Tarekat Naqsyabandiyah

salah satu tarekat dalam Islam
Revisi sejak 18 Agustus 2019 19.56 oleh Riznaldo (bicara | kontrib)


Tarekat Naqshabandiyah atau Naqsyabandiyah atau Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat yang luas penyebarannya, umumnya di wilayah Asia, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan, Rusia.

Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasawuf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik, seperti tentang rasa atau dzauq. Di dalam pemahaman yang mengisbatkan Dzat ketuhanan dan isbat akan sifat ma'nawiyah yang termaktub di dalam roh anak-anak adam maupun pengakuan di dalam fanabillah maupun berkekalan dalam baqabillah yang melibatkan zikir-zikir hati (hudurun kalbu/menhadirkan hati).

Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddadiyah yang diawali oleh Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani (Pembaru Milenium kedua). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan Tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari'at secara ketat, keseriusan dalam beribadah, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten). [butuh rujukan]

Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi نقشبندی berasal dari Bahasa Arab yaitu Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang berarti suatu ukiran yang terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshband Bukhari. Sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai "pembuat gambar", "pembuat hiasan". Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai "Jalan Rantai", atau "Rantai Emas". Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, Silsilah spiritualnya kepada Nabi Muhammad SAW adalah melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, sementara kebanyakan Tarekat-Tarekat lain silsilahnya melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhahu.

Pendiri Tarekat Naqsyabandiyah

Syekh Muhammad Baha'uddin an-Naqshbandi Rahmatullah ‘alaih telah berkata:

Pada suatu hari aku dan sahabatku sedang bermuraqabah, lalu pintu langit terbuka dan gambaran Musyahadah hadir kepadaku lalu aku mendengar satu suara berkata, “Tidakkah cukup bagimu untuk meninggalkan mereka yang lain dan hadir ke Hadhrat kami secara seorang diri?”

Suara itu menakutkan aku hingga menyebabkan aku lari keluar dari rumah. Aku berlari ke sebuah sungai dan terjun ke dalamnya, kemudian membasuh pakaian lalu mendirikan Sholat dua raka’at dalam keadaan yang tidak pernah aku alami sebelumnya, dengan merasakan seolah-olah aku sedang bersalat dalam kehadiranNya.

Segala-galanya terbuka dalam hatiku secara Kashaf. Seluruh alam lenyap dan aku tidak menyadari sesuatu yang lain melainkan bersalat dalam kehadiranNya.

Aku telah ditanya pada permulaan penarikan tersebut, “Mengapa kau ingin memasuki jalan ini?”

Aku menjawab, “Supaya apa saja yang aku katakan dan kehendaki akan terjadi. ”

Aku dijawab, “Itu tidak akan berlaku. Apa saja yang Kami katakan dan apa saja yang Kami kehendaki itulah yang akan terjadi. ”

Dan aku pun berkata, “Aku tidak dapat menerimanya, aku mesti diizinkan untuk mengatakan dan melakukan apa saja yang aku kehendaki, atau aku tidak mau jalan ini. ”

Lalu aku menerima jawaban, “Tidak! Apa saja yang Kami mau katakan dan apa saja yang Kami kehendaki itulah yang mesti dikatakan dan dilakukan. ”

Dan aku sekali lagi berkata, “Apa saja yang ku katakan dan apa saja yang ku lakukan adalah apa yang mesti berlaku.”

Lalu aku ditinggalkan seorang diri selama lima belas hari sehingga mengalami kesedihan dan tekanan yang hebat, kemudian aku mendengar satu suara, “Wahai Baha'uddin, apa saja yang kau inginkan, Kami akan berikan. ”

Aku amat gembira lalu berkata, “Aku mau diberikan suatu jalan Thariqat yang siapapun dapat menempuhnya untuk wushul ke Hadirat Yang Maha Suci. ” Dan aku telah mengalami Musyahadah yang hebat dan mendengar suara berkata, “Engkau telah diberikan apa yang telah kamu minta. ”

Dia telah menerima limpahan Keruhanian dan prinsip dasar Thariqat Naqsyabandiyah dari Hadhrat Khwajah ‘Abdul Khaliq Al-Ghajdawani Rahmatullah ‘alaih yang terdiri dari delapan perkara yaitu:

Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar Qadam, Safar Dar Watan, Khalwat Dar Anjuman.

