Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih

Di Indonesia banyak kesenian tradisional yang digunakan untuk hiburan di zaman dahulu, seperti sandiwara, permainan lokal, sandiwara, wayang kulit, dan lain sebagainya. Salah satu kelompok sandiwara yang populer di Jakarta adalah Miss Tjitjih yang didirikan pada tahhun 1928. Sejarah kelompok ini berawal dari kelompok sandiwara Opera Valencia yang bermain keliling dan membawa cerita-cerita tentang kerajaan. Setelah banyak melakukan pementasan, salah seorang penari yang juga pandai berakting dan menyanyi bernama Tjitjih menjadi sangat terkenal. Karena sudah terkenal itulah, Tjitjih akhirnya dipanggil "Miss Tjitjih" oleh orang Belanda, dan pemilik Opera Valencia dari keluarga Sayyid Abu Bakar Bafagih mengubah nama kelompok tersebut menjadi Tonil Miss Tjitjih.

Hingga tahun 1971-1977, Sandiwara Miss Tjitjih baru mendapatkan panggung tetap di daerah Angke, tidak jauh dari Teluk Gong. Miss Tjitjih sempat bermarkas di Kramat Jaya, Jembatan Lima, dan Cempaka Baru, yang mereka gunakan manggung setiap hari hingga kemudian pada tahun 1997 gedung pertunjukan tersebut terbakar. Sehingga selama beberapa waktu kelompok ini tidak bisa menggelar pertunjukan hingga seorang pemilik bioskop kemudian menyediakan salah satu bioskopnya yang tidak terpakai agar digunakan kelompok untuk manggung. Bekas bioskop ini terletak di Jl. Raya Teluk Gong, Jakarta Utara, hingga akhirnya mereka memiliki banyak fans yang menghadiri setiap pertunjukan Sandiwara Miss Tjitjih, meskipun pada tahun 2002 kemudian mereka akhirnya terpaksa pindah lagi.

Sandiwara Miss Tjitjih mungkin tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang. Tetapi waktu itu, Miss Tjitjih sudah terkenal memerankan drama horor seeprti Si Manis Jembatan Ancol atau Beranak Dalam Kubur -yang sudah dimodifikasi ke dalam perfilman. Pementasan itu dilakukan oleh Miss Tjitjih biasanya dalam rentang waktu 2 - 3 jam. Miss Tjitjih cukup banyak memiliki memiliki anggota dalam setiap pementasannya, yaitu sekitaar 50 orang. Mereka dibagi masing-masing ke dalam beberapa tugas, seperti pemain panggung yang biasa disebut aktor, pemain gamelan, serta kru tata panggung yang bertugas untuk menyiapkan segala kebutuhan pementasan. Keanggotaan Miss Tjitjih ini biasanya terus ada karena diturun-temurunkan dari orang tua ke anak-anaknya, yang sebagaian dari mereka juga bekerja sebagai supir dan kondektur.

Pada tahun 2004, Kelompok Sandiwara Miss Tjitjih dipimpin oleh Abas Surdiana, dan Maman Sutarman sebagai sutradar ketika sandiwara ini melakukan pementasan. Ketua Yayasan Miss Tjitjih dijabat oleh Mayjen TNI Tubagus Hasanuddin, mantan Kepala Staf Garnizun Jakarta. Pemerintah Provinsi Jakarta akhirnya menganggarkan dana untuk kelompok ini dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) tahun 2001. Sebagian dana tersebut untuk merenovasi gedung yang dikebut hingga selesai pemugaran fisiknya pada tahun 2003. Sejak itulah Sandiwara Miss Tjitjih menempati kembali gedung yang telah terbakar tersebut, dan mendapat subsidi dari Pemprov Jakarta sebanyak Rp 300 juta untuk biaya operasional dan perawatan.[1]

Referensi

  1. ^ Yayasan Untuk Indonesia.; Jakarta Raya (Indonesia). Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. (2005). Ensiklopedi Jakarta : culture & heritage = budaya & warisan sejarah. [Jakarta]: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. ISBN 9798682491. OCLC 70850252.