Ciri-ciri dan gejala

Fisik

Seseorang dengan gejala sindrom Klinefelter mosaik 46,XY/47,XXY yang belum ditangani. Subjek didiagnosis pada usia 19 tahun. Terlihat bekas luka dari biopsi pada puting sebelah kiri.

Bayi dan anak laki-laki XXY dapat memiliki otot yang lebih lemah. Seiring bertambahnya usia, mereka cenderung menjadi lebih tinggi serta memiliki kontrol dan koordinasi otot yang lebih lemah daripada anak laki-laki lain seusia mereka.[1]

Selama pubertas, ciri-ciri fisik sindrom Klinefelter akan menjadi lebih tampak. Karena anak laki-laki dengan sindrom ini tidak menghasilkan testosteron sebanyak anak laki-laki lainnya, mereka memiliki tubuh yang kurang berotot, lebih sedikit bulu pada wajah dan tubuh, dan pinggul yang lebih lebar. Saat remaja, laki-laki XXY dapat memiliki jaringan payudara yang berkembang,[2] tulang yang lebih lemah, serta tingkat energi yang lebih rendah daripada laki-laki lainnya.[3]

Pada usia dewasa, laki-laki XXY terlihat mirip dengan laki-laki pada umumnya, meskipun mereka sering memiliki tubuh yang lebih tinggi. Pada orang dewasa, ciri-ciri yang ada sangat bervariasi dan dapat hanya tampak sedikit atau tidak terlihat sama sekali. Ciri-ciri tersebut di antaranya adalah penampilan yang kurus (lanky), wajah dan tubuh yang tampak muda, atau bentuk tubuh bulat dengan gejala ginekomastia (perkembangan jaringan payudara).[4] Ginekomastia ditemukan pada sekitar sepertiga dari orang dengan sindrom Klinefelter, sedikit lebih tinggi daripada populasi XY. Sekitar 10% laki-laki XXY memiliki ginekomastia yang cukup mencolok sehingga mereka dapat memilih untuk menjalani pembedahan.[5]

Istilah hipogonadisme pada gejala XXY sering disalahartikan sebagai "testis kecil" meskipun sebenarnya hal tersebut memiliki arti penurunan fungsi hormon testis/endokrin. >Karena hipogonadisme (primer) ini, seseorang dengan kromosom XXY sering memiliki kadar testosteron serum yang rendah, tetapi memiliki kadar hormon perangsang folikel serum dan hormon luteinisasi yang tinggi.[6] Meskipun ada kesalahpahaman tentang istilah ini, laki-laki XXY dapat pula memiliki mikroorkidisme (testis berukuran kecil).[6] Testis laki-laki dengan sindrom Klinefelter biasanya berukuran kurang dari 2 cm panjangnya (dan selalu kurang dari 3,5 cm)[7], lebar kurang dari 1 cm, dan volume kurang dari 4 ml.[8][9]Laki-laki dengan sindrom Klinefelter umumnya infertil atau memiliki kesuburan yang lebih rendah[10] serta lebih berpeluang memiliki masalah kesehatan tertentu yang umumnya ditemukan pada perempuan seperti kelainan autoimun, kanker payudara, trombosis vena, dan osteoporosis .[11][12]

Masalah kognitif dan perkembangan

Orang dengan sindrom Klinefelter dapat memiliki masalah dalam belajar bahasa atau gangguan membaca.[13] Pengujian neuropsikologis umumnya dapat menunjukkan kekurangan dalam fungsi eksekutif, meskipun hal ini sering dapat diatasi melalui intervensi awal.[14] Keterlambatan perkembangan motorik juga dapat terjadi dan dapat ditangani melalui terapi okupasi dan fisik.[15] Balita laki-laki XXY membutuhkan waktu lebih lama untuk mulai bisa duduk, merangkak, dan berjalan. Anak laki-laki XXY dapat pula memiliki kesulitan di sekolah baik secara akademik maupun dalam olahraga.[16]

Penyebab

 
Kelahiran sel dengan karyotip XXY karena kejadian nondisjungsi dari satu kromosom X selama meiosis II pada ibu.
 