Hadhrat Shah Muhammad Baha'uddin Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga lagi prinsip menjadikannya sebelas yaitu:

Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani.

Hadhrat Shah Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih telah berkata, “Jalan Thariqat kami adalah sangat luarbiasa dan merupakan ‘Urwatil Wutsqa (pegangan kukuh), dengan berpegang teguh secara sempurna dan menuruti sunnah Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum Ajma’in. Mereka telah membawa aku ke jalan ini dengan karunia yang besar. Dari awal hingga ke akhir aku hanya menyaksikan Karunia Allah bukan karena amalan. Menjalani jalan Thariqat kami, dengan amal yang sedikit, pintu-pintu Rahmat akan terbuka dengan menuruti jejak langkah sunnah Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. ”

Hadhrat Shah Muhammad Baha'uddin Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih mempunyai dua orang Khalifah besar/penerusnya yaitu Hadhrat Khwajah ‘Alauddin ‘Attar Rahmatullah ‘alaih dan Hadhrat Khwajah Muhammad Parsa Rahmatullah ‘alaih, pengarang kitab Risalah Qudsiyyah.

Dia adalah ibarat lautan ilmu yang tak bertepi dan dianugerahkan dengan mutiara-mutiara hikmah dari Ilmu Laduni. Dia menyucikan hati-hati manusia dengan lautan amal kebaikan. Dia menghilangkan haus sekalian Ruh dengan air dari pancuran Ruhaniahnya.

Dia amat dikenali oleh sekalian penduduk di langit dan di bumi. Dia ibarat bintang yang gemerlap yang dihiasi dengan mahkota petunjuk. Dia menyucikan ruh-ruh manusia tanpa pengecualian dan napasnya yang suci. Dia memikul cahaya Kenabian dan pemelihara Syari’at Muhammadiyah serta rahasia-rahasia Muhammad Rasulullah.

Cahaya petunjuknya menerangi segala kegelapan kejahilan Raja-raja dan orang awam sehingga mereka pun datang berdiri di pintu rumahnya. Cahaya petunjuknya juga meliputi seluruh timur dan barat, utara dan selatan. Dia adalah Ghauts, Sulthonul Auliya dan rantai bagi sekalian permata Ruhani.

Semoga Allah merahmatinya dan mengaruniakan limpahan cahaya kepada kita. Amin.

Kekhususan Tarekat Naqsyabandiyah

Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Al-Tsani Syeikh Ahmad Faruqi as-Sirhindi Rahmatullah ‘alaih yang merupakan salah seorang dari Para Masyaikh Akabirin Tarekat Naqsyabandiyah telah berkata di dalam surat-suratnya yang terhimpun di dalam Maktub Imam Rabbani, “Ketahuilah bahwa thoriqoh yang paling Aqrab dan Asbaq, Aufaq dan Autsaq, Aslam dan Ahkam, Asdaq, Aula dan A’la, Ajal dan Arfa’, Akmal dan Ajmal adalah Thoriqoh ‘Aliyah Naqsyabandiyah, semoga Allah Ta’ala menyucikan roh-roh ahlinya dan menyucikan rahasia-rahasia Para Masyaikhnya. Mereka mencapai derajat yang tinggi dengan berpegang dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menjauhkan dari perkara Bida’ah serta menempuh jalan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Mereka berjaya mencapai kehadiran limpahan Allah secara terus menerus dan syuhud serta mencapai maqomat kesempurnaan dan mendahului mereka yang lain. ”

Adapun Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Al Tsani Syekh Ahmad Faruqi Rahmatullah ‘alaih telah menerangkan kelebihan dan keunggulan Tarekat Naqsyabandiyah dengan beberapa lafal yang ringkas dan padat sesuai pengalaman ruhaniahnya. Ia merupakan seorang pembaharu agama (mujaddid/reformer) pada abad ke 11 Hijriah. Sebelum dia menerima silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, dia telah menempuh beberapa jalan Tarekat seperti Chishtiyah, Qodiriyah, Suhrawardiyah, Kubrawiyah dan beberapa Tarekat yang lain dengan cemerlang serta memperoleh Mursyid dan Sanad Ijazah. Ia telah menerima Tarekat Silsilah ‘Aliyah Khwajahgan Naqsyabandiyah dari gurunya Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.

