Batik sumatera

Revisi sejak 12 September 2019 02.39 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Batik di Sumatera secara umum telah berkembang sejak zaman kerajaan, di Aceh sekitar abad ke-13 dan di Minang abad ke-16. Dewasa ini batik di Sumatera berkembang di beberapa daerah antara lain: batik Aceh, batik Minang, batik Palembang, dan batik Bengkulu, batik Palembang, dan batik Lampung. Motif batik Sumatera sangat beragam yang menggambarkan budaya dan alam setempat. Motif batik Sumatera yang mempunyai makna solidaritas antara lain yaitu motif Lebah Bergantung, Ceplok Gayo, dan Kotak Nan Rancak. Motif Lebah Bergantung bermakna hidup sentosa saling menolong dapat meningkatkan rasa solidaritasm saling membantu, saling mengasihi, tidak saling mencela dan menista, sehingga tercipta kondisi yang rukun dan damai terhindar dari berbagai keburukan, aib dan nista. Motif selanjutnya adalah Ceplok Gayo mengandung makna sikap toleransi masyarakat, dengan penggambaran komposisi motif ceplok menyebar warna-warni simbol segala perbedaan yang ada dalam masyarakat adalah karunia yang harus disyukuri dan diterima secara wajar. Motif Kotak Nan Rancak menggambarkan dinamika kehidupan masyarakat Baturaja yang penuh warna, terkotak-kotak dalam perbedaan, namun tetap terselaraskan dalam naungan sendi-sendi kerukunan beragam, hukum negara, adat-istoadat, dan budaya setempat yang luhur. Motif ini bermkna hidup yang dinamis, penuh warna, terkotak-kotak dalam perbedaan, beda kepentigan, beda golongan, namun tetap dalam persatuan dan kebersamaan yang harmonis, indah, dan penuh toleransi, senada dengan makna "Bhineka Tunggal Ika" semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber: Jantra-Jurnal Sejarah dan Budaya - Vol.13