Mahulae

salah satu marga Batak Toba

Mahulae

Mahulae adalah sub Marga Batak, Nainggolan, keturunan Datu Parulas Parultop. Disematkan oleh keturunan Tuan Ampir / Guru Panuju, yang mendiami dataran tinggi Negeri Pusuk di Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Datu Parulas Parultop Sitombang tano jala Sisuan Bulu di Negeri Pusuk dohot na humalingna).

Sejarah

Merunut silsilah / tarombo maka Toga Nainggolan berada pada generasi ke V dari Raja Batak. Toga Nainggolan mempunyai 2 orang anak yaitu: Sibatu dan Sihombar (generasi VI), Sibatu memiliki 2 orang anak yakni si Batuara dan Parhusip, sedangkan Sihombar memiliki 4 orang anak yakni Lumbannahor, Mogot Pinaungan, Lumbansiantar dan Hutabalian (generasi ke VII). Mogot Pinaungan (Generasi VII) mempunyai 2 orang anak yaitu Tanjabau yang menjadi Lumbantungkup dan Datu Parulas Parultop (sering dikenal sebagai Lumban Raja).

Datu Parulas Parultop merantau dari kampung asalnya Harian, Nainggolan ke arah Humbang Hasundutan (nama kabupaten sekarang). Menurut penuturan sejarah tetua di Negeri Pusuk (Kecamatan Parlilitan), Datu Parulas Parultop adalah orang sakti yang seringkali dipanggil kepala kampung untuk berperang melawan musuh (teradang musuhnya adalah kampung tetangga).Saat itu kekuasaan masing masing kampung di Tanah Batak dipegang oleh para Raja Huta / Petinggi Kampung. Konon Datu Parulas Parultop adalah sosok dengan ikat kepala ulos dan bersenjatakan ultop (sejenis senjata tabung bambu yang tiup dengan anak panah beracun, seperti sumpit suku dayak), juga memiliki kesaktian menerbangkan losung (batu pengirikan).

Di hutan Parlilitan Datu Parulas Parultop dalam perburuan, sedang istirahat di Sopo (Gubuk) setelah semalaman berburu dan ditemukan oleh pemilik sopo / gubuk yang adalah Putri dari Tuan Nahoda Raja (Simbolon Nahoda Raja yang ada di Negeri Sionom Hudan, Parlilitan). Singkat cerita, Datu Parulas menikahi, putri yang bernama Bintang Maria boru Simbolon Nahoda Raja (Tinambunan). Mereka menetap di Negeri Pusuk, Kecamatan Parlilitan dan memiliki 5 orang anak (3 Putra / Anak, 2 Putri / Boru), yaitu Tuan Panalingan / Sarma Hata selanjutnya keterunannya memakai marga Pusuk, Mogotkualu / Darmahasi selanjutnya memakai marga Buaton dan Tuan Ampir / Guru Panuju dan keturunannya selanjutnya memakai marga Mahulae. Boru / Putri nya adalah Boru Sumangge, yang kemudian menikahi Raja Tunggal yang kemudian hari keturunan mereka memakai marga Hasugian. Kemudian putrinya 1 lagi adalah Boru Nahunik, yang tidak menikah dan meninggal, dan menjadi pelindung kampung Pusuk.

Kemudian Datu Parulas Parultop, sering dipanggil pergi berperang ke berbagai daerah di Tanah Batak, diberi upah dan upeti. Jika memenangkan perang, seringkali Datu Parulas Parultop diberikan Putri Raja setempat untuk dinikahi (Hal ini menjadi salah satu cara yang dipakai kepala kampung / penguasa kampung untuk mengamankan daerahya). Dengan menikahi putri raja setempat, Datu Parulas Parultop akan menjadi Boru Huta (menantu penguasa / raja) sehingga seringkali peran Datu parulas Parultop menjadi sangat besar untuk mengamankan daerah tersebut. Kemudian hari, keturunan dari Datu Parulas Parultop di luar Negeri Pusuk seringkali disebut Lumban Raja. Lumban Raja sendiri jika diartikan ke bahasa indonesia adalah Desa Raja / Tempat Raja, bisa dipahami hal ini karena Datu Parulas Parultop seringkali berpindah pindah dari satu daerah ke daerah lain dipanggil oleh penguasa / raja-raja, karena kemampuannya berperang.