Dia telah berpendapat bahwa dari semua jalan Tarekat, yang paling mudah diikuti ialah Tarekat Naqsyabandiyah dan beliau juga telah memilihnya serta telah menunjukkan jalan ini kepada para murid dan penuntut kebenaran. “Allahumma Ajzahu ‘Anna Jaza An Hasanan Kafiyan Muwaffiyan Li Faidhanihil Faidhi Fil Afaq”

Terjemahan: “Wahai Allah, kurniakanlah kepada kami kurnia yang baik, cukup lagi mencukupkan dengan limpahan faidhznya yang tersebar di Alam Maya. ”

Hadhrat Shah Baha'uddin Naqsyabandi Bukhari Rahmatullah ‘alaih telah bersujud selama lima belas hari di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan penuh hina dan rendah diri, berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ditemukan dengan jalan Tarekat yang mudah dan senang bagi seseorang hamba bagi mencapai Dzat Maha Esa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengabulkan doanya dan menganugerahkan tarekat yang khas ini disebut Naqshband atau masyhur disebut Naqsyabandiyah di dunia.

Naqsh berarti lukisan, ukiran, peta atau tanda dan band pula berarti terpahat, terlekat, tertampal atau terpateri. Naqsyaband pada maknanya berarti “Ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan kalimah Allah Subhanahu Wa Ta’ala di hati sanubari sehingga dirinya benar-benar terpahat di dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah. Adalah dikatakan bahwa Hadhrat Shah Baha'uddin Naqsyabandi tekun mengukirkan Kalimah Allah di dalam hatinya sehingga ukiran kalimah tersebut telah terpahat di hatinya. Amalan zikir ini diamalkan oleh sebagian besar Tarekat Naqsyabandiyah yaitu dengan menggambarkan Kalimah Allah dituliskan pada hati sanubari dengan tinta emas atau perak dan membayangkan hati itu sedang menyebut Allah Allah sehingga lafal Allah itu benar-benar terpahat di lubuk hati yang paling dalam.

Silsilah ‘Aliyah Naqsyabandiyah ini dinisbatkan kepada Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu yang mana telah disepakati oleh sekalian ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagai sebaik-baik manusia sesudah Para Nabi ‘Alaihimus Solatu Wassalam. Asas Tarekat ini adalah seikhlas hati menuruti Sunnah Nabawiyah dan menjauhkan diri dari segala jenis Bid’ah merupakan syarat yang lazim.

Tarekat ini mengutamakan Jazbah Suluk yang mana dengan berkat Tawajjuh seorang Syeikh yang sempurna akan memberi petunjuk kepada seseorang penuntut/murid beberapa Ahwal dan Kaifiat yang dengannya Dzauq dan Shauq murid itu bertambah, merasakan kelezatan khas berzikir dan ibadah serta memperoleh ketenangan dan ketenteraman hati. Seseorang yang mengalami tarikan jazbah disebut sebagai majzub/kadzab.

Dalam Tarekat Naqsyabandiyah ini, penghasilan Faidhz dan peningkatan derajat adalah berdasarkan persahabatan dengan Syeikh dan Tawajjuh Syeikh. Bersahabat dengan Syeikh hendaklah dilakukan sebagaimana Para Sahabat berdamping dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Murid hendaklah bersahabat dengan Syeikh dengan penuh hormat. Sekadar mana kuatnya persahabatan dengan Syeikh, maka dengan kadar itulah cepatnya seseorang itu akan berjalan menaiki tangga peningkatan kesempurnaan Ruhaniah. Kaidah penghasilan Faidhz dalam Tarekat ini adalah sebagaimana Para Sahabat menghadiri majelis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dengan hanya duduk bersama-sama menghadiri majelis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkat dengan hati yang benar dan ikhlas serta penuh cinta biarpun hanya sekali, orang yang hadir itu akan mencapai kesempurnaan iman pada maqom yang tertinggi. Begitulah keadaannya apabila seseorang itu hadir dan berkhidmat dalam majelis Hadirat Naqsyabandiyah, dengan hati yang benar dan ikhlas, orang yang hadir itu akan dapat merasakan maqom Syuhud dan ‘Irfan yang hanya akan diperoleh setelah begitu lama menuruti jalan-jalan Tarekat yang lain.

Karena itulah Para Akabirin Thoriqoh Naqsyabandiyah Rahimahumullah mengatakan bahwa, “Thoriqoh kami pada kami hakikatnya merupakan Thoriqoh yang dilakukan oleh Para Sahabat”.

