Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-: "tanpa", dan nomos: "hukum" atau "peraturan". Anomie adalah "kondisi di mana masyarakat tidak memberikan petunjuk moral yang banyak kepada individu".[1] Hal ini berkembang dari konflik sistem kepercayaan dan menyebabkan rusaknya hubungan sosial antara seorang individu dan komunitas (baik sosialisasi primer maupun ekonomi). Untuk seseorang, ada kemungkinan berlanjut kepada kemampuan yang abnormal untuk menyatu dalam situasi normatif dunia sosial e.g., skenario personal tanpa aturan yang berakhir pada fragmentasi identitas sosial dan penolakan nilai.[2]

Istilah ini secara umum dipahami sebagai "ketiadaan norma" dan dipercaya dipopulerkan oleh Durkheim dalam bukunya yang berpengaruh, Le Suicide (1897). Namun, Durkheim pertama kali memperkenalkan konsep anomie dalam karyanya pada tahun 1893, De la division du travail social. Durkheim tidak pernah menggunakan istilah "ketiadaan norma"; ia mendeskripsikan anomie sebagai"kekacauan" dan "keinginan yang tak terpuaskan".[3] Durkheim menggunakan istilah "penyakit dari yang tanpa batas" karena hasrat tanpa batas tidak akan pernah terpenuhi, melainkan hanya akan semakin intens.[4]

Menurut Durkheim, anomie muncul secara umum dari ketidakcocokan antara standar personal atau kelompok dan standar sosial yang lebih luas, atau ketiadaan etika sosial, yang membuat deregulasi moral dan ketiadaan aspirasi yang logis. Ini adalah kondisi hasil nurtur:

Sebagian besar sosiolog mengasosiasikan istilah ini dengan Durkheim, yang menggunakan konsep ini untuk membicarakan bagaimana tindakan individu sesuai, atau terintegrasi, dengan sistem norma dan praktik sosial... anomie adalah ketidakcocokan, bukan hanya ketiadaan norma. Oleh karena itu, masyarakat dengan kekakuan yang terlalu besar dan kebijakan individu yang kecil juga dapat menghasilkan suatu anomie...[5]

Sejarah

Pada tahun 1893, Durkheim memperkenalkan konsep anomie untuk mendeskripsikan ketidakcocokan kerja kelompok pekerja kolektif terhadap kebutuhan masyarakat yang kian berkembang ketika kelompok itu homogen dari segi komponennya. Ia menyamakan keahlian homogen (redundan) dengan solidaritas mekanis yang inersianya adaptasi yang terlambat. Ia membedakannya dengan perilaku regulasi diri sebuah divisi kerja yang berdasar pada perbedaan konstituen, disamakan dengan solidaritas organik, yang ketiadaan inersianya menghasilkan sensitivitas terhadap perubahan yang diperlukan.

Durkheim mengobservasi bahwa konflik antara divisi kerja organik yang berkembang dan tipe mekanis yang homogen sedemikian rupa sehingga salah satu dari mereka tidak dapat ada sementara yang lain ada.[6]

Ketika solidaritas adalah organik, anomie tidak mungkin terjadi.[7] Sensitivitas terhadap kebutuhan satu sama lain meningkatkan pengembangan divisi kerja. "Produsen, dekat dengan konsumen, dapat dengan mudah menghitung jangkauan kebutuhan yang akan dipuaskan. Keseimbangan terjadi tanpa masalah dan produksi mengatur dirinya sendiri."[7] Durkheim membedakan anomie sebagai hasil kegagalan solidaritas organik setelah transisi kepada solidaritas mekanis:

Namun kebalikannya, jika lingkungan opaque diinterposisikan... hubungan jarang, tidak cukup terulang... terlalu sebentar-sebentar. Kontak tidak lagi cukup. Produsen tidak lagi dapat menangkap pasar dalam sekejap, tidak juga dalam pemikiran. Ia tidak lagi dapat melihat batasannya karena, boleh dikatakan, tidak terbatas. Dengan demikian, produksi tidak terkekang dan tidak teregulasi.[7]

Penggunaan istilah anomie oleh Durkheim adalah mengenai fenomena industrialisasi—regimentasi massa yang tidak dapat beradaptasi karena inersianya sendiri—perlawanannya terhadap perubahan, yang menyebabkan siklus disruptif perilaku kolektif, e.g. ekonomi, karena kebutuhan pembangunan panjang tenaga atau momentum yang cukup untuk mengatasi inersia.

