Peranan

perilaku, hak, kewajiban, kepercayaan, dan norma yang diharapkan dari seorang individu yang memiliki status sosial tertentu
Revisi sejak 20 Agustus 2019 04.16 oleh Lasmida Listari (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Peranan ''(role)''''' merupakan aspek dinamis '''kedudukan ''(status)'''''<nowiki/>''.'' Ketika seseorang melaksanakan hak dan kewaj...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Ketika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah menjalankan suatu peranan. Peranan dan kedudukan saling tergantung satu sama lain. Tidak ada peranan tanpa kedudukan, demikian pula tidak ada kedudukan tanpa peranan. Setiap orang mempunyai macam-maca peranan sesuai dengan pola pergaulan hidupnya. Hal ini berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat dan serta kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Peranan menjadi sangat penting karena mengatur perilaku seseorang. Peranan dapat membuat seseorang menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang dikelompoknya.

Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Peranan dapat mencakup 3 (tiga) hal, yaitu :

  1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
  2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
  3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Didalam peranan biasanya terdapat fasilitas untuk individu menjalani peranannya. Dan fasilitas tersebut biasanya disediakan oleh masyarakat. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagian masyarakarat yang paling banyak menyediakan peluang dalam pelaksanaan peranan. Perubahan struktur suatu golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas-fasilitas peranan bertambah. Biasanya dalam suatu negara terdapat kecenderungan untuk lebih mementingkan kedudukan daripada peranan. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan untuk lebih mementingkan materialisme daripada spiritualisme. Nilai materialisme kebanyakan diukur dengan atribut-atribut atau ciri-ciri tertentu yang bersifat lahiriah dan cenderung konsumtif. Tinggi rendahnya prestise seseorang dinilai dari atribut lahiriah seperti, kendaraan, rumah mewah, gelar, pakaian, dan lain sebagainya.

Di dalam interaksi sosial terkadang kurang menyadari bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan. Namun tidak jarang di dalam proses interaksi tersebut, kedudukan lebih dipentingkan sehingga terjadi hubungan yang timpang dan seharusnya tidak terjadi. Hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak, sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban semata.[1]


REFERENSI :

  1. ^ Soekanto, Soerjono (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. hlm. 212 - 216. ISBN 9794210099.