Dan dikatakan juga, “Dar Tariqah Ma Mahrumi Nest Wa Har Keh Mahrum Ast Dar Tariqah Ma Na Khwahad Aamad. ” Yang bermaksud, “Dalam Thoriqoh kami siapa pun tidak diharamkan dan barangsiapa yang telah diharamkan dalam Thoriqoh kami pasti tidak akan dapat datang. ”

Yakni barangsiapa yang menuruti Thoriqoh kami, dia takkan diharamkan dari menurutinya dan barangsiapa yang Takdir Allah semenjak azali lagi telah diharamkan dari menuruti jalan ini, mereka itu sekali-kali takkan dapat menurutinya.

Di dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah, Dawam Hudhur dan Agahi (senantiasa berjaga-jaga) menduduki maqom yang suci yang mana di sisi Para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in dikenali sebagai Ihsan dan menurut istilah Para Sufi disebut maqom Musyahadah, Syuhud, Yad Dasyat atau ‘Ainul Yaqin. merupakan deskripsi dari gambaran hakikat:

“Bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Nya”.

Semoga Allah Mengaruniakan Kita Taufik serta Hidayah.

Perkembangan Thoriqoh Naqsyabandiyah di Dunia

Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku Adapun gelar nama Thoriqoh Naqsyabandiyah ini masyhur bermula pada zaman Hadhrat Shah Baha'uddin Naqsyabandi Rahmatullah ‘alaih. Menurut Hadhrat Syeikh Najmuddin Amin Al-Kurdi Rahmatullah ‘alaih di dalam kitabnya Tanwirul Qulub bahwa nama Thoriqoh Naqsyabandiyah ini berbeda-beda menurut zaman.

Al -‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku Di zaman Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu sehingga ke zaman Hadhrat Syeikh Taifur Bin ‘Isa Bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih dinamakan sebagai Shiddiqiyyah dan amalan khususnya adalah Zikir Khafi.

Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku Di zaman Hadhrat Syeikh Taifur bin ‘Isa bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini dinamakan Taifuriyah dan tema khusus yang ditampilkan adalah Cinta dan Ma’rifat.

Kemudian pada zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Baha'uddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini dinamakan sebagai Khwajahganiyah. Pada zaman tersebut Thoriqoh ini telah diperkuatkan dengan lapan prinsip asas Thoriqoh iaitu Yad Kard, Baz Gasyt, Nigah Dasyat, Yad Dasyat, Hosh Dar Dam, Nazar Bar Qadam, Safar Dar Watan dan Khalwat Dar Anjuman.

Kemudian pada zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Baha'uddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih, Thoriqoh ini mulai masyhur dengan nama Naqsyabandiyah. Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Baha'uddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga asas sebagai penambahan dari Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih iaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani.

Pada zaman Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini dikenali dengan nama Ahrariyah sehinggalah ke zaman Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.

Bermula dari zaman Hadhrat Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah ‘alaih Thoriqoh ini mula dikenali sebagai Mujaddidiyah dan ilmu tentang Lataif Fauqaniyah dan Daerah Muraqabah pun diperkenalkan. Semenjak itu Thoriqoh ini mulai dikenali dengan nama Naqsyabandiyah Mujaddidiyah sehinggalah ke zaman Hadhrat Mirza Mazhar Jan Janan Syahid Rahmatullah ‘alaih.

Kemudian Thoriqoh ini dikenali dengan nama Mazhariyah sehingga ke zaman Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih.

Pada zaman Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih, seorang Syeikh dari Baghdad yang bernama Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih telah datang ke Delhi sekembalinya dia dari Makkah untuk berbai’ah dengan Hadhrat Qutub Al-Auliya Shah ‘Abdullah Ghulam ‘Ali Dehlawi Rahmatullah ‘alaih setelah dia menerima isyarah dari Ruhaniah Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengambil Thoriqoh ‘Aliyah Naqsyabandiyah Mujaddidiyah ini dan dia telah membawanya ke negara Timur Tengah.

Hadhrat Syeikh Dhziauddin Muhammad Khalid ‘Uthmani Kurdi Al-Baghdadi Rahmatullah ‘alaih mula memperkenalkan amalan Suluk iaitu Khalwat Saghirah dan Thoriqoh ini mula dikenali sebagai Naqsyabandiyah Khalidiyah di Timur Tengah khususnya di Makkah dan tersebar di kalangan jemaah Haji dari rantau Nusantara dan tersebarlah ia di serata Tanah Melayu dan Indonesia. Walau bagaimanapun di Tanah Hindi, Thoriqoh ini masih dikenali sebagai Thoriqoh Naqsyabandiyah Mujaddidiyah.

