Hukum acara
Hukum acara (dikenal juga sebagai hukum prosedur atau peraturan keadilan) adalah serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur tata cara dijalankannya persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Hukum acara dibuat untuk menjamin adanya sebuah proses hukum yang semestinya dalam menegakkan hukum.
Hukum acara berbeda dengan hukum materil yang mengatur mengenai substansi hukum itu sendiri, yang pada gilirannya akan diuji melalui hukum acara. Dalam hal ini, beberapa pakar mendefinisikan hukum acara sebagai "cara mempertahankan" sebuah hukum.[1][2]
Hukum acara pada umumnya mengatur cabang-cabang hukum yang umum, seperti hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Masing-masing negara yang memiliki yurisdiksi dan kewenangan mahkamah yang beragam memiliki aturan yang berbeda-beda pula.
Gambaran umum
Meskipun perkara-perkara hukum diselesaikan dengan cara yang berbeda-beda, hukum acara di seluruh dunia umumnya memiliki unsur-unsur yang serupa. Hukum acara memastikan ditegakkannya hukum secara adil dan semestinya. Tanpa adanya keadaan luar biasa, sebuah pengadilan tidak dapat menghukum, secara pidana atau perdata, seorang subjek hukum yang belum/tidak diberitahu mengenai dakwaan yang dikenakan atas mereka, atau yang tidak mendapatkan peluang secara adil untuk membela diri dan mengajukan pembuktian. Hukum acara mengatur tata cara dan susur galur pendakwaan, pemberitahuan, pembuktian, dan pengujian hukum materil demi terlaksananya hukum.
Pada intinya, hukum acara juga mengatur mengenai cara terbaik untuk mendistribusikan sumber daya hukum secara adil dan merata. Dalam hukum Amerika Serikat, misalnya, kasus-kasus pidana diprioritaskan atas kasus perdata, karena terdakwa dalam kasus pidana berpeluang untuk kehilangan kemerdekaannya, sehingga harus diberikan peluang pertama untuk disidangkan perkaranya (primum remedium). Hal ini berkebalikan dengan hukum Indonesia, di mana hukum pidana bersifat sebagai ultimum remedium (solusi terakhir), sehingga kasus pidana disidangkan sebagai jalan terakhir setelah seluruh perkara hukum lain telah selesai.[3]
Hukum acara Indonesia
Pada dasarnya, hukum acara di Indonesia terbagi atas:
- hukum acara pidana, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
- hukum acara perdata, yang diatur oleh Undang-undang Kekuasaan Kehakiman;
- hukum acara Peradilan Agama, yang diatur oleh Undang-undang Peradilan Agama;
- hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara, yang diatur oleh Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara;
- hukum acara Mahkamah Konstitusi, yang diatur oleh Undang-undang Mahkamah Konstitusi.[4]
Selain produk-produk hukum yang disebutkan di atas, hukum acara di Indonesia juga diatur oleh peraturan-peraturan subsidair lainnya, yang mengatur hal-hal khusus, seperti Undang-undang Mahkamah Agung, Undang-undang Perkawinan, Undang-undang Peradilan Umum, dan yurisprudensi, peraturan, dan instruksi Mahkamah Agung.
Rujukan
- ^ Robert Kolb (hlm. 871-908), General Principles of Procedural Law, dalam Andreas Zimmerman [ed.] et al. (2006), "The Statute of the International Court of Justice: a Commentary", Oxford: Oxford University Press.
- ^ Thomas O. Main (2010), "The Procedural Foundation of Substantive Law", Scholarly Works of UNLV Law Paper 741.
- ^ Titis Anindyajati et al (2015), "Konstitusionalitas Norma Sanksi Pidana Sebagai Ultimum Remedium Dalam Pembentukan Perundang-undangan", Jurnal Konstitusi Vol. 12 No. 4, hlm. 872-892.
- ^ Abi Jam'an Kurnia (2 April 2019). "Aturan Seputar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi". HukumOnline.com, diakses 9 Juli 2019.
Bibliografi
- Benjamin N. Cardozo (1921), "The Nature of the Judicial Process". New Haven: Yale University Press.