Kelahiran sel dengan karyotip XXY disebabkan oleh peristiwa nondisjungsi satu kromosom X dari satu kromosom Y selama meiosis I pada ayah.

Kromosom ekstra yang ada pada orang dengan sindrom Klinefelter merupakan hasil sisa akibat nondisjungsi selama meiosis I (gametogenesis) ayah atau ibu. Nondisjunction terjadi ketika kromosom homolog,dalam hal ini X dan Y atau dua kromosom seks X, gagal berpisah dan menghasilkan sperma dengan kromosom X dan Y atau sel telur dengan dua kromosom X. Pembuahan sel telur normal berkromosom X dengan sperma XY akan menghasilkan keturunan XXY (Klinefelter). Pembuahan sel telur XX dengan sperma normal juga menghasilkan keturunan XXY (Klinefelter).[17]

Kromosom ekstra yang ada pada orang dengan sindrom Klinefelter merupakan hasil sisa akibat nondisjungsi selama meiosis I (gametogenesis) ayah atau ibu. Nondisjunction terjadi ketika kromosom homolog,dalam hal ini X dan Y atau dua kromosom seks X, gagal berpisah dan menghasilkan sperma dengan kromosom X dan Y atau sel telur dengan dua kromosom X. Pembuahan sel telur normal berkromosom X dengan sperma XY akan menghasilkan keturunan XXY (Klinefelter). Pembuahan sel telur XX dengan sperma normal juga menghasilkan keturunan XXY (Klinefelter).[18]

Mekanisme lainnya yang dapat menyisakan kromosom ekstra adalah nondisjungsi selama meiosis II sel telur. Nondisjungsi terjadi ketika kromatid pada kromosom seks, dalam hal ini X dan X, gagal berpisah. Ketika sel telur XX yang dihasilkan dibuahi oleh sperma Y, lahirlah anak dengn kromosom XXY. Susunan kromosom XXY ini adalah salah satu variasi genetik yang paling umum dari karyotip XY, terjadi pada sekitar satu dari 500 kelahiran laki-laki.[1]

Pada mamalia dengan lebih dari satu kromosom X, gen pada semua kromosom X kecuali satu menjadi tidak diekspresikan. Hal ini dikenal sebagai inaktivasi X yang terjadi pada laki-laki XXY serta perempuan XX normal.[19] Tapi pada laki-laki XXY, beberapa gen yang terletak di region pseudoautosomal kromosom X mereka memiliki gen yang sesuai dengan kromosom Y mereka dan diekspresikan.[20]

Variasi

Kondisi lainnya seperti 48,XXYY dan 48,XXXY dapat terjadi pada 1 dari 18.000-50.000 kelahiran laki-laki. 49,XXXXY dapat terjadi pada 1 dari 85.000—100.000 kelahiran laki-laki.[21] Laki-laki dengan sindrom Klinefelter dapat memiliki karyotip mosaik 47,XXY/46,XY dengan berbagai tingkat kegagalan spermatogenik. Jarang ditemukan mosaik 47,XXY/46,XX dengan gejala-gejala Klinefelter.[22]

Sindrom XXY analog diketahui juga terjadi pada kucing. Calico atau torti pada pejantan merupakan indikator dari karyotip abnormal.[23]

Penanganan

Variasi genetik bersifat permanen namun testosteron dapat digunakan bagi individu yang ingin lebih menampilkan karakteristik maskulin.[24] Terapi hormon melalui implan testosteron dengan pelepasan terkendali dapat digunakan dengan pengawasan yang tepat dari tenaga medis[25] yang juga dapat berguna untuk mencegah timbulnya osteoporosis .