Adapun Para Masyaikh Mutaakhirin yang datang sesudah itu sering menambahkan nama nisbat mereka sendiri untuk membedakan Silsilah antara satu dengan yang lain seperti Naqsyabandiyah Kholidiyah dan Naqsyabandiyah Mujaddadiyah. Silsilah Naqsyabandiyah ini telah berkembang biak dari Barat hingga ke Timur. Meskipun Silsilah ini telah dikenali dengan beberapa nama yang berbeda, namun ikatan keruhanian dari rantaian emas yang telah dipelopori oleh Hadhrat Khalifah Rasulullah Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu akan tetap berjalan sehingga ke Hari Qiyamat menerusi keberkatan yang telah Allah Subhanahu Wa Ta’ala kurniakan kepada sekelian Para Masyaikh yang ditugaskan menyambung Silsilah ini.

Dalam perjalanan mencapai kebenaran yang hakiki, terdapat dua kaidah jalan yang biasa diperkenalkan oleh Para Masyaikh Thoriqoh, yaitu sama ada sesebuah Thoriqoh itu menuruti Thoriqoh Nafsani ataupun Thoriqoh Ruhani.

Thoriqoh Nafsani mengambil jalan pendekatan dengan mendidik Nafsu dan menundukkan keakuan diri. Nafsu atau keakuan diri ini adalah sifat Ego yang ada dalam diri seseorang. Nafsu dididik untuk menyelamatkan ruh dan jalan Thoriqoh Nafsani ini amat sukar dan berat karena Salik perlu melakukan segala yang berlawanan dengan kehendak Nafsu, merupakan suatu perang Jihad dalam diri seseorang Mukmin. Thoriqoh Ruhani adalah lebih mudah yang mana pada mula-mula sekali Ruh akan disucikan tanpa menghiraukan tentang keadaan Nafsu. Setelah Ruh disucikan dan telah mengenali hakikat dirinya yang sebenarnya, maka Nafsu atau Egonya dengan secara terpaksa maupun tidak, perlu menuruti dan menaati Ruh yang telah suci.

Kebanyakan jalan Thoriqoh yang terdahulu menggunakan pendekatan Thoriqoh Nafsani, namun berbeda dengan Para Masyaikh Silsilah ‘Aliyah Naqsyabandiyah, mereka menggunakan pendekatan Thoriqoh Ruhani yaitu dengan mendidik dan menyucikan Ruh Para Murid mereka terlebih dahulu, seterusnya barulah menyucikan Nafsu.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memimpin kita ke jalan Thoriqoh yang Haq, yang akan membawa kita atas landasan Siratul Mustaqim sepertimana yang telah dikaruniakanNya nikmat tersebut kepada Para Nabi, Para Siddiqin, Para Syuhada dan Para Salihin. Mudah-mudahan dengan menuruti Thoriqoh yang Haq itu dapat menjadikan kita insan yang bertakwa, beriman dan menyerah diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Seorang Penyair Sufi pernah berkata,

Al –‘Ajzu ‘An Darakil Idraki Idraku,

Wal Waqfu Fi Turuqil Akhyari Isyraku.

Seseorang yang berasa lemah dari mendapat kepahaman adalah seorang yang mengerti;

Dan berhenti dalam menjalani perjalanan orang-orang yang berkebaikan adalah suatu syirik.

Allah Huwa Allah Haqq Allah Hayy

Riwayat Thoriqoh

Thoriqoh merupakan intipati pelajaran Ilmu Tasawuf yang mana dengannya seseorang itu dapat menyucikan dirinya dari segala sifat-sifat yang keji dan menggantikannya dengan sifat-sifat Akhlak yang terpuji. Ia juga merupakan Batin bagi Syariat yang mana dengannya seseorang itu dapat memahami hakikat amalan-amalan Soleh di dalam Agama Islam.