Kemudian pada tahun 1897, dalam penelitiannya terhadap bunuh diri, Durkheim mengasosiasikan anomie dengan pengaruh ketiadaan norma atau norma yang terlalu kaku. Namun, ketiadaan norma atau norma yang terlalu kaku tersebut adalah gejala anomie, yang disebabkan oleh ketiadaan adaptasi diferensial yang memungkinkan norma berkembang secara alami karena regulasi diri, baik sehingga norma terbentuk dari ketiadaan norma maupun norma yang menjadi kaku dan kuno berubah.

Pada tahun 1983, Robert K. Merton menghubungkan anomie dengan deviance dan berargumen bahwa tidak bersambungnya budaya dengan struktur berkonsekuensi disfungsional menyebabkan deviancedalam masyarakat. Ia mendeskripsikan lima tipe deviance dalam istilah penerimaan atau penolakan tujuan sosial dan alat adat dalam menggapainya.[8]

Etimologi

Kata ini, "pemakaian kembali dengan ejaan Prancis 'anomy'",[9] berasal dari bahasa Yunani ἀνομία "tanpa hukum",[10][11] yaitu prefiks privatif alfa (a-"tanpa") dan "nomos" (hukum). Pengguna bahasa Yunani membedakan "nomos" (νόμος, hukum) dan "arché" (ἀρχή; aturan pemula, aksiom, prinsip). Misalnya, penguasa monarki adalah pemerintah tunggal tetapi ia masih merupakan subjek, tidak bebas dari, hukum yang ada, i.e. nomos. Pada demokrasi negara kota yang asli, aturan mayoritas adalah bagian arché karena berdasar pada kekuasaan, sistem kebiasaan, yang mungkin atau tidak mungkin menciptakan hukum, i.e. nomos. Maka dari itu, maksud awal anomie adalah mendefinisikan apa saja atau siapa saja yang bertentangan atau di luar hukum, atau kondisi yang mana hukum yang berlaku tidak diterapkan menghasilkan keadaan yang tidak sah atau tanpa hukum.

Pemahaman bahasa Inggris kontemporer terhadap "anomie" dapat mencakup fleksibilitas yang sangat besar atas "norma" dan sebagian orang menggunakan ketiadaan norma untuk mencerminkan situasi yang mirip dengan anarki. Namun, digunakan oleh Durkheim dan teoris kemudian, anomie adalah reaksi yang bertentangan terhadap atau pengunduran diri dari kontrol sosial masyarakat yang berkaitan dengan pengaturan, dan merupakan konsep yang sepenuhnya terpisah dari anarki, yangn tersusun atas ketiadaan peran penguasa dan pengikut.

Anomie sebagai kekacauan pada diri individu

Émile Durkheim, sosiolog perintis yang berasal dari Prancis abad ke-19, mengadopsi kata ini dari filsuf Prancis Jean-Marie Guyau dan menggunakannya dalam bukunya Le Suicide (1897) yang menguraikan sebab-sebab sosial (bukan individual) bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh perubahan cepat standar atau nilai dalam masyarakat (sering disalahartikan sebagai ketiadaan norma), dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini bertentangan dengan teori bunuh diri sebelumnya yang mempertahankan bahwa bunuh diri ditimbulkan oleh peristiwa negatif dalam kehidupan individu dan depresi yang mengikutinya.

Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia berpendapat bahwa pembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang kebaikan komunitas yang lebih luas.

Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama suatu masyarakat tertentu tetapi tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan struktural masyarakat. Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri.

Menurut sebuah survei akademik, uji psikometrik mengonfirmasi hubungan antara anomie dan ketidakjujuran akademik pada mahasiswa universitas, menunjukkan bahwa universitas perlu membantu perkembangan kode etik pada mahasiswa untuk mengekang hal ini.[12] Dalam penelitian lain, anomie dipandang sebagai "faktor pendorong" dalam pariwisata.[13]

Anomie sebagai kekacauan masyarakat

Kata ini (kadang-kadang juga dieja "anomy") digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama.

Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.

