Hamengkubuwana
Hamengkubuwana adalah sultan Yogyakarta yang pertama. Nama lahir beliau adalah Bendara Raden Mas Sujana dan setelah dewasa bergelar Pangeran Mangkubumi. Beliau merupakan putra Prabu Amangkurat IV melalui garwa selir Mas Ayu Tedjawati[1].
Hamengkubuwono | |||||
---|---|---|---|---|---|
Sri Sultan Hamengkubuwono I | |||||
Sultan Yogyakarta | |||||
Bertakhta | 1755-1792 | ||||
Penobatan | 13 Maret 1755[1] | ||||
Penerus | Sultan Hamengkubuwana II | ||||
Pemahkotaan | 27 November 1730[1] | ||||
Kelahiran | Bendara Raden Mas Sujono 5 Agustus 1717 Kartasura | ||||
Kematian | 24 Maret 1792 Kraton Yogyakarta Yogyakarta[1] | (umur 74)||||
Pemakaman | |||||
| |||||
Wangsa | Mataram | ||||
Ayah | Prabu Amangkurat IV | ||||
Ibu | Mas Ayu Tedjawati[1] | ||||
Agama | Islam |
Keluarga Sultan Yogyakarta |
---|
Sri Sultan Hamengkubawana X Keluarga Inti
Keluarga Besar
|
Riwayat hidup
Sedari kecil, Bendara Raden Mas Sujono dikenal sangat cakap dalam olah keprajuritan. Beliau mahir berkuda dan bermain senjata. Selain itu, beliau juga dikenal sangat taat beribadah sembari tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Budaya Jawa.
Karena kecakapanya itu setelah dewasa BRM Sujono memakai gelar Pangeran Mangkubumi sama seperti nama pamanya yaitu Pangeran Mangkubumi.[1]
Pada 1740 terjadi pemberontakan di bumi Mataram yang dipimpin oleh Sunan Kuning dibantu Pangeran Sambernyawa, Akibatnya keraton harus berpindah dari Kartasura ke Surakarta pada tanggal 17 Februari 1745.
Untuk memadamkan pemberontakan Sambernyawa, Raja Mataram saat itu Susuhunan Paku Buwono II mengadakan sayembara dengan hadiah tanah seluas 3000 cacah yang disambut dan dimenangkan oleh Pangeran Mangkubumi. Kemudian pangeran Mangkubumi meminta hadiah yang dijanjikan tersebut dan juga berkeinginan untuk mengurangi pengaruh VOC di bumi Mataram. Akan tetapi hadiah yang dijanjikan itu tidak pernah diterimanya karena dihalang-halangi Patih Pringgalaya yang didukung VOC yang menghasut raja supaya membatalkan perjanjian sayembara tersebut.[2].
Atas dasar tersebut, Pangeran Mangkubumi kemudian memutuskan untuk keluar dari istana dan memulai serangan terbuka terhadap VOC. Keputusan tersebut mendapat dukungan dari Pangeran Sambernyawa yang notabene pernah menjadi musuhnya saat memadamkan pemberontakan Sambernyawa. Bersama Pangeran Sambernyawa, Pangeran Mangkubumi berhasil membebaskan beberapa daerah dari cengkeraman VOC dan hanya dalam hitungan bulan, hampir seluruh wilayah Kerajaan Mataram sudah berada di bawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi.
Kegagalan menghadapi perjuangan Pangeran Mangkubumi ini membuat VOC dan pihak Pakubuwono II frustasi dan menawarkan jalan perundingan kepada Pangeran Mangkubumi. Dan puncaknya adalah pada tanggal 13 Februari 1755 yaitu sebuah perjanjian yang membagi Mataram menjadi dua yaitu Perjanjian Giyanti.
Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, babak awal Kasultanan Yogyakarta dimulai. Pada hari Kamis tanggal 13 Maret 1755 (29 Jumadilawal 1680) Pangeran Mangkubumi dinobatkan sebagai raja pertama Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.[1]
Peninggalan
Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I bagi kesultanan Yogyakarta antara lain.
