Aji Muhammad Idris

pahlawan nasional Indonesia
Revisi sejak 11 September 2019 11.00 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Biografi

Sultan Aji Muhammad Idris adalah Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang memerintah mulai tahun 1735 hingga tahun 1778. Sultan Aji Muhammad Idris adalah sultan pertama yang menggunakan nama Islam semenjak masuknya agama Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara pada abad ke-17.

Keturunan

Sultan Adji Muhammad Idris Menikah dengan Andi Riajang gelar Adji Putri Agung putri dari pasangan Petta To Sibengarang ( Raja Paniki Sulsel ) dan Putri Aji Doyah . Mempunyai 9 orang anak:

1. Sultan Adji Muhammad Muslihuddin

2. Adji Kensan gelar Adji Putri Intan gelar Petta Laburanti digilirang Paniki Wajo

3. Adji Pangeran Beraja Nata

Pertempuran

Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan VOC bersama rakyat Bugis. Dengan gagah berani Sultan Aji Muhammad Idris menggepur VOC dan akhirnya beliau gugur sebagai syuhada di medan perang, Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.

Wafat

Pada tahun 1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan laga. Sepeninggal Sultan Idris, terjadilah perebutan tahta kerajaan oleh Aji Kado. Putera mahkota kerajaan Aji Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo. Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin. Sultan Aji Muhammad Idris dimakamkan bersama Mertua beliau Raja La Madukelleng dari Wajo dan Sultan Aji Muhammad Idris salah satu Pahlawan yang dikenang oleh masyarakat wajo atas perjuangan beliau mengusir penjajah dari tanah wajo. Semoga saja jasa-jasa beliau dihargai dan diingat oleh Republik ini Bahwa Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura berperan besar dalam Kemerdekaan Republik Indonesia

Didahului oleh:
Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura
Sultan Kutai Kartanegara
1735—1778
Diteruskan oleh:
Sultan Aji Muhammad Aliyeddin

Pranala luar