang dilakukan oleh Pandawa selama ini, sekarang terbuka sudah. Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa telah berkumpul menghadap Prabu Matswapati. Ternyata Matswapati adalah kakek mereka. Pandawa menyampaikan rasa terimakasihnya yang tak terhingga, dan mohon maaf telah membohongi Eyangnya selama menyamar di Wirata. Prabu Matswapati merasa tidak ada masalah selama Pandawa di Wirata, justru Pandawa yang telah menyelamatkan Wirata dari kehancuran.

Arjuna pergi bertapa di gunung Indrakila dengan nama Begawan Mintaraga. Di saat yang sama Prabu Niwatakaca dari kerajaan Manimantaka naik ke Kahyangan, minta pada Dewa agar Dewi Supraba dijadikan istrinya. Saat itu tak ada seorang dewapun yang dapat menandingi kehebatan Prabu Niwatakaca dan Patihnya Ditya Mamangmurka. Menurut para dewa, hanya Arjunalah yang sanggup menaklukan raja raksasa tersebut. Batara Indra lalu mengirim tujuh bidadari untuk memberhentikan tapa dari Begawan Mintaraga. Ketujuh bidadari tersebut adalah Dewi Supraba sendiri, Dewi Wilutama, Dewi Leng-leng Mulat, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki, Dewi Gagarmayang dan Dewi Surendra. Tetapi ketujuh bidadari tersebut tetap saja tidak berhasil menggerakkan sang pertapa dari tempat duduknya. Setelah ketujuh bidadari tersebut kembali ke kayangan dan melaporkan kegagalannya, tiba-tiba munculah seorang raksasa besar yang mengobrak-abrik gunung Indrakila. Oleh Ciptaning, Buta tersebut di sumpah menjadi seekor babi hutan. Lalu babi hutan tersebut dipanahnya. Disaat yang bersamaan panah seorang pemburu yang bernama Keratapura. Setelah melalui perdebatan panjang dan perkelahian, ternyata Arjuna kalah. Arjuna lalu sadar bahwa yang dihadapinya tersebut adalah Sang Hyang Siwa atau Batara Guru. Ia lalu menyembah Batara Guru. Oleh Bataar Guru Arjuna diberi panah Pasopati dan diminta mengalahkan Prabu Niwatakaca.

Ternyata mengalahkan Prabu Niwatakaca tidak semudah yang dibayangkan. Arjuna lalu meminta bantuan Batari Supraba. Dengan datangnya Dewi Supraba ke tempat kediaman Prabu Niwatakaca, membuat sang Prabu sangat senang karena ia memang telah keseng-sem dengan sang dewi. Prabu Niwatakaca yang telah lupa daratan tersebut menjawab semua pertanyaan Dewi Supraba, sedang Arjuna bersembunyi di dalam gelungnya. Pertanyaan tersebut diantaranya adalah di mana letak kelemahan Prabu Niwatakaca, sang Prabu dengan tenang menjawab, kelemahannya ada di lidah. Seketika itu Arjuna muncul dan melawan Prabu Niwatakaca. Karena merasa di permainkan, Prabu Niwatakaca membanting Arjuna dan mengamuk sejadi-jadinya. Saat itu Arjuna hanya berpura-pura mati. Ketika Niwatakaca tertawa dan sesumbar akan kekuatannya, Arjuna lalu melepaskan panah Pasopatinya tepat kedalam mulut sang prabu dan tewaslah Niwatakaca.

Arjuna lalu diangkat menjadi raja di kayangan Tejamaya, tempat para bidadari selama tujuh hari (satu bulan di kayangan = satu hari di dunia). Arjuna juga boleh memilih 40 orang bidadari untuk menjadi istrinya di mana ketujuh bidadari yang menggodanya juga termasuk dalam ke-40 bidadari tersebut dan juga Dewi Dresnala, Putri Batara Brahma. Selain itu Arjuna juga mendapat mahkota emas berlian dari Batara Indra, panah Ardadali dari Batara Kuwera, dan banyak lagi. Arjuna juga diberi kesempatan untuk mengajukan suatu permintaan. Permintaan Arjuna tersebut adalah agar Pandawa jaya dalam perang Baratayuda. Hal ini menimbulkan kritik keras dari Semar yang merupakan pamong Arjuna yang menganggap Arjuna kurang bijaksana. Menurut Semar, Arjuna seharusnya tidak egois dengan memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan keturunan Pandawa lainnya. Dan memang benar, kesemua Putra Pandawa yang terlibat dalam Perang Baratayuda tewas.

Kendati Arjuna adalah seorang berbudi luhur namun ia tetap tidak dapat luput dari kesalahan. Hal ini menyangkut hal pilih kasih. Saat putranya Bambang Sumitra akan menikah dengan Dewi Asmarawati, Arjuna terlihat acuh tak acuh. Oleh Semar, lalu acara tersebut diambil alih sehingga pesta tersebut berlangsung dengan sangat meriah dengan mengadirkan dewa-dewa dan dewi-dewi dari kayangan. Arjuna kemudian sadar akan kekhilafannya dalam hal pilih-pilih kasih. Suatu pelajaran yang dapat dipetik disini adalah sebagai orang tua hendaknya tidak memilih-milih kasih pada anak-anaknya.

Dalam perang Baratayuda Arjuna menjadi senopati Agung Pandawa yang berhasil membunuh banyak satriya Kurawa dan juga senotapi-senopati lainnya. Yang tewas di tangan Arjuna antara lain Raden Jayadrata yang telah membunuh putra kesayangannya yaitu Abimanyu, Prabu Bogadenta, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Burisrawa, dan Adipati Karna.

DalaM PERANG Bharata Yuda, Arjuna pegang peran penting dan kunci kemenangan Pandawa atas Korawa. Dia berhasil mengalahkan senapati Hastina yang paling kuat, yaitu Karna. Setelah karna tewas, barulah ia mengerti kalau kara adalah kakak pertamanya, yaitu putra Kunti dari ayah yang lain. Semuanya sedih. Tidak hanya Karna, tai juga guru mereka, kakek tersayang (Bisma) dan putra-putra Pandawa.

Setelah Perang Baratayuda berakhir, Dewi Banowati yang memang telah lama menjalin kasih dengan Arjuna kemudian diperistrinya.

Saksikan Arjuna, hanya di MNC TV, Televisi Keluarga Anda yang Makin Indonesia, Selalu di Hati, dan Makin Asyik Aja.

Pranala luar

Sinopsis Arjuna