Falsafah
konsep Watak Satriya seperti: Nyawiji (konsentrasi total), greget (semangat jiwa), sengguh (percaya diri) dan ora mingguh (penuh tanggung jawab). Konsep-konsep luhur ini menjadi credo atau prinsip bagi Prajurit Keraton, Abdi Dalem, dan juga gerak tari yang disebut Joged Mataram. Sri Sultan Hamengku Buwono I juga mengajarkan falsafah golong gilig manunggaling kawula Gusti (hubungan yang erat antara rakyat dengan raja dan antara umat dengan Tuhan) serta Hamemayu Hayuning Bawono (menjaga kelestarian alam). Semuanya menjadi nilai-nilai utama yang menjadi pedoman karakter tidak hanya bagi keraton tetapi juga masyarakat Yogyakarta.
Seni
Dalam bidang seni, peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I diantaranya adalah: Beksan Lawung, Tarian Wayang Wong Lakon Gondowerdaya, Tarian Eteng, dan seni Wayang Purwo. Gendhing kehormatan raja “Raja Manggala” dan “Tedhak Saking” juga diciptakan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Daftar
Daftar raja-raja Yogyakarta
Nama |
Jangka hidup |
Awal memerintah |
Akhir memerintah |
Keterangan |
Keluarga |
Gambar |
Hamengkubuwana I Raden Mas Sujana |
6 Agustus 1717 – 4 Maret 1792 (umur 74) | 1755 | 1792 | Anak dari Amangkurat IV | ||
Hamengkubuwana II Raden Mas Sundoro |
7 Maret 1750 – 3 Januari 1828 (umur 77) | 1792 | 1810 | Anak dari Hamengkubuwana I | ||
Hamengkubuwana III Raden Mas Surojo |
20 Februari 1769 – 3 November 1814 (umur 45) | 1810 | 1811 | Anak dari Hamengkubuwana II | ||
Hamengkubuwana II Raden Mas Sundoro |
7 Maret 1750 – 3 Januari 1828 (umur 77) | 1811 | 1812 | Anak dari Hamengkubuwana I | ||
Hamengkubuwana III Raden Mas Surojo |
20 Februari 1769 – 3 November 1814 (umur 45) | 1812 | 1814 | Anak dari Hamengkubuwana II | ||
Hamengkubuwana IV Raden Mas Ibnu Jarot |
3 April 1804 – 6 Desember 1822 (umur 18) | 1814 | 1822 | Anak dari Hamengkubuwana III | ||
Hamengkubuwana V Raden Mas Gathot Menol |
20 Agustus 1821 – 1855 | 1822 | 1826 | Anak dari Hamengkubuwana IV | ||
Hamengkubuwana II Raden Mas Sundoro |
7 Maret 1750 – 3 Januari 1828 (umur 77) | 1826 | 1828 | Anak dari Hamengkubuwana I | ||
Hamengkubuwana V Raden Mas Gathot Menol |
20 Agustus 1821 – 1855 | 1828 | 1855 | Anak dari Hamengkubuwana IV | ||
Hamengkubuwana VI Raden Mas Mustojo |
1821 - 20 Juli 1877 | 1855 | 1877 | Adik dari Hamengkubuwana V | ||
Hamengkubuwana VII Raden Mas Murtejo |
1839 - 1931 | 1877 | 1921 | Anak dari Hamengkubuwana VI | ||
Hamengkubuwana VIII Raden Mas Sujadi |
3 Maret 1880 – 22 Oktober 1939 (umur 59) | 1921 | 1939 | Anak dari Hamengkubuwana VII | ||
Hamengkubuwana IX Raden Mas Dorodjatun |
12 Agustus 1912 – 2 Oktober 1988 (umur 76) | 1939 | 1988 | Anak dari Hamengkubuwana VIII | ||
Hamengkubawana X Raden Mas Herjuno Darpito |
2 April 1946 | 1988 | masih menjabat | Anak dari Hamengkubuwana IX |
Referensi
- ^ a b c d e f g Biografi singkat HB I. kratonjogja.id. 2019. Diakses tanggal 19/07/2019
- ^ Pangeran Mangkubumi. geni.com. 2019. Diakses tanggal 20/07/2019