Pohon Sukun Bung Karno di Ende

Pohon sukun Bung Karno di Ende merupakan tempat dimana Bung Karno merenungkan dan merumuskan dasar-dasar negara Indonesia yang dikemudian hari dikenal dengan nama Pancasila[1] selama masa pembuangannya di Ende tanggal 14 Januari 1934 sampai dengan 18 Oktober 1938.[2]

Pohon Sukun Bung Karno di Ende

Pohon Sukun Bung Karno di Ende terletak di Taman Renungan Bung Karno Jl. Soekarno Kelurahan Kotaraja Kecamatan Ende Utara Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur.[3]

Berikut kesaksian dan penuturan Bung Karno tentang pohon sukun Bung Karno di Ende, Tempat untuk menyendiri yang kusenangi itu dibawah pohon sukun yang menghadap ke laut. Aku duduk dan memandang pohon itu. Dan aku melihat pekerjaan Trimurti yang kukenal dalam agama hHindu. Aku melihat Brahma yang Maha Pencipta berada dalam kuncup yang tumbuh di kulit kayu yang keabu-abuan itu. Aku melihat Wisnu Yang Maha Pelindung dalam daun rimbun dan buahnya yang lonjong. Aku melihat Siwa Yang Maha Perusak dalam dahan-dahan mati yang runtuh dari batangnya yang besar. Aku merusakan sel tubuhku yang sudah tua membusuk dan mati di dalam.[4]

Aku menderita sakit kepala dan merasa tidak sama sekali. Setiap pagi aku harus merangkak keluar tempat tidur unuk duduk-duduk di bawah pohon sukun yang berada jauh dari rumah itu. Pohon sukun itu berdiri diatas sebuah bukit kecil yang menghadap teluk. Di tempat itu, dengan pemandangan yang tidak ada batasnya dan langit biru serta awan putih di atas serta seekor kambing sesekali melintas, aku duduk melamun selama berjam - jam[4].

Kadang-kadang udara di tepi pantai laut itu berubah dingin dan aku mengginggil. Sering pula aku mengginggil saat udara tidak berasa dingin. Tapi aku duduk dengan tenang. Suatu kekuatan gaib memaksaku ke tempat itu hari demi hari. [4]

Aku memandang laut dengan hempasan gelombangnya.Yang besar beirama memukul pantai.Dan Aku tak henti hentinya berpikir bagaimana lautan tidak pernah bisa diam. Memang ada pasang naik dan ada pasang surut,tapi is terus bergulung secara abadi. Itu sama dengan Revolusi kami. Revolusi kami tidak pernah berhenti. Revolusi kami juga sama seperti lautan. Adalah hasil ciptaan Tuhan ,dari dari satunya yang Maha Penyebab dan Maha Pencipta.[4]

Dan Aku tahu--Aku harus tahu--bahwa semua ciptaan dari yang Maha Era, termasuk diriku sendiri dan tanah airku,berada dibawah hukum dari yang Maha ada. Suatu hari aku tidak punya kekuatan duduk duduk dibawah Pohon itu seperti biasanya. Aku tak dapat bangun dari tempat tidur. Pada hari itu Dokter memberitahu padaku bahwa ajalku telah dekat karena menderita malaria.[4]


Sebatang pohon Sukun dengan lima cabang, terletak kira-kira 150 meter dari pantai Ende dan sebelah barat Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana Bung Karno setiap sore, selepas sholat Azhar menghabiskan waktu untuk duduk merenung dalam keheningan malam. Diyakini gagasannya yang cemerlang akan Falsafah Negara Pancasila terlahir dalam proses permenungannya di bawah pohon Sukun ini. Dan ini diakui sendiri oleh Presiden Soekarno pada saat kunjungan kerja ke Ende tahun 1955. Pohon sukun yang menjadi naungan Bung Karno saat itu telah tumbang di tahun 60-an karena termakan usia dan sekarang adalah pohon kedua yang ditanam kembali sebagai duplikat untuk mengenang tempat Bung Karno merenungkan Dasar Negara dan pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini oleh masyarakat Ende sebagai perwujudan ke-lima sila dari Pancasila.

Referensi:


  1. ^ "Pemerintah Kabupaten Ende". portal.endekab.go.id. Diakses tanggal 2019-08-25. 
  2. ^ Gomez, Vicky Da (2019-05-31). "Ende, Pohon Sukun, dan Inspirasi Pancasila". SuaraSikka (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-08-24. 
  3. ^ "Google Maps". Google Maps. Diakses tanggal 2019-08-24. 
  4. ^ a b c d e Adams, Cindy (2007.). BUNG KARNO Penyambung Lidah Rakyat. Jakarta: Yayasan Bung Karno bekerjasama PT.MEDIA PRESSINDO. hlm. 163-164.