Ilmu Thoriqoh juga merupakan suatu jalan yang khusus untuk menuju Ma’rifat dan Hakikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia termasuk dalam Ilmu Mukasyafah dan merupakan Ilmu Batin, Ilmu Keruhanian dan Ilmu Mengenal Diri. Ilmu Keruhanian ini adalah bersumber dari Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diwahyukan kepada Hadhrat Jibrail ‘Alaihissalam dan diwahyukan kepada sekelian Nabi dan Rasul khususnya Para Ulul ‘Azmi dan yang paling khusus dan sempurna adalah kepada Hadhrat Baginda Nabi Besar, Penghulu Sekelian Makhluk, Pemimpin dan Penutup Sekelian Nabi dan Rasul, Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Alihi Wa Ashabihi Wasallam.

Kemudian ilmu ini dikurniakan secara khusus oleh Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada dua orang Sahabatnya yang unggul iaitu Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma. Melalui mereka berdualah berkembangnya sekelian Silsilah Thoriqoh yang muktabar di atas muka bumi sehingga ke hari ini.

Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga mengaruniakan Ilmu Keruhanian yang khas kepada Hadhrat Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘Anhu.

Di zaman Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, seorang Tabi’in yang bernama Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu juga telah menerima limpahan Ilmu Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam meskipun dia berada dalam jarak yang jauh dan tidak pernah sampai ke Makkah dan Madinah bertemu Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, sedangkan dia hidup pada suatu zaman yang sama dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Pada tahun 657 Masihi Hadhrat Uwais Al-Qarani Radhiyallahu ‘Anhu Wa Rahmatullah ‘Alaih telah membangunkan suatu jalan Thoriqoh yang mencapai ketinggian yang terkenal dengan Nisbat Uwaisiyah yang mana seseorang itu boleh menerima limpahan Keruhanian dari Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sekelian Para Masyaikh Akabirin meskipun pada jarak dan masa yang jauh.

Di dalam kitab ‘Awariful Ma’arif ada dinyatakan bahawa pada zaman Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq dan Hadhrat Sayyidina ‘Ali Ibni Abi Talib Radhiyallahu ‘Anhuma telah menghidupkan perhimpunan jemaah-jemaah di mana upacara Bai’ah dilakukan dan majlis-majlis zikir pun turut diadakan.

Thoriqoh menurut pengertian bahasa berarti jalan, aliran, cara, garis, kedudukan tokoh terkemuka, keyakinan, mazhab, sistem kepercayaan dan agama. Berasaskan tiga huruf yaitu huruf Ta, Ra dan Qaf. Ada Masyaikh yang menyatakan bahwa huruf Ta berarti Taubat, Ra berarti Ridho dan Qaf berarti Qona’ah. Lafal jamak bagi Thoriqoh ialah Taraiq atau Turuq yang berarti tenunan dari bulu yang berukuran 4 hingga 8 hasta dan dipertautkan sehelai demi sehelai. Thoriqoh juga berarti garisan pada sesuatu seperti garis-garis yang terdapat pada telur dan menurut Al-Laits Rahmatullah ‘alaih, Thoriqoh ialah tiap garis di atas tanah, atau pada jenis-jenis pakaian.

Ijazah Seorang Syekh dalam Silsilah Thoriqoh

Dalam tasawuf, seperti dalam setiap disiplin Islam yang serius seperti fiqh, tajwid, dan hadis, seorang murid harus memiliki master atau 'syekh' dari siapa mengambil pengetahuan, orang yang dirinya telah diambil dari master, dan begitu pada, dalam rantai master terus kembali kepada Nabi (sallallahu `alaihi wa sallam) yang adalah sumber segala pengetahuan Islam. Dalam tradisi Sufi, ini berarti tidak hanya bahwa Syekh ini telah bertemu dan mengambil Thoriqoh dari master, tetapi bahwa guru selama hidupnya telah secara eksplisit dan diverifikasi diinvestasikan murid - baik secara tertulis atau di depan sejumlah saksi - untuk mengajarkan jalan spiritual sebagai master berwenang (mursyid ma'dhun) untuk generasi murid penerus.