Anomie sebagai kekacauan sosial tidak boleh disalahartikan sebagai "anarki". Kata "anarki" menunjukkan tidak adanya penguasa, hierarki, dan komando, sementara "anomie" menunjukkan tidak adanya aturan, struktur, dan organisasi. Banyak penentang anarkisme mengklaim bahwa anarki belum tentu mengakibatkan anomie dan pemerintahan dengan hierarki sesungguhnya meningkatkan ketiadaan hukum, bukan keteraturan (lih. misalnya Law of Eristic Escalation). Sebagian penganut anarko-primitivisme berargumen bahwa masyarakat yang kompleks, khususnya masyarakat industrial dan pascaindustrial, secara langsung menyebabkan kondisi seperti anomie dengan mencabut determinasi diri dan grup rujukan yang relatif kecil, seperti kelompok, marga, atau suku dari individu.

Kamus Webster 1913, sebuah versi yang lebih tua, melaporkan penggunaan kata "anomie" dalam pengertian "ketidakpedulian atau pelanggaran terhadap hukum".

Anomie dalam sastra dan film

Dalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi hilangnya system yang lama. Ia berada dalam keadaan anomie, seperti yang terlihat dalam apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: "Aujourd'hui, maman est morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas." ("Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu.”) Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya dengan seorang pastur Katolik yang berseru, “Apakah engkau ingin hidupku tidak bermakna?”

Dostoevsky, yang karyanya seringkali dianggap sebagai pendahulu filosofis bagi eksistensialisme, seringkali mengungkapkan keprihatinan yang sama dalam novel-novelnya. Dalam The Brothers Karamazov, tokoh Dimitri Karamazov bertanya kepada sahabatnya yang ateis, Rakitin, "...tanpa Allah dan kehidupan kekal? Jadi segala sesuatunya sah, mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai?’" Raskolnikov, anti-hero dari novel Dostoevsky Kejahatan dan Hukuman, mengungkapkan filsafatnya ke dalam tindakan ketika ia membunuh seorang juru gadai tua dan saudara perempuannya, dan belakangan merasionalisasikan tindakannya itu kepada dirinya sendiri dengan kata-kata, "... yang kubunuh bukanlah manusia, melainkan sebuah prinsip!"

Yang lebih belakangan, protagonis dari film Taxi Driver karya Martin Scorsese dan protagonis dari Fight Club, yang aslinya ditulis oleh Chuck Palahniuk dan belakangan dijadikan film, dapat dikatakan mengalami anomie.

Pranala luar

  • (Inggris) "Anomie" dibahas dalam Arsip Émile Durkheim.
  1. ^ J., Macionis, John (2011). Sociology (edisi ke-7th Canadian ed). Toronto: Pearson Canada. ISBN 9780137001613. OCLC 434559397. 
  2. ^ Editors, The (2010-05-13). "China's School Killings and Social Despair". Room for Debate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-31. 
  3. ^ Mestrovic, Stjepan. Emile Durkheim and The Reformation of Sociology.
  4. ^ M.),, Cotterrell, Roger (Roger B. Emile Durkheim : law in a moral domain. Stanford, California. ISBN 0804738084. OCLC 43421884. 
  5. ^ Susan Leigh Star, Geoffrey C. Bowker, dan Laura J. Neumann, "Transparency At Different Levels of Scale: Convergence between Information Artifacts and Social Worlds", Library and Information Science, University of Illinois, Urbana-Champaign, Agustus 1997
  6. ^ The Division of Labor in Society, The MacMillan Co. 1933, Free Press edition, 1964, hal. 182-183
  7. ^ a b c The Division of Labor in Society, The MacMillan Co. 1933, Free Press edition, 1964, hal. 368-369
  8. ^ Merton, Robert K. (1938-10). "Social Structure and Anomie". American Sociological Review. 3 (5): 672. doi:10.2307/2084686. ISSN 0003-1224. 
  9. ^ "anomie | Origin and meaning of anomie by Online Etymology Dictionary". www.etymonline.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-01-01. 
  10. ^ "anomy | Origin and meaning of anomy by Online Etymology Dictionary". www.etymonline.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-01-01. 
  11. ^ "Henry George Liddell, Robert Scott, A Greek-English Lexicon, ἀνομ-ία". www.perseus.tufts.edu. Diakses tanggal 2019-01-01. 
  12. ^ "The effect of anomie on academic dishonesty among university students" oleh Albert Caruana, B. Ramaseshan, Michael T. Ewing. International Journal of Educational Management (2000). Volume 14, isu 1. hal. 23–30.
  13. ^ Dann, Graham M. S. "Anomie, ego-enhancement and tourism". Annals of Tourism Research (dalam bahasa Inggris). 4 (4): 184–194. ISSN 0160-7383.