Seringkali, orang dengan sindrom Klinefelter yang memiliki jaringan payudara atau hipogonadisme yang kentara dapat mengalami depresi dan kecemasan sosial karena anggapan masyarakat (morbiditas psikososial).[26] Setidaknya satu penelitian menunjukkan bahwa dukungan psikologis dapat membantu mencegah munculnya masalah psikososial bagi orang dengan sindrom Klinefelter.[26] Pengangkatan payudara dengan bedah juga dapat dipertimbangkan yang juga dapat mengurangi risiko kanker payudara.[27]

Penggunaan terapi perilaku dapat mengurangi gangguan berbicara, kesulitan di sekolah, dan masalah dalam bersosialisasi. Pendekatan dengan terapi okupasi dapat berguna pada anak-anak, terutama pada anak yang juga mengalami dispraksia.[28]

Penanganan infertilitas

 
Suntikan sperma intrasitoplasmik.

Pada tahun 2010, lebih dari 100 kehamilan dilaporkan telah berhasil dilakukan menggunakan teknologi IVF dengan sperma yang diambil dari laki-laki dengan sindrom Klinefelter melalui pembedahan.[29]

Sejarah

Laporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter dan rekannya di Rumah Sakit Massachusetts, Boston.[30] Ia mencatat 9 orang pasien laki-laki yang memiliki payudara yang membesar, rambut pada tubuh dan wajah yang sedikit, testis yang kecil, dan ketidakmampuan memproduksi sperma.[30] Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasien tersebut disebabkan oleh kromosom X tambahan sehingga mereka memiliki kromosom XXY.[30]