Datu Parulas Parultop

Kurang lebih 550 tahun yang silam atau sekitar tahun 1560, seorang pemuda yang bernama DPP yang berasal dari Samosir keturunan marga Nainggolan. Tanpa rencana dan tanpa disadari akhirnya beliau tiba di Parlilitan tepatnya daerah Sionom Hudon. Kesehariannya aktifitas beliau adalah marultop (berburu burung, babi hutan dan binatang-binatang lainnya  , ultop terbuat dari bambu yang kemudian ditiup) di hutan. Hari demi hari kegiatannya marultop hingga tanpa disadari telah sampai di kawasan hutan belukar Parlilitan. Sesampainya di Parlilitan, pertama sekali dia berada  di wilayah pertanian dan ada sebuah gubuk milik petani. Begitu melihat gubuk, dia tidak langsung masuk, tetapi hanya mengamati dari jauh, dan kondisi DPP saat itu tanpa pakaian yang lengkap karena sudah lama di hutan dan tidak pernah kembali ke rumah dan beliau juga memiliki banyak hasil buruan seperti burung dan babi hutan pada saat itu. Suatu ketika DPP melihat  penghuni gubuk berangkat ke ladang, disitulah DPP masuk ke gubuk, dan digubuk itulah dia menyantap hasil buruan juga memakai pakaian yang ada di gubuk tersebut. Kalau sudah sore DPP meninggalkan gubuk tersebut karena dia mengira bahwa penghuni sudah akan kembali ke pondok. Sesampainya digubuk, penghuni merasa heran karena ada daging hasil buruan yang ditinggal DPP, serta letak pakaian mereka berubah tempat, karena selama di gubuk DPP memakai pakaian yang ada disitu, ketika kembali ke hutan dia meninggalkan pakaian tersebut. Penghuni gubuk adalah marga Simbolon dan memiliki putri. Walopun Simbolon merasa ada yang berubah tetapi dia tetap beranggapan positif tentang hal tersebut. Demikianlan yang terjadi antara mereka selama beberapa hari, tidak saling tahu antara DPP dan Simbolon.

          Pada suatu ketika, DPP tertidur digubuk hingga Simbolon kembali ke gubuk dan memergokinya, akhirnya mereka ketemu, dan DPP menyuruh mereka agar jangan masuk dulu, karena dia mau keluar dan merasa malu karena tanpa pakaian. Dan akhirnya merekapun pergi menjauh hingga DPP meninggalkan gubuk. Dan tak lama kemudian akhirnya mereka bertemu kembali dan berkenalan saling mengetahui asal usul mereka sehingga mereka menjadi dekat satu sama lain. Pada masa itu di daerah tersebut sering terjadi perang antar daerah, termasuk Simbolon juga sering terlibat. Kemudian simbolon menawarkan agar DPP bisa ikut membantu, dan mereka berjanji kalau mereka menang maka putrinya akan dinikahkan dengan DPP. Perang pun terjadi dan dimenangkan mereka (DPP) dan akhirnya DPP dinikahkan dengan putri Simbolon, dan mereka pun membentuk keluarga dan memiliki keturunan yaitu Pusuk, Buaton Mahulae.

          Semasa hidupnya DPP dikenal masyarakat adalah orang yang cerdik, pintar, dan sering bertualang dan berburu (marultop) ke daerah lain, dan DPP menikah hingga 9 kali.

