Nagari

wilayah administratif tingkat empat di bawah kecamatan yang berada di wilayah Sumatera Barat
Revisi sejak 12 Februari 2006 10.33 oleh Rades (bicara | kontrib)

Berdasarkan sistem pemerintahan di alam Minangkabau yang berlaku sejak zaman dahulu, Nagari adalah wilayah administrasi terendah, dan sesudah Indonesia merdeka, hal ini kemudian di adaptasi oleh Pemerintah sehingga untuk wilayah propinsi Sumatera Barat, struktur wilayah adminstrasi secara berurut dari tingkat yang paling tinggi adalah Propinsi > Kabupaten > Kecamatan > Nagari.

Nagari dipimpin oleh seorang Wali Nagari, dan dalam menjalankan pemerintahannya, Wali Nagari dibantu oleh beberapa orang Kepala Jorong, semacam ketua RT. Wali Nagari dipilih oleh anak nagari (penduduk nagari) secara demokratis. Dan biasanya yang dipilih menjadi wali nagari adalah orang yang dianggap paling menguasai tentang semua aspek kehidupan dalam budaya Minangkabau, sehingga wali nagari tersebut mampu menjawab semua persoalan yang dihadapi anak nagari.

Wali Nagari bebas mengambil kebijaksanaan demi kemajuan nagarinya, namun tentu saja kebijaksanaan Wali Nagari tidaklah bisa dilakukan secara otoriter karena ada Kerapatan Adat Nagari, suatu Badan Legislatif sekaligus Yudikatif yang beranggotakan Tungku Tigo Sajarangan. Tungku Tigo Sajarangan adalah semacam perwakilan anak nagari yang terdiri dari Alim Ulama, Cadiak Pandai (Kaum Intelektual) dan Niniak Mamak para pemimpin suku dalam suatu Nagari. Keputusan keputusan penting yang akan diambil selalu dimusyawarahkan antara Wali Nagari dan Tungku Tigo Sajarangan di Balai Adat atau Balairung Sari Nagari.

Dari hal diatas kelihatan bahwa desentralisasi kekuasaan pemerintahan bagi masyarakat Sumatera Barat sudah dikenal sejak lama bahkan usianya sama tuanya dengan Minangkabau itu sendiri.

Pada tahun 1979, dengan alasan untuk menyeragamkan sisten pemerintahan di seluruh Indonesia, Pemerintah memberlakukan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang Undang ini menghilangkan status Nagari dan jorong jorong ditingkatkan statusnya menjadi desa. Kedudukan Wali Nagari dihapus dan administrasi pemerintahan dijalankan oleh para kepala desa. Pada waktu itu banyak orang beranggapan bahwa dengan berlakunya ini, sistem pemerintahan warisan budaya Minangkabau yang bernama Nagari ini sudah menemui ajalnya.

Dalam pelaksanaan pemerintahan desa kemudian, banyak pihak merasa bahwa pelaksanaan UU Pemerintahan Desa kurang tepat untuk daerah Minangkabau, bahkan ada yang menilai, UU itu memberangus hak-hak adat yang berlaku di Minangkabau dan "memutus" tali kebersamaan masyarakat yang tinggal di jorong jorong yang sebelumnya terhimpun dalam suatu Nagari.

Perubahan peta politik nasional yang terjadi kemudian membangkitkan kembali semangat masyarakat Sumatera Barat untuk kembali menjalankan pemerintahan Nagari. Dan dengan berlakunya Undang Undang Otonomi Daerah, bagi Sumatera Barat hal ini merupakan era kembali ke pemerintahan nagari sebagai unit pemerintahan terdepan.

Di Propinsi Sumatera Barat, Kabupaten Solok adalah kabupaten pertama yang paling siap untuk melaksanakan otonomi daerah. Dalam pencanangan otonomi daerah pada tanggal 4 Januari 2001 di GOR Batutupang, Kotobaru, Bupati Solok H. Gamawan Fauzi SH, MM menyerahkan 111 kewenangan pemerintah Kabupaten Solok ke nagari, termasuk di antaranya pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). "Kabupaten Solok sudah lama punya master plan untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2000. Dengan kembalinya pemerintahan nagari, sesungguhnya terbuka peluang besar untuk menggerakkan dan memanfaatkan segenap potensi yang ada di nagari masing-masing," kata Gamawan.

Gamawan juga menjelaskan bahwa pemerintahan nagari yang dicanangkan adalah pemerintahan terendah menggantikan pemerintahan sebelumnya yang berbentuk desa. Sebelum otonomi daerah, pemerintahan nagari dhilangkan dan digantikan pemerintahan desa. Di era otonomi ini, pemerintahan desa dihilangkan dan kembali ke nagari.

Dengan terjadinya pergeseran sistem pemerintahan terendah tersebut, praktis fungsi camat juga mengalami perubahan. Aparat yang kini seolah terkonsentrasi di kabupaten, nanti akan digeser ke kecamatan.