Referensi

  1. ^ a b "Klinefelter Syndrome". Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development. 2007-05-24. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-27. 
  2. ^ "47, XXY (Klinefelter syndrome)". University of Utah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-30. Diakses tanggal 2014-06-15. 
  3. ^ "Klinefelter Syndrome". Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development. 2007-05-24. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-27. 
  4. ^ Klinefelter HF (1986). "Klinefelter syndrome: historical background and development". Southern Medical Journal. 79 (9): 1089–1093. doi:10.1097/00007611-198609000-00012. PMID 3529433. 
  5. ^ Bock, Robert (1993). "Understanding Klinefelter Syndrome: A Guide for XXY Males and their Families". NIH Pub. No. 93-3202. Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development. Diakses tanggal 2007-04-07. 
  6. ^ a b Leask, Kathryn (2005). "Klinefelter syndrome". National Library for Health, Specialist Libraries, Clinical Genetics. National Library for Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2007-04-07. 
  7. ^ Astwood, E. B. (2013-10-22). Recent Progress in Hormone Research: Proceedings of the 1967 Laurentian Hormone Conference. Academic Press. ISBN 9781483223308. 
  8. ^ "Klinefelter's Syndrome: XXY Males". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-24. Diakses tanggal 2017-07-01. 
  9. ^ Smyth, Cynthia M.; Bremner, William J. (1998). "Klinefelter Syndrome". Archives of Internal Medicine. 158 (12): 1309–14. doi:10.1001/archinte.158.12.1309. PMID 9645824. 
  10. ^ Denschlag, D; Clemens, Tempfer, MD; Kunze, Myriam, MD; Wolff, Gerhard, MD; Keck, Christoph, MD (October 2004). "Assisted reproductive techniques in patients with Klinefelter syndrome: A critical review". Fertility and Sterility. 82 (4): 775–779. doi:10.1016/j.fertnstert.2003.09.085. PMID 15482743. 
  11. ^ "Klinefelter Syndrome". Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development. 2007-05-24. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-27. 
  12. ^ Hultborn, R; Hanson, C; Kopf, I; Verbiene, I; Warnhammar, E; Weimarck, A (1997). "Prevalence of Klinefelter syndrome in male breast cancer patients". Anticancer Research. 17 (6D): 4293–7. PMID 9494523. 
  13. ^ JM, Graham; Bashir, AS; Stark, RE; Silbert, A; Walzer, S (1988). "Oral and written language abilities of XXY boys: implications for anticipatory guidance". Pediatrics. 81 (6): 795–806. PMID 3368277. 
  14. ^ Boone, Kyle Brauer; Swerdloff, Ronald S.; Miller, Bruce L.; Geschwind, Daniel H.; Razani, Jill; Lee, Alison; Gonzalo, Irene Gaw; Haddal, Anna; Rankin, Katherine (2001). "Neuropsychological profiles of adults with Klinefelter syndrome". Journal of the International Neuropsychological Society. 7 (4): 446–456. doi:10.1017/S1355617701744013. 
  15. ^ Samango-Sprouse C (2010). "Expansion of the phenotypic profile of the young child with XXY". Pediatric Endocrinology Reviews. 8 Suppl 1: 160–168. PMID 21217608. 
  16. ^ "Klinefelter Syndrome". Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development. 2007-05-24. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-27. 
  17. ^ "Klinefelter Syndrome - Inheritence Pattern". NIH - Genetics Home Reference. NIH. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-30. Diakses tanggal 2017-01-27. 
  18. ^ "Klinefelter Syndrome - Inheritence Pattern". NIH - Genetics Home Reference. NIH. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-30. Diakses tanggal 2017-01-27. 
  19. ^ Chow, Jennifer C.; Yen, Ziny; Ziesche, Sonia M.; Brown, Carolyn J. (2005). "Silencing of the Mammalian X Chromosome". Annual Review of Genomics and Human Genetics. 6 (1): 69–92. doi:10.1146/annurev.genom.6.080604.162350. 
  20. ^ "The pseudoautosomal regions, SHOX and disease". Current Opinion in Genetics & Development. 16 (3): 233–9. 2006. doi:10.1016/j.gde.2006.04.004. PMID 16650979. 
  21. ^ "Sex chromosome tetrasomy and pentasomy". Pediatrics. 96 (4 Pt 1): 672–682. 1995. PMID 7567329. 
  22. ^ "Rare XXY/XX mosaicism in a phenotypic male with Klinefelter syndrome: case report". European Journal of Medical Genetics. 49 (4): 331–337. 2006. doi:10.1016/j.ejmg.2005.09.001. PMID 16829354. 
  23. ^ "An animal model for the XXY Klinefelter's syndrome in man: Tortoiseshell and calico male cats". American Journal of Veterinary Research. 36 (9): 1275–1280. 1975. PMID 1163864. 
  24. ^ "Klinefelter syndrome". Best Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism. 25 (2): 239–50. 2011. doi:10.1016/j.beem.2010.09.006. PMID 21397196. 
  25. ^ "Subcutaneous implantable testosterone pellets overcome noncompliance in adolescents with Klinefelter syndrome". Journal of Andrology. 33 (4): 570–3. 2012. doi:10.2164/jandrol.111.013979. PMID 21940986. 
  26. ^ a b Simm PJ, Zacharin MR; Zacharin (April 2006). "The psychosocial impact of Klinefelter syndrome--a 10 year review". Journal of Pediatric Endocrinology & Metabolism. 19 (4): 499–505. PMID 16759035. 
  27. ^ "[Clinical-therapeutic features of gynecomastia]". Il Giornale di Chirurgia (dalam bahasa Italian). 23 (6–7): 250–2. 2002. PMID 12422780. 
  28. ^ Harold Chen. "Klinefelter Syndrome - Treatment". medscape.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 July 2012. Diakses tanggal 4 September 2012. 
  29. ^ Fullerton G; Hamilton M; Maheshwari A (2010). "Should non-mosaic Klinefelter syndrome men be labelled as infertile in 2009?". Human Reproduction. 25 (3): 588–97. doi:10.1093/humrep/dep431. PMID 20085911. 
  30. ^ a b c "History of Klinefelter Syndrome". Clinaero, Inc. 2010. 

Pranala luar