Silsilah tersebut transmisi dari garis lurus dari master adalah salah satu kriteria yang membedakan jalan sufi yang benar 'berhubungan' (Thoriqoh muttasila), dari jalan 'diputus' tidak otentik atau, (Thoriqoh munqati'a). Pemimpin jalan yang diputus bisa mengklaim sebagai syekh berdasarkan izin yang diberikan oleh Syeikh dalam keadaan diverifikasi pribadi atau lainnya, atau oleh seorang tokoh yang telah meningal dunia ini, seperti salah satu dari orang soleh atau Nabi sendiri (Shallallahu `alaihi wa sallam), atau dalam mimpi, dan sebagainya. Praktik ini hanya "menghangatkan hati" (biha yusta'nasu) tetapi tidak memenuhi kondisi tasawuf yang seorang Syekh harus memiliki otorisasi ijazah yang jelas menghubungkan dia dengan Nabi (Shallallahu `alaihi wa salam), salah satu yang bisa diverifikasi oleh orang lain daripada dirinya sendiri. Banyak kebohongan diberitahu oleh orang-orang, dan tanpa otorisasi atau ijazah yang bisa diverifikasi oleh publik, Thoriqoh akan dikompromikan oleh mereka.


Beberapa Tokoh dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah di Dunia

Beberapa Tokoh Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah yang Tersebar di Indonesia

  1. Hadrat Syaikh KRM Nahrawi QS yang dikenal dengan karomahnya, juga berjasa melatih Prajurit Siliwangi pada zaman kemerdekaan. Dia memiliki silsilah dari Kerajaan Mataram dan juga silsilah darah ke Nabi Muhammad saw.
  2. Hadrat Syaikh KRM Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandi Al Hajj QS (Ki Ageng Atas Angin, Kasepuhan Atas Angin Ciamis)masih memiliki silsilah dari Kerajaan Mataram dan juga silsilah darah ke Nabi Muhammad saw[1]
  3. Yang di muliakan Allah Tuan Guru Dr Syekh Salman Daim Mursyid Tareqat Naqsbandiyah Alkholidiyah Jalaliyah Bandr Tinggi Sumatera Utara Indonesia
  4. Shaikh Abdul Wahab Babussalam Langkat[1]
  5. Shaikh Umar bin Muhammad Batu Pahat[2]
  6. Shaikh Imam Hj Ishaq bin Hj Muhammad 'Arif al-Jawi[http://naqshabandiyyah.blogspot.com/2009/10/biografi-al-marhum-tuan-guru-imam-hj.html [2]
  7. Shaikh Dr Hj Jahid bin Hj Sidek al-Khalidi An-Naqsyabandi[3]
  8. Tn Guru SM Karimuddin, Mursyid Pondok Pesantren Darul Hikmah Bahjoga
  9. KH Muhammad Arifin Syah MPd, Mursyid pondok pesantren Nurul Hidayah, Sibargot.
  10. SM Andra Najmu Assyihab, Pimpinan pondok pesantren Darul Maimanah, Manuk dadali, Sibolga.
  11. Kiai Hasan Genggong Mursyid Thoriqoh Naqsabandiyah Ali Ba Alawi Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo
  12. Al magfurlah Kiai Haji Qari Ahmad Syahid Mursyid thoriqoh Naqsyabandiyyah 'aliyyah Jawa Barat (Pondok Pesantren Al-Quran Al-Falah Cicalengka-Nagreg) Bandung.Dia banyak dikenal di seluruh Nusantara: kemudian diteruskan oleh Sulthonul Auliya Fi Azam Syekh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul Al Qodiri An Naqsabandi Al Mutaqqi Al Kamil Mukammil Al Muwaffaq Al Mujadid Al Quthub Qoddasalloohu Sirrohu kemudian Syech Ahmad Shohibulwafa Tajjul Ariefin (Abah Anom) Ibni Sayyidii Syech Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) Nulinggih di Patapan Kajembaran Rahmaniyah Suryalaya Pagerageung Tasikmalaya Jawa Barat Indonesia adalah Mursyid Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
  13. Hadrat Syaikh KRM Muhammad Irfa'i Nahrawi An Naqsyabandi Al Hajj QS (Ki Ageng Atas Angin, Kasepuhan Atas Angin Ciamis)[4]
  14. Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Halidi Naqsyabandi QS
  15. KH Utsman Gedang Tambakbetas Jombang, beliau adalah kekak dari Hadrotussyakh Muhammad Hasyim Asyari Pendiri NU bahkan Kyai Hasyim di lahirkan di Rumah kakeknya. Dari Kyai Utsman ini diturunkan kepada menantu beliau yang bernama kyai Abdulloh faqih kapas.

Karena semakin masyhurnya jamaah Naqsyabandiyah, sehingga banyak Thoriqoh lain menambahkan wa Naqsyabandiyah pada nama Thoriqohnya, seperti Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, dll.