1. Istri Pertama Boru Simbolon

          Keturunan dengan Boru Simbolon adalah

1.      Tuan Panalingan

2.      Mogok Kualu

3.      Tuan Appir

4.      Boru Sumangge

5.      Boru Nahunik

3 putra dan 2 putri, anak 1 s/d 3 putra dan 4,5 adalah putri. Hari berjalan demi hari dan tahun berjalan demi tahun. Anak-anaknya pun sudah besar dan kebetulan di depan rumah mereka  adah pohon Utte(Jeruk). Boru sumangge termasuk putri yang cerdas dan baek terhadap saudara2 nya. Dan pada suatu ketika boru Sumangge memanjat pokok jeruk dan menawarkan kepada saudara laki2 nya. Pertama dia menawarkan kepada abang pertama, Yang mana Jeruk yang kamu mau? Tuan Panalingan menjawab ambillah yang di pucuk, lalu dia mengambil sambil berkata mulai hari ini margamu marga Pusuk. Kemudian untuk Mogok Kualu, dan dia menjawab Buatma lomo ni roham(ambillah yang kamu mau),lalu jeruk diambil sambil berkata mulai hari ini margamu marga Buaton, dan untuk abangnya yang ketiga yaitu Tuan Appir, dia menjawab buatma mahulaepe taho, artinya ambillah seperti abang juga, dan dia berkata mulai hari ini margamu marga Mahulae. Inilah asal mula terjadinya Marga Pusuk Buaton, Mahulae yang berada di daerah Pusuk Parlilitan.

          Boru Sumangge menikah dengan Marga Hasugian si Raja Tunggal. Dan Boru nahunik tidak menikah dan sampai saat ini menjadi sisombaon di dolok Somaila (gunung). Tuan Panalingan menikah dengan boru Sihotang Simarsoit dari Dairi, dan keturunannya adalah semua marga Pusuk yang ada di Dunia ini. Mogok Kualu juga menikah dengan Sihotang Simarsoit, dan keturunanya adalah semua Marga Buaton yang ada di dunia ini, dan Tuan Appir 2 kali menikah, istri pertama boru Sihotang Simarsoit dan kedua Boru Simanullang.

2.      Istri kedua DPP adalah Boru Tinanjungan dan keturunanya Tajut

3.      Istri Ketiga dari Toba yaitu Boru Manurung, keturunannya Talusuk dan Toga Sahata

4.      Istri Keempat Boru manurung, keturunannya Sabungan Raja dan Guru Tinandangan

5.      Istri kelima (info kurang lengkap), keturunanya Guru Tinanjungan dan Raja Bonan   Dolok

6.      Istri Ke- 6 Boru Limbong keturunannya Raja Tomuan dan Raja Sinomba

7.      Istri Ke-7 dari tanah Karo Boru Jabat (Janda), keturunanya Siboro DPP dan Purba DPP

8.      Istri Ke-8 adalah Boru Silalahi (Janda), keturunanya Tarigan DPP

9.      Istri Ke-9 adalah Boru Manik dari Simalungun (Janda), keturunannya adalah Girsang

Khusus untuk marga Siboro DPP, Purba DPP dan Tarigan DPP yaitu dari istri ke 7,8 dan 9 . DPP menikahi istri-istrinya( istri ke 7,8,9) yang notabene sudah janda. Marga Siboro, Purba, dan Tarigan sudah ada sebelumnya yaitu dari suami sebelum DPP. Dan hasil perkawinan DPP dengan istri ke 7,8,9 adalah marga Siboro DPP, Purba DPP dan Tarigan DPP

DPP tiada hari tanpa bertualang (marultop dan perang), dan perjalanan terakhirnya di daerah Perdagangan. Pada saat itu juga terjadi perang di daerah tersebut, DPP salah salah satunya pemimpin perang. Beliau sering bersembunyi di pokok beringin (Hariara), salah satu kesaktiannya adalah mampu bertahan hidup walaupun tidak makan dan minum hingga berbulan-bulan. Daerah Simalungun tepatnya daerah Perdagangan adalah perang terakhir keterlibatannya, dan saat itu perang sangat sengit, beliau pun sering bersembunyi di Goa tepatnya di bawah Pokok hariara tersebut. Karena sudah berbulan-bulan bersembunyi di Goa tersebut, hingga akar Beringin menutupi goa dan DPP tertutup di dalamnya dan akhirnya meninggal. Daerah tersebut sekarang menjadi tempat yang sering dikunjungi para pejiarah yaitu perbatasan Lima puluh dengan Perdagangan. Bahkan ada yang mengtakan bahwasaannya DPP sebenarnya lebih sakti dari Sisingamanagaraja

DPP lah sebagai tokoh atau pendiri yang membawakan marga Nainggolan Lumban  Raja yang di dunia ini.

Lihat pula

Pranala luar