Naqsyabandiyah dikenal besar dunia karena terkenalnya kejayaan Hadrat Syaikh Khalid Al Baghdadi, yang selain menjadi Mursyid juga sekaligus penguasa terbesar pada zamannya. Juga Al Fatih atau Sultan Muhammad II yang juga berguru kepada Guru Mursyid Thoriqoh Naqsyabandi. Namanya telah tercatat dalam hadist sebagai sebaik-baik pemimpin dan pasukannya adalah sebaik-baik pasukan.

Dan masih banyak lainnya. (silakan pondok pesantren/surau di Indonesia yang terdapat mursyid untuk mengisi di kolom ini)

Silsilah Thoriqoh Naqsyabandiyah Al-Mujaddadiyah Al-Kholidiyah

 
Silsilah Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah al-Mujaddadiyah al-Khalidiyah

Silsilah Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah Al-Mujaddadiyah Al-Khalidiyah dengan silsilah sebagai berikut:

  1. Sayyidina Muhammad SAW.
  2. Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a
  3. Sayyidina Salman al-Farisi r.a
  4. Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a
  5. Sayyidina Ja'far Ash-Shadiq r.a
  6. Al-’Arif Billah Sultanul Arifin Asy-syaikh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarwasyan, yang dimasyhurkan namanya Syaikh Abu Yazid Al Busthami q.s
  7. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Abu Hasan Ali bin Abu Ja'far Al Kharqani q.s
  8. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Abu Ali Al-Fadl bin Muhammad Ath-Thusi Al Farmadhi q.s
  9. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Abu Yaqub Yusuf Al-Hamadany bin Ayyub bin Yusuf bin Al-Husain q.s
  10. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Abdul Khaliq Al-Ghajdawani bin Al-Imam Abdul Jamil q.s
  11. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Arif Riwgari q.s
  12. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Mahmud Al-Injir Al-Faghnawy q.s
  13. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Ali Ar-Ramitany q.s
  14. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Muhammad Baba As-Samasi q.s
  15. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Sayyid Amir Kulal bin sayyid Hamzah q.s
  16. Al-’Arif Billah Asy Syaikh As Sayyid Muhammad Baha'uddin Bin Muhammad Bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi Al Bukhari q.s
  17. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Muhammad 'Aluddin Al Aththar Al Bukhary Al Khawarizmy q.s
  18. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Ya'qub Al-Jarkhi q.s
  19. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar As-Samarqandi bin Mahmud bin Shihabuddin q.s
  20. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Muhammad Az-Zahid Wakhsi q.s
  21. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Darwis Muhammad As-Samarqandi q.s
  22. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Muhammad Al-Khawajiki Al-Amkani As-Samarqandi q.s
  23. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Muayyiduddin Muhammad Al-Baqi Billah q.s
  24. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Imam Ar Rabbani Al Mujaddid Al Fassami Ahmad Al Faruqy As Sirhindy q.s
  25. Al-’Arif Billah As-Syaikh Muhammad  Ma'shum bin Ahmad  Al Faruqy q.s
  26. Al-’Arif Billah As-Syaikh Muhammad Syaifuddin bin Muhammad Ma'shum q.s
  27. Al-’Arif Billah As-Syaikh Asy-Syarif Nur Muhammad Al-Badwany q.s
  28. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Syamsuddin Habibullah Jan Janan Muzhhar Al-'Alawy q.s
  29. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Abdullah Ad-Dahlawy Al-'Alawy q.s
  30. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Dhiyauddin Khalid Al-Utsmani Al-Baghdady Al-Kurdi q.s
  31. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Abdullah Al-Affandi Al-Makky q.s
  32. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Sulaiman Affandy Al-Qarimi q.s
  33. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Ismail Al-Burusy q.s
  34. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Sulaiman Az-Zuhdi q.s
  35. Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Ali Ridha q.s


Dari Mursyid Al-’Arif Billah Asy-Syaikh Ali Ridha q.s inilah yang kemudian banyak ulama' Indonesia mendapatkan Ijazah Mursyid darinya untuk menyebarkan ajaran Thoriqoh Naqsyabandiyah di tanah air.

Silsilah Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah

Silsilah Mursyid Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan silsilah sebagai berikut:

Pranala luar

  1. ^ [6]
  2. ^ http://Naqsyabandiyyah.blogspot.com/2009/10/biografi-al-marhum-tuan-guru-